Aaron mengerjapkan matanya, ia terbangun dengan keadaan yang masih lemah. Aaron menyipitkan matanya ketika cahaya masuk dari sela-sela gorden yang tidak tertutup rapi. Semalam, Aaron hampir saja melakukan hal bodoh dalam hidupnya yaitu melakukan percobaan bunuh diri menggunakan gunting untuk menyayat urat nadinya.
Namun, tiba-tiba bayangan wajah Bunda muncul di hadapannya dengan senyum yang merekah indah di wajah Bundanya.
Dengan tangan gemetar, Aaron melempar gunting itu jauh dari jangkauannya. Ia masih ingin hidup, ia harus berjuang untuk hidup. Bukan untuk Ayahnya, setidaknya untuk Bundanya yang suatu saat nanti akan kembali.
Brak!
Tiba-tiba pintu kamar Aaron dibuka dengan kasar. Mungkin pintu itu sebentar lagi akan rusak karena sering dibanting oleh Arsyad.
Pemuda itu terkejut ketika melihat Ayahnya masuk ke kamarnya.Arsyad membawa nampan berisi makan dan minum, ia berjalan ke arah Aaron yang menundukan kepalanya takut.
"Makan! Saya gak mau kamu mati dengan cepat. Saya masih membutuhkan kamu untuk menggantikan Aaric," ucap Arsyad sambil menaruh nampan itu di atas nakas.
Aaron semakin menundukan kepala, ketika tangan Arsyad sudah mengambang di atas seperti hendak memukul. Namun, dugaannya salah. Ternyata Arsyad hanya ingin menepuk bahu Aaron.
"Saya harap kejadian kemarin tidak terulang lagi. Jika kamu berani melanggar, saya pastikan Bunda kamu tidak akan selamat!" ujar Arsyad dengan senyum smirk miliknya. Aaron mendongakkan kepala ketika Flora—Bundanya di bawa dalam permasalahan antara dirinya dan Arsyad.
"Ayah, tolong jangan sakiti Bunda. Aku gak mau Bunda kenapa-napa," ucap Aaron memohon.
Arsyad tertawa, suara tawanya terdengar mengerikan di telinga Aaron.
"Itu tergantung kamu. Kalau kamu melanggar tidak hanya kamu yang saya sakiti, tapi juga Bundamu," seru Arsyad sambil menepuk pipi Aaron pelan lalu pergi meninggalkan Aaron yang sedang menangis tanpa suara.
"Bunda. Maafkan, aku," ucapnya lirih sambil mengusap wajahnya kasar.
***
Hari ini, Aaron kembali kuliah seperti biasa. Ia senang, seperti baru saja terbebas dari jeruji besi yang amat menakutkan.
Walau tubuhnya masih terasa ngilu akibat pukulan dan demam yang mungkin masih belum turun. Namun, Aaron tetap semangat. Ia harus selalu semangat. Jika tidak, entah apa yang akan Arsyad lakukan kepada Flora.
Saat ini Aaron sedang duduk di kursi taman di bawah pohon yang rindang. Ditemani secangkir kopi dingin, ia sedang melukiskan keindahan alam dengan menggunakan media sketch book dan pensil yang selalu ia bawa kemana-mana tentunya tanpa Arsyad tahu.
"Hei, Ron. Lagi apa, lo?" Tanya Revan yang datang tiba-tiba sampai membuat Aaron terkejut lalu dengan cepat menutup sketch book-nya.
"Lo, dateng-dateng bikin kaget gue aja," ujar Aaron sambil membereskan peralatan gambarnya.
"Lho, dari kapan Lo suka gambar?" tanya Revan, memang Aaron tidak pernah memberi tahu siapa pun tentang bakat satunya ini. Mereka hanya tahu Aaron berbakat dalam pelajaran Sains saja. Bahkan, Revan, teman dekatnya pun tidak mengetahui itu.
"Enggak, lo cuman salah lihat," ucap Aaron gelagapan. Revan menatap wajah Aaron intens. Ia tahu pasti, Aaron sedang berbohong.
"Lo gak mau kasih tahu ke gue? Oke, gak papa gue emang bukan sahabat lo. Gue cuma temen biasa yang gak berhak tau apa-apa tentang lo," ucap Revan berlalu pergi meninggalkan Aaron dengan rasa tak enak hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vulnere ✔
Novela JuvenilTerlahir serupa, tidak membuat Aaric dan Aaroon memiliki kemampuan dan sifat yang sama. Aaric dengan segala kesempurnaanya, dan Aaroon dengan segala keterbatasannya. Sang kakak yang penuh pujian, dan Aaroon yang penuh dengan cibiran dan hinanaan, ba...