Penyesalan Irsyad
Flora memperhatikan putranya yang tengah sibuk menjelaskan tentang arti dari lukisan miliknya dengan antusias. Di lukisan itu tampak sebuah keluarga yang tengah menikmati sunset , menggambarkan kehangatan keluarga yang selama ini dia rindukan. Wanita itu tersenyum sendu, ia tak tahu apakah semua masih bisa kembali seperti dulu. Namun, semua yang terjadi tetap membuatnya merasa bersyukur karena ia bisa sedekat sekarang dengan putranya.
"Bunda, aku rindu Ayah. Tapi aku terlalu takut untuk bertemu Ayah." ucap Aaron tiba-tiba membuat Flora tersenyum sendu.
"Kamu jangan takut sama Ayah, sekarang kamu punya Bunda. Kalau Ayah jahat sama kamu, kan, ada Bunda yang akan lindungi kamu." ucap Flora sambil mengelus rambut lebat milik putranya.
"Makasih, Bunda." Aaron memeluk erat Flora.
"Duh, anak Bunda kok jadi manja gini sih?" Ujar Flora bercanda untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba membuatnya tidak nyaman.
"Biarin, ke Bunda sendiri ini." Aaron merenggut kesal. Sedangkan Flora terkekeh lucu melihat wajah menggemaskan anaknya.
"Ya sudah, kamu cepetan beresin alat lukisnya, kita makan malam dulu." Aaron menuruti perintah Flora dengan secepat kilat semuanya sudah beres, lalu mereka berdua segera bergegas ke arah meja makan untuk menikmati makan malam.
Dua tahun terakhir ini Flora dan Aaron hidup bahagia walaupun tanpa kehadiran Irsyad. Mereka justru menikmati setiap kebersamaan yang dulu pernah hilang karena kebencian yang Flora tanam. Sekarang, hidup mereka terasa lebih baik. Apalagi Aaron sudah berhasil menjadi seorang pelukis, seperti yang pernah ia harapkan. Bahkan, sudah berkali-kali ia menang dalam beberapa lomba lukis dan berhasil mendirikan sanggar seni.
****
Di tempat yang berbeda, Irsyad justru tengah bertengkar hebat dengan Monica karena ia diusir dari rumahnya sendiri. Bahkan, wanita itu berani membawa lelaki lain yang diperkenalkan sebagai suaminya. Keduanya memang telah resmi bercerai sejak sebulan yang lalu. Namun, yang membuat Irsyad tak habis pikir adalah wanita itu berani mengusirnya dari rumahnya, rumah yang dibangun dari hasil jerih payahnya.
"Mas, lebih baik kamu segera pergi dari rumah ini karena rumah ini akan aku tempati bersama suami baruku," ucap Monica.
"Rumah ini milikku. Kamu dan dia sama sekali tidak berhak mengusirku dari sini!" tegas Irsyad.
"Siapa bilang?" Monica menyodorkan map berisi sertifikat rumah.
Irsyad terbelalak tak percaya, tidak mungkin—sertifikat rumah itu atas Monica bukan namanya. Wanita itu segera menarik map itu dari tangan Irsyad.
"Bagaimana? Percaya, kalau rumah ini sudah jadi milikku. Kamu terlalu bodoh, Mas," Monica tersenyum miring.
"Licik kamu, ya. Saya benar-benar tidak menyangka sikap asli kamu seperti ini. Gila harta, kamu bisa melakukan apapun demi harta. Semoga hidupmu baik-baik saja setelah ini." Monica menatap wajah Irsyad dengan sangat angkuh. Akhirnya, setelah penantian panjang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ia bisa terbebas dari Irsyad, lelaki yang selama ini tak ia cintai. Irsyad terlalu bodoh, ia terlalu mudah untuk dirinya tipu.
Sudah banyak lelaki kaya raya yang berhasil Monica taklukan. Sama seperti Irsyad setelah harta dikeruk habis baru ia akan tinggalkan.
"Claudia akan saya bawa, saya tidak mau Claudia sama seperti kamu, berhati iblis yang hanya mementingkan harta saja." setelah itu Irsyad pergi meninggalkan Monica dengan suami barunya.
"Silahkan, memangnya selama ini saya menganggap Claudia ada? Tidak sama sekali, saya benci punya anak dari kamu, Mas!" hati Irsyad tertohok, ia benar-benar tidak mengenali wanita yang sedang berada di hadapannya ini.
Dengan sambil menggendong Claudia yang masih kecil ia menaiki mobilnya, menaikan beberapa koper miliknya dan juga pakaian milik Claudia yang memang sudah Monica siapkan. Hati Monica memang sudah beku semoga dia tidak menyesal telah membuang Claudia, anaknya, darah dagingnya.
***
Tak lama Irsyad memberhentikan mobil di sebuah parkiran bawah tanah apartemen yang dulu sempat ia tinggali bersama Flora. Selama perjalanan, Claudia tampak terlelap dalam tidur. Waktu sudah menunjukan tengah malam, dan dengan nekadnya ia membawa Claudia berkeliaran di jalanan. Beruntungnya Claudia anak yang tidak rewel.
Irsyad memasuki apartemen yang sudah lama tak pernah dikunjungi, tempat ini sempat mereka tinggali bersama kedua anaknya selama beberapa tahun. Banyak kenangan indah bersama Flora di tempat ini. Sebelum usahanya meningkat pesat, ia sempat mengajak Flora untuk tinggal di apartemen yang tidak terlalu mewah karena belum mampu membeli rumah.
Suasananya masih sama, bahkan isinya pun belum pernah berubah. Irsyad semakin merindukan Flora, ia menyesal telah meninggalkan wanita itu, ia juga sangat-sangat menyesal telah berbuat kasar kepada Aaron.
"Flora, Aaron, Aaric, Ayah rindu kalian." Irsyad menangis tersedu. Percuma, ia sudah kehilangan semuanya. Keberadaan Flora saja dirinya tidak tahu. Tidak ada yang tahu keberadaan mereka berdua termasuk orang kepercayaannya sekalipun. Mungkin besok ia yang akan mencarinya sendiri.
Irsyad mengusap foto yang terletak di atas nakas. Foto itu diambil ketika mereka tengah berlibur ke Bali, dengan latar sunset di Pantai Kuta. Kedua putranya tampak tersenyum sembari memeluk Flora dari samping. Andai bisa mengulang waktu, ia tak akan pernah meninggalkan Flora serta Aaron demi mencari kebahagiaan lain. Karena kebahagiaan lain yang pernah menyilaukan matanya, ternyata hanyalah semu.
Bodoh. Monica benar, ia memang terlalu bodoh karena memilih wanita licik itu. Putri kandungnya sendiri saja tidak dipedulikan apalagi ia yang bukan siapa-siapa. Irsyad meletakkan kembali foto itu ke tempat semula. Kemudian ia beranjak menuju sofa dan menyalakan televisi. Sosok yang hadir sebagai bintang tamu di salah satu acara talk show itu mecetak senyum lebar di bibir pria itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Vulnere ✔
Roman pour AdolescentsTerlahir serupa, tidak membuat Aaric dan Aaroon memiliki kemampuan dan sifat yang sama. Aaric dengan segala kesempurnaanya, dan Aaroon dengan segala keterbatasannya. Sang kakak yang penuh pujian, dan Aaroon yang penuh dengan cibiran dan hinanaan, ba...