Hilang Arah

2.9K 220 6
                                        

Suasana libur kali ini berbeda dari biasanya. Aaron yang biasanya hanya menghabiskan waktu mengurung diri di kamarnya, kali ini tampak sibuk dengan pot serta tanaman yang siap dipindahkan. Pemuda itu membantu sang Bunda untuk menanam beraneka macam bunga di halaman belakang rumahnya.

Sejak Flora kembali, halaman itu kembali dihiasi dengan beraneka tanaman hias. Beberapa diantaranya, mawar dengan berbagai warna, anggrek, alamanda, amarilis, dan geranium.

Aaron sibuk mengisi pot dengan tanah yang telah dicampurkan dengan pupuk, kemudian memindahkan tanaman hias yang tersedia ke dalamnya.  Sementara Flora sibuk menata posisi pot-pot yang telah terisi tanaman baru, agar terlihat indah dipandang mata.

Setelah hampir satu jam berkutat dengan tanah dan tanaman,  akhirnya  pekerjaan keduanya selesai. Halaman belakang itu tampak lebih berwarna kembali. Mereka pun duduk di kursi yang tersedia di sana,  menikmati keindahan yang tersaji di hadapannya. 

"Terimakasih, Sayang,  karena sudah membantu Bunda menata kembali taman kecil ini, " ucap Flora tersenyum. 

"Aaron senang bisa membantu Bunda, lagi pula hari ini gak ada kegiatan lain," jawab Aaron. 

Perbincangan keduanya terhenti, ketika mendengar suara mobil Irsyad memasuki garasi. Waktu baru menunjukkan pukul sembilan pagi,  tak biasanya ia kembali ke rumah.  Kecuali,  jika ada barang atau berkas yang tertinggal.

Flora beranjak, kemudian masuk ke dalam diikuti oleh putranya.  Langkah keduanya terhenti di ambang pintu ruang tamu, mendapati Irsyad membawa seorang wanita cantik dengan  dress selutut tanpa lengan. Tangan Irsyad tampak memeluk pinggang ramping wanita itu dengan mesra.

"Yah,  dia siapa?" tanya Flora.

"Dia calon istri keduaku,  aku sudah bosan dengan wanita sepertimu," tegas Irsyad. 

"Kamu tidak bisa menikahinya tanpa persetujuan dariku," tegas Flora.

"Yah. Ayah sudah keterlaluan, Aaron tidak akan membiarkan pernikahan itu terjadi." Aaron tersulut emosi.

Aaron menarik lengan wanita cantik itu,  dan membawanya keluar.  Sedangkan, Irsyad dan Flora saling berteriak satu sama lain.  Bahkan melemparkan beberapa barang yang ada di sekitarnya,  menimbulkan bunyi benda berjatuhan di dalam sana.

"Kamu itu masih muda dan cantik,  seharusnya kamu bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari Ayahku. Kamu lebih pantas menjadi putrinya dibandingkan menjadi istrinya,"  tegas Aaron. 

Wanita itu diam dan menunduk, tak berani menatap netra Aaron yang tampak berkilat-kilat karena emosi.

"Apa yang kamu cari dari Ayahku? Dia seorang pria beristri dengan dua orang anak yang sudah tumbuh dewasa.  Jika kamu yang berada di posisiku, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Aaron. 

Wanita itu segera berlari keluar meninggalkan rumah mewah milik Flora. Setelah wanita itu pergi,  Aaron segera kembali ke dalam. Karena sejak tadi ia mendengar pertengkaran hebat orang tuanya, disusul suara benda-benda berjatuhan. 

"Kamu keterlaluan, Yah.  Apa yang kurang dari aku?  Bicara!  Biar aku bisa memperbaiki semuanya.  Tetapi,  tidak dengan membawa wanita lain ke rumah ini. Rumah ini, milikku. Kamu tidak bisa membawa masuk wanita lain ke rumah ini tanpa izin dariku," teriak Flora.

Flora melemparkan guci kecil yang diletakkan di atas meja,  hingga membuatnya hancur berserakan. Membuat emosi Irsyad kian memuncak, karena guci itu adalah barang kesayangannya. Dibeli langsung dari Italia, sepuluh tahun yang lalu. 

Tak mau kalah, Irsyad juga melemparkan vas bunga kesayangan Flora ke arah wanita itu. Aaron yang melihatnya, segera berlari ke arah Flora. Beruntung karena vas itu tidak mengenai Flora,  melainkan mengenai tembok.

Aaron yang tersulut emosi, memukul wajah Ayahnya.  Membuat Irsyad, balas memukul dan mendorong tubuh Aaron. Naas, saat Aaron terjatuh kepalanya membentur sudut meja. Menimbulkan luka terbuka di pelipis kanannya. Darah segar mengalir tanpa henti dari lukanya, membuat Flora segera menghampiri putranya yang sudah tak sadarkan diri. 

"Jika sampai terjadi sesuatu pada putraku,  aku tidak akan pernah memaafkanmu," ucap Flora dingin.

Irsyad menyesali perbuatannya, ia pun membantu Flora mengangkat tubuh putranya yang bersimbah darah dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Sesampainya di sana, Aaron segera mendapatkan perawatan. Sedangkan Irsyad dan Flora menunggu dengan cemas di depan ruang perawatan. 
Setelah hampir setengah jam menunggu, dokter yang menangani Aaron keluar. 

"Bagimana keadaan putra kami, Dok? " tanya Flora.

"Mari kita bicarakan diruangan saya saja," ucap Dokter Riki kepada sepasang suami istri itu. Lalu Irsyad dan Flora mengikuti kemana perginya Dokter itu.

Sesampainya di ruangan Dokter Riki yang bernuansa coklat muda, Dokter Riki menjelaskan mengenai kondisi Aaron.

"Pasien kehilangan banyak darah,  dan membutuhkan donor segera. Kalau tidak,  nyawanya mungkin tidak bisa diselamatkan. Lukanya memang kecil,  tetapi sangat berbahaya mengingat pasien merupakan penyandang hemofilia," jelas Dokter Riki. 

Mendengar penuturan dokter,  membuat rasa sesal kian dalam di hati Flora terutama Irsyad.  Keduanya sama sekali tak mengetahui tentang itu,  karena Aaron sama sekali tak pernah memberitahukan perihal kondisinya. 

"Hemofilia, Dok?" Tanya Flora sekali lagi.

"Benar, Bu. Hemofilia merupakan penyakit yang menyebabkan  gangguan perdarahan akibat kurangnya faktor pembeku darah.  Sehingga perdarahan berlangsung lebih lama ketika tubuh mengalami luka," jelas Dokter Riki.

"Lalu apa yang harus kita lakukan untuk kesembuhan anak kami, Dok?" tanya Flora dengan air mata yang sudah berderai membasahi pipinya.

Dokter Riki tampak menghela napas panjang. "Sampai saat ini belum ada jenis pengobatan yang mampu menyembuhkan penyakit seperti yang diderita oleh Aaron. Namun,  untuk mengurangi risiko perdarahan bisa diberikan suntikan faktor pembekuan. Di Indonesia, obat ini masih tergolong langka,  kalaupun ada harganya sangat mahal, " jelas Dokter Riki.
Setelah mendengar penjelasan Dokter Riki, Irsyad malah pergi dari ruangan Dokter tersebut tanpa berucap satu kata pun.  Flora segera menyusul suaminya keluar,  setelah ia berpsmitan pada dokter Riki. Ia menemukan suaminya berada di taman rumah sakit. Wajahnya tampak biasa saja tanpa ada raut cemas, seolah ia tak peduli dengan keadaan anaknya di dalam sana.

"Jadi, apa yang selama ini kamu lakukan ketika aku tidak ada? Apa kamu tidak pernah memperhatikan Aaron sedikit pun? Sampai Aaron sakit pun kamu gak tahu?" tanya Flora yang masih menahan amarahnya.

"Cih! Untuk apa saya peduli sama dia? Dia tidak pernah membuat saya senang, termasuk kamu!" ucap Irsyad dengan nada tinggi.

"Keterlaluan kamu! Bertahun-tahun aku selalu sabar menyikapi sikap kamu yang pemarah, tapi apa balasannya? Dari dulu kamu memang orang yang suka selingkuh, dan aku selalu memaafkan kamu, berharap suatu saat nanti kamu akan berubah. Tapi nyatanya kamu belum juga berubah. Dan sekarang, apa yang kamu lakukan kepada anakku membuat kesabaranku habis. Sudah cukup, lebih baik kita akhiri sampai disini saja!" ujar Flora sambil menangis tersedu.

Bukannya terkejut, Irsyad malah tertawa, tawa yang membuat Flora ingin memukul wajah suaminya dengan sepatu yang kini ia kenakan.

"Itu lebih baik. Kenapa tidak dari dulu? Selama ini aku selalu menantikan momen ini, Flora. Baik, besok aku akan mengurus semuannya, "  kata Irsyad yang tampak senang.

"Baik. Jangan sampai kamu menyesal telah mencampakan Aaron dan juga aku. Jika kamu tidak menemukan tempat yang nyaman, jangan pernah kamu kembali!" tekan Flora membuat Irsyad semakin tertawa terbahak-bahak.

"Jangan mimpi! Aku malah senang, kini aku terbebas dari wanita gila sepertimu dan juga anak penyakitan seperti anakmu," ucap Irsyad, lalu ia meninggalkan Flora di taman sendirian. Setelah perginya Irsyad, Flora meluruhkan Tubuhnya di rerumputan yang tampak basah sehabis di guyur hujan siang tadi. Flora tampak mengenaskan, hatinya hancur ketika Irsyad menyetujui gugatan perceraian. Bukan ini yang ia mau, tapi ini yang harus ia lakukan untuk Aaron.

Bersambung...

Vulnere ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang