Satu Langkah dari Jeffrian

1.4K 263 22
                                    

"Tumben?"

Saka menyodorkan bungkusan cimol yang ia beli di jalan tadi ke Jeffrian yang baru keluar dari kamarnya. As always, terlihat tampan, mapan dan rupawan ditambah wangi yang bak kembang setaman.

"Gue lagi menjalankan misi," Jeff mencomot beberapa makanan bulat berlumur bumbu asin dan pedas ke dalam mulutnya, "jangan bilang Dinda tapi, diem-diem aja lu."

"Nggak semudah itu," bibir Saka mengulas senyum penuh makna, membuat Jeffrian memutar matanya malas "Gue tambahin bonus buat lahiran anak lo. Puas?" jawabnya.

"Tambah jatah cuti, deal?"

Ini kalau nggak ingat Saka teman sendiri yang udah berulang kali menyelamatkan Jeff dari jerat keduniawian semenjak bangku kuliah, mungkin udah dia tendang keluar rumah sekarang.

"Deal. Ayo buruan!" Jeff melempar kunci salah satu mobilnya, "lo yang bawa deh gue males." tambahnya.

"Lo sakit apa gimana, Jeff?" tanya Saka ketika mereka sudah masuk ke sedan terbaru punya anak satu-satunya keluarga Mandira itu "muka lo pucat."

Jeff bergidik sekenanya, "Nggak tahu deh. Dari nyampe Bali sampe sekarang aneh banget badan gue, sebentar enakan sebentar sakit. Kalo diikutin bakal manja nih badan,"

"Ya jangan gitu jugaaa. Lo mending periksa deh, sekalian kan lo belum check-up rutin. Nanti kalo dibiarin aja takutnya jadi penyakit aneh-aneh."

"Contohnya?"

"Cacingan, hehe." jawab Saka sembari tertawa sedangkan si penumpang menghela napas panjang, mulai lelah dengan candaan temannya makin garing tiap harinya.

Rintik hujan masih cukup deras, membuat suara riuh saat bertabrakan dengan mobil yang melaju kencang di jalanan yang lengang. Akhir pekan dan hujan hanya menciptakan banyak ruang sementara para manusia memilih bergulung dalam selimut mencari kehangatan.

Ia sengaja mengajak Saka karena enggan ke Javanicus sendirian dan nggak bisa bawa mobil sendiri. Sepertinya ia harus periksa ke dokter secepatnya sebelum penyakitnya jadi kemana-mana.

Melihat banyaknya kendaraan terparkir di sekitar Javanicus membuat Jeffrian senang. Proyek kedai kopi yang memakan sebagian uang pensiun Ayah Januar membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Setidaknya kini Ayah tidak kesepian di rumah.

"Lah, si adek barusan aja berangkat sama Doy!" bukan Ayah Januar yang pertama kali Jeff lihat saat masuk Javanicus, tapi anak si anak sulung dengan apron baristanya.

"Iya nggak apa-apa, nanti juga pada balik kesini kok. Ayah mana?"

"Nggak kesini hari ini, lagi main golf sama temen-temen SMA," Johnny meneliti wajah Jeff yang sibuk melihat menu lalu beralih ke Saka untuk meminta jawaban. Tapi laki-laki dengan kemeja khaki itu hanya bergidik bingung.

Sangat aneh melihat Jeffrian sudah berkeliaran dengan pakaian santai ala bujang kekinian di akhir pekan yang biasa dihabiskan mencari cuan di gedung perkantoran. Apalagi Dinda cerita kalau laki-laki berlesung pipi ini sedang disibukkan banyak proyek, pantas kalau Johnny bertanya-tanya ada apa gerangan dengan Jeffrian.

Memilih duduk di bagian luar kedai kopi, Jeff bisa melihat band milik Biru sedang mempersiapkan alat-alat mereka sebelum tampil satu jam ke depan.

Sepertinya band Sadajiwa ini sudah besar nama dan peminatnya, dilihat dari kerumunan perempuan di sebelah Jeff yang seringkali memekik tertahan saat tidak sengaja bertemu mata dengan kelima personelnya.

"Tumben ini bapak juragan jam segini bisa leha-leha?" Juniya menyusul dengan membawa nampan berisi minuman untuk kedua kawannya; latte untuk Jeffrian dan Iced Strawberrry Latte untuk Saka.

Rumah Cemara 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang