Dinda nggak panik.
Nggak ada raut panik sama sekali di wajah wanita dengan kemeja abu-abu itu saat mendapati Jeffrian tertidur di brankar ruang inap. Baik Saka dan Aldo sama-sama diam, bertukar pandang dan bersiap jika bungsu Prakasita itu melontarkan beragam pertanyaan.
Namun gerak-gerik Dinda yang cenderung tenang sejak kedatangannya 30 menit yang lalu membuat dua lelaki yang berada dalam satu ruangan ikut menutup rapat-rapat bibir mereka. Diam-diam menaruh rasa takut yang sama.
"Nggak pada makan siang? Abang ke kantin aja biar aku yang disini"
Suara Dinda memecah keheningan tanpa aba-aba, membuat Saka hampir menjatuhkan ponsel dan Aldo yang langsung menegakkan punggung di sofa.
"Terus kamu nggak makan, gitu? Nggak, nggak. Ikut makan." Aldo membalas dengan nada mirip titah tak terbantah.
"Nanti kalo Bang Jeff bangun nggak ada orang juga kasihan"
"Gantian aja. Sekarang kamu sama Saka ke kantin, baru aku"
"Nggak deh. Aku disini aja"
"Adind– "
Belum habis omelan Aldo, daun pintu warna putih itu diketuk lirih. Ada bayang laki-laki di luar ruangan yang Dinda kenal sebagai Biru.
"Loh, pak? Kok kesini?"
"Hai. Sekalian mau balik ke hotel, jadi mampir. How's the condition? Apa diagnosa dokter?"
Dinda menarik pelan lengan Biru untuk keluar ruangan, menghindari tatapan dua pasang mata nyalang pada keduanya. Saka dan Aldo tetap mengamati yang di seberang lekat-lekat. Seolah kalau mereka berkedip, Dinda bisa hilang dibawa Biru.
"Gastritis. Kayanya udah lama abang sakitnya tapi nggak pernah dirasa. But he's fine, at least for now. Maaf banget harus cabut duluan tadi. Ada yang bisa aku bantu nggak? Ini kamu langsung balik atau gimana?"
"It's okay, Adinda. Semua udah beres kok tinggal benerin laporan, tapi biar aku aja. Okay?"
Biru menggeleng cepat saat Dinda sudah hendak membantah, "Ada yang lebih penting dari kerjaan. Lagian cuma bikin laporan ini, setengah jam juga selesai. Heidi juga udah aku kirimin notulensi jadi semua udah beres."
"Thank you, Biru. And sorry."
"No need to, Dinda. Setelah ini aku langsung balik. Nanti kamar kamu biar aku extend, entah kamu balik ke sana lagi atau nggak, at least barang kamu nggak tercecer kalau dititip ke orang lain. And please, take care of your health too, okay?"
Dinda mengangguk cepat, "Makasih sekali lagi. Take care ya, hati-hati di jalan."
Selepas Biru pamit, Jeff sudah terduduk dengan wajah sayu. Namun tetap bisa menampilkan wajah tidak sukanya begitu Dinda masuk.
"Abang, apa yang dirasain sekarang? Masih ada yang sakit?"
Jeff terdiam beberapa detik sebelum menghembuskan napas frustasi. Pria berlesung pipi itu memberi kode untuk Saka dan Aldo memberi ruang privasi.
"Adinda," Jeff membuka suara begitu pintu tertutup "kamu mau resign aja nggak?"
Jujur, bungsu Prakasita itu tidak mengantisipasi kalimat yang barusan terlontar. Jeffrian baru saja sadar dari 1 jam tidur dan langsung membahas sesuatu yang sudah mereka bahas ratusan kali. Dan jawabannya selalu sama.
"Abang tahu kan aku bakal jawab apa?"
"Tahu. Dan abang akan terus tanya hal yang sama sampai jawabannya berubah."