Asal Mula Cemburu

1.3K 256 14
                                    

Biru cukup berpuas diri setelah menata ulang ruang kerja barunya. Bonus jendela besar yang menghadapkannya langsung pada pemandangan kota di bawahnya, arah Barat, bisa dipastikan ia akan pulang setelah hari sepenuhnya petang hanya untuk menikmati matahari terbenam secara gratis.

Dering ponsel menyita atensi laki-laki itu dari layar laptop, "Halo? Dimana?" tanyanya seraya beranjak.

"15 menit lagi gue nyampe. Ketemu di lobi aja dong gue males parkir." jawab Jenaka lengkap dengan suara Niki sebagai latar belakang. Akhir-akhir ini Jenaka lagi naksir parah sama salah satu penyanyi dari agensi 88rising itu.

"Gue tunggu di café lobi deh, ya. Macet banget nggak?"

"Setelah lo ngomong gitu mendadak mobil depan, depannya, depannya lagi dan depan-depan lagi berhenti nggak ada pergerakan," jelas Jenaka "Doain aja semoga cuma perkara si komo lewat."

Biru meringis kecil, "Sorry. Take care, ya. Nggak usah ngebut."

"Ngebut ndasmu kuwi jelas-jelas macet– "

Laki-laki berkemeja hitam itu tergelak pelan setelah memutus sambungan telepon sepihak karena sudah pasti Jenaka akan menyemburkan segala sumpah serapah atau mengabsen isi kebun binatang karena ucapannya barusan.

Biru cukup bersenang hati dengan kantor barunya. SDM nya berkualitas, lingkungan kerja sehat, dan bawahan satu divisinya bisa diandalkan. Setidaknya itu yang ia lihat hari ini dan setelah beberapa kali membaca laporan HRD.

Satu lagi, ada kedai kopi yang bernaung di satu gedung tempatnya bekerja.

Ruangannya tidak sebesar Javanicus, tapi cukup nyaman dengan interior monokrom dengan aksen kayu di beberapa tempat. Ia sudah pernah kesini sebelumnya saat rapat pertama dengan kepala cabang dan beberapa staf dari divisi HRD dan Keuangan.

Tidak mengikuti trend yang ada, Biru sudah suka kopi sejak kecil karena kebiasaan mencicip kopi milik Ayahnya tiap sore. Satu teguk, dua teguk, lama-lama ia terbiasa dan menikmati rasa pahit dari minuman berwarna gelap itu.

"Loh? Biru, ya?"

Sapaan dari belakang membuat Biru dengan cepat berbalik, ada senyuman cerah di wajahnya saat tahu siapa yang barusan memanggil namanya.

"Oh, hai!" sapanya balik "ini aneh banget kita ketemu selain di Javanicus," lanjutnya. Wanita berkacamata itu tertawa, "Iya juga sih, ya. Kamu ada urusan deket sini? Atau gimana?"

"Well, I work in here... Baru sehari. Kamu?"

Dinda tertegun beberapa saat sampai akhirnya bersuara, "Oh apa jangan-jangan atasan yang baru itu kamu ya..." tebaknya. Biru menaikkan alisnya, "Kamu kerja disini juga? Seriously?"

"I am! Wah gila dunia beneran sempit..."

"Hold on, kamu mau pesen apa? Sekalian aja." ujar Biru ketika sudah mencapai giliran antrinya.

"One ice caramel milk tea, please."

"Alright." Biru menuntaskan transaksi jual-beli sementara Dinda menunggu di sisi lain kasir agar tidak mengganggu antrian.

Rumah Cemara 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang