on mulmed —Dari mata-Jaz🎧
* * *
Pagi ini, tepatnya hari Minggu. Aksa terpaksa harus bangun dari alam mimpi karena suara mama nya yang menggelegar di kamarnya. Dengan langkah gontai ia segera pergi ke kamar mandi.
10 menit berlalu, Aksa turun dengan keadaannya yang sudah rapih.
"mau kemana sih ma?." tanya Aksa dengan ekspresi sedikit kesal tetapi ucapannya tetap tak bernada.
"Jemput anak teman mama.yang kemarin mama bilang sa." jawab Riska lalu setelah itu pergi ke arah dimana mobilnya sudah siap, tentu dengan Aksa yang langsung buru buru menyusulnya.
* * *
Aksa dan mamanya sampai, untungnya ibu kota hari ini sedang tidak macet. Dilihatnya rumah yang desain nya hampir sama dengan rumah Aksa, hanya berbeda ukuran. Rumah Aksa lebih luas, sepertinya. Riska langsung masuk kedalam rumah itu dengan Aksa yang mengekorinya. Disambut baik pula oleh para pekerja yang berada di rumah itu.
Gadis itu turun dengan penampilan simpel nya, dilengkapi koper yang berada di tangan kiri, dan tas di bahunya.
"Kamu Aletta ya?" tanya riska setelah melihat gadis yang baru turun dari tangga.
"Iya Tante." jawab Aletta seraya menyalimi tangan Riska.
Diliriknya laki laki di belakang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik ini, laki laki yang sama dengan laki laki yang waktu itu memberi tatapan 3 detik itu. Kakak kelasnya sepertinya. Sedangkan yang dilirik hanya bermain ponselnya.
* * *
"Eh iya, kenalin ini Aksa. Anak Tante" suara itu memecahkan keheningan didalam mobil BMW putih itu.
"Oh, iya Tante. Emang bener ya tan, kata bunda kalo Aksa ini satu sekolah sama aku?"
"iya, namanya Aksa Afrian Adhitama, kelas 12 di SMA yang sama kaya kamu. Orangnya gini ta, cuek cuek bebek. Maaf ya ta. Oh iya, kamu kalo ada yang dibutuhin bilang aja ya jangan sungkan." ujar Riska sedikit memberi penjelasan.
"Iya, makasih tante. Maaf kalo ngerepotin hehe." Ternyata bener,kakak kelas. Batin Aletta ikut menyahut.
"Nggak usah sungkan ya," balas Riska memberi senyuman hangat untuk Aletta.
"Sip Tan hehe," Aletta berucap seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, rasanya sangat canggung.
Mobil BMW putih yang dikendarai oleh Aksa sampai di kediaman Adhitama. Yang ada didalam nya turun dan langsung disambut oleh para pekerja di sana. Aletta dituntun Riska untuk masuk lebih dalam, memperkenalkan setiap sudut rumahnya dan menunjukkan kamar Aletta, dengan koper yang tadi sudah di bawakan oleh salah satu pekerja disana.
Riska turun ke lantai dasar, meninggalkan Aletta yang sedang merapihkan pakaiannya. Ditemukannya anak laki laki satu satunya itu sedang bermain ponselnya di ruang keluarga.
"Namanya Aletta sa." ujar Riska untuk menarik perhatian Aksa. Aksa berdehem sebagai jawabannya.
"Kamu jangan apa apain dia lho! Jagain dia!" seru Riska yang lebih tepatnya seperti perintah.lagi lagi jawabannya sama,deheman singkat.
* * *
Pagi ini, Dengan amat terpaksa Aksa harus berangkat bareng Aletta. Sebenernya ia tidak mau. Tapi mamanya itu terus saja memaksanya, ditambah ancaman ancaman bahwa motornya harus di sita untuk waktu yang lama, huft.
Kecanggungan. Keheningan. Kesunyian kini menghiasi motor yang di tumpangi 2 insan itu. Udara sejuk pagi ini sangat segar, ditambah dengan Jakarta yang pagi ini tidak terlalu padat.
Sesampainya di sekolah, mereka disambut oleh tatapan tatapan intimidasi dari murid murid yang melihat ke arah parkiran. Berbagai tatapan di lontarkan kepada kedua insan itu, Aksa dan Aletta. Tetapi tetap saja Aksa maupun Aletta tidak peduli.
Aksa berjalan ke arah kelasnya, 12 IPS 2. Meninggalkan Aletta yang masih diam ditempat. Dengan segera Aletta mencekal tangan Aksa, "ga usah pegang pegang!." Sahut aksa seraya melepas kasar tangan Aletta. "Kakak kelas berapa?" tanya Aletta to the point. "12 IPS 2." ujar Aksa lalu setelah itu pergi meninggalkan Aletta.
"Ihh! Dia ngga nanya gitu gue kelas berapa." gerutu Aletta kesal, lalu pergi menuju kelas barunya yang baru ia tempati 2 hari lalu.
* * *
1 kata untuk chapter ini?Tinggalkan jejak teman teman!
-VOTE UNTUK LANJUT!<3.
TBC<3!

KAMU SEDANG MEMBACA
AksAleta's Story
Teen FictionDia, Aksa Afrian Adhitama Cowok misterius dengan tatapan tajam nan dingin milik nya. Dia, penguasa sekolah. Bukan, dia bukan berandalan sekolah, melainkan murid pintar di sekolah, tapi hobinya berkelahi. Dia, penguasa materi. Dia, penguasa jalanan. ...