Sebuah keuntungan dan keberkahan untuk Dinda karena ada restoran cepat saji yang buka 24 jam, jadi dia nggak harus berlama-lama pusing ikut mikir makanan apa yang enak di pukul setengah 2 lebih 37 menit ini.
Permintaan aneh Jeffrian minta makan ayam goreng menuju subuh tapi harus Dinda yang bikin.
Untung masih bisa dinegosiasi kalau besok pagi sudah pasti ada ayam goreng terhidang di meja makan untuk sarapan.
Di kursi yang berhadapan dengannya, Jeff menikmati ayam goreng ketiga nya dalam setengah jam ini, belum sup krim, kentang goreng dan 2 gelas cola yang sudah menunggu dihabiskan. Ia cukup dengan satu potong ayam bagian paha bawah karena kekenyangan.
"Abang tadi yakin udah makan?" tanya Dinda lagi. Jeff memandangnya dengan sedih, "Kamu mau bilang abang makannya banyak?" tanyanya lirih.
"NGGAK GITU, tapi abang makan kaya belum makan... Ya iya makannya banyak..."
Jeff menurunkan ayam yang sudah habis setengahnya, menundukkan kepala dengan dramatis, membuat Dinda makin merasa bersalah.
"Iya maaf aku salah ngomong... Yuk dihabisin yuk makanannya, nanti rejeki abang dipatok ayam emang mau?"
"Nggak. Belum bayar cicilan mobil." Si lesung pipi kembali bersemangat mengunyah sementara Dinda menyibukkan diri dengan ponsel. Membaca email yang belum sempat ia cek sejak pulang kantor tadi.
"Oh iya, Sabtu besok aku ada perjalanan dinas ke Bandung ya, bang."
Pernyataan Dinda membuat Jeff kembali menghentikan makan dini harinya, "Sabtu? Minggu ini? Sama siapa ke Bandung? Heidi?"
"Iyaaa Sabtu besok itu. Berangkat pagi sama Biru– "
"Nggak boleh."
Dinda menaikkan alisnya bingung, "Ih kok gitu? Aku nggak lagi minta izin, aku lagi menyatakan perjalanan dinas yang nggak bisa dibantah. Akomodasi udah dipesen semua, abang. Nggak mungkin aku nggak pergi."
"Heidi aja yang berangkat sama Biru, atau kamu pergi sama Heidi, atau Biru pergi sendiri lah yang mandiri kek! Udah gede!"
Wanita dalam cardigan hitam itu memutar matanya kesal, "Abang, ini bukan mau liburan atau outing himpunan. Aneh ih abang!"
"Oke kalo gitu abang ik– "
"Nggak. Aku bisa tolerir deh kalo sama Heidi abang mau ikut nggak apa-apa. Tapi ini sama kepala divisi aku loh, bang... Nanti masuk penilaian kinerja aku loh... Abang mau aku dipecat?"
Ganti Dinda yang kini menatap Jeff nanar, membuat laki-laki itu 3 kali merasa bersalah. Pertama, karena ia sadar betul bersikap kekanakan. Kedua, dia diam-diam cemburu sama Biru yang tentu Dinda nggak tahu. Ketiga, pekerjaan Dinda yang sekarang adalah pekerjaan impian istrinya.
Jeffrian mau bikin perusahaan penerbitan aja lah habis ini.
"Okay... Sorry... Maaf aku kekanakan banget." Putus Jeffrian sembari memainkan ujung sedotan minumannya.
"Cuma 3 hari kok habis itu aku pulang. Okay?"
Laki-laki itu mengangguk pelan. Boleh jadi tubuhnya mengiyakan, tapi tentu tidak dengan hatinya. Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan untuk bersama.