Deretan panjang kendaraan roda empat membuat Jeffrian mengecek arloji di tangan dengan gelisah.
Beberapa kali ia melongokkan kepala ke kiri dan ke kanan untuk memperkirakan sejauh mana ia harus berlari kalau terpaksa berhenti tidak pada tempatnya.
Dinda yang menjadi pengemudi melirik kursi sebelah dan jadi ikut memantau situasi.
"Masih ada waktu berapa menit lagi, bang?" tanyanya.
"Hmmmm 20 menit lagi sih..."
"Masih sempet kok. Nggak bakal ketinggalan. Make sure you bring your passport. Taruh tiket sama paspor di kantong dalam blazer aja."
"Sudaaah, tuan putriiii."
Jeffrian menunjukkan lembaran tiket dalam paspor yang ia taruh sesuai arahan istrinya.
"Good. Jangan coba-coba minta turun disini karena abang bakal basah banget sampe dalem."
Bibir Jeff maju beberapa senti sembari mengutuk hujan deras yang mengguyur Kota Surabaya sejak sejam lalu.
"Nanti salam ke Ayah sama yang lain, ya? Maaf banget nggak jadi dateng. Aku yang niat kumpul malah aku yang absen..."
Laki-laki bersurai kecokelatan itu memainkan jemari Dinda yang menempel pada persneling mobil.
"It’s okaaay! Minggu depan kan bisaaa. Masih banyak waktu, kok. Oh iya, abang baliknya aku jemput atau?"
"Kayanya dijemput supir kantor. Tapi kalo kamu sempet, tolong jemput ya, sayang?"
"Alright. Tinggal 2 mobil lagi. Jangan sampe ketinggalan barang-barangnya."
Jeffrian mengecek kembali barang bawaannya dan berpaling ke Dinda dengan cepat, "Kayanya ada satu yang ketinggalan deh...."
"Apa? Dompet? Tablet? Perasaan udah aku–"
Kalimat Dinda terhenti karena bibir Jeff sudah berada di bibirnya.
"Kurang ini. Hehe. Aku berangkat ya, sayaaang. See you on Sunday, sweetheart!"
Kedua ujung bibir si pengemudi terangkat sembari melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.
🌻
Semilir dingin udara malam selepas hujan sore hari tadi tidak menyurutkan minat para pengunjung untuk memenuhi bangku-bangku kayu di pelataran Javanicus, kedai kopi milik Ayah Januar.
Dari yang muda hingga tua, dari yang sendiri hingga berpasangan, entah datang dengan teman, kerabat, kolega kerja, yang tercinta, atau yang disembunyikan statusnya, semua membaur di bawah temaram lampu.
Pun di bagian dalam juga sama penuhnya. Dingin sintetis dari pendingin udara diselingi hangat gelak tawa.
Tangan para barista nampak sibuk, seolah melompat kesana kemari, dari satu gelas ke gelas lain.
Ada ciri khas tersendiri dari Javanicus tiap hari Sabtu; kalian akan disuguhkan dengan parade barista dan staf tampan.
Bukan berarti staf lainnya memiliki standar yang berbeda, hanya saja para pelanggan setia sudah hafal siapa saja yang akan menempati pos bagian mana.
Misal, Johnny yang akan berada di balik meja barista, ikut meracik minuman untuk pengunjung. Saka yang ikut nimbrung di dapur untuk membuat kudapan dan kadang ikut mengantarkan makanan.