Awal Kisah Baru

2K 117 2
                                    

" .... Orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan adlah mencintai orang yang berbuat kebaikan."

Q.S. Ali Imran: 134


"Bun, bisakah kita seperti dulu lagi?"

Penuturan Aaron membuat sang ibu terpaku di tempatnya, dia sudah terlanjur kecewa dengan sikap Irsyad. Baginya, lelaki itu tak lagi pantas menjadi suami dan ayah bagi putranya. Rasa cintanya telah benar-benar lenyap tanpa sisa, sejak Irsyad memilih membawa wanita lain ke rumah dan mencampakkannya.

"Sayang, semua tak mungkin kembali sama seperti dulu. Dia sudah punya kehidupan sendiri, kita pun begitu. Kita tetap bisa bahagia walaupun tanpa lelaki itu lagi." Flora  mengusap rambut hitam putranya.

Aaron menunduk, ia tahu bahwa sang ibu belum mampu memaafkan Irsyad. Jadi, pemuda itu tak berani memaksa lebih jauh karena tak ingin membebani. Sedalam apa pun keinginannya agar keluarganya kembali utuh, ia tak akan memaksakan kehendak pada sang ibu untuk menerima ayahnya kembali .

"Bunda sudah memaafkan ayah, tapi  masih belum bisa menerimanya kembali. Ayah udah jahat sama kamu, hal yang sama sekali enggak bisa diterima. Dia boleh menyakiti bunda, tetapi tidak denganmu karena kamu satu-satunya harta yang tidak ternilai harganya."  Flora memeluk putranya dengan erat.

Aaron tidak menyangka kehidupannya akan menjadi seperti ini. Jika boleh meminta, ia hanya ingin keluarganya kembali utuh seperti semula.

****

Irsyad terlihat  kelimpungan menggendong Claudia yang sedari tadi menangis  tanpa henti. Dia tidak tahu harus bagaiama lagi, susu yang  dibuat pun masih utuh karena  putrinya tidak mau minum. Bocah dua tahun itu  justru  muntah dan badannya pun terasa panas membuat lelaki  itu cemas sekaligus takut.

"Dek, jangan sakit. Ayah enggak tau harus bagaimana. Maafkan ayah karena tidak bisa merawatmu dengan baik."  Irsyad mencium  pipi gembul Claudia.

Tangisan Claudia yang tidak kunjung berhenti, membuat  Irsyad menelepon Monica.  Mungkin putrinya  merindukan sang ibu.

Berkali-kali Irsyad menelepon, tetapi tak ada jawaban, seluruh pesan yang ia kirim pun sama sekali tak dibalas.

Akhirnya, Irsyad memutuskan untuk menghubungi Flora, berharap wanita itu akan membantunya. Jika bukan karenanya, setidaknya untuk Claudia.

"Sudah kubilang jangan menghubungiku lagi. Aku tidak akan mengubah keputusanku."

"Bantu aku kali ini saja. Claudia sejak tadi rewel,  badannya juga terasa panas. Aku tidak tahu lagi harus menghubungi siapa." Irsyad mengiba.

"Kamu bawa dia ke rumah sakit Medika, aku dan Aaron akan menyusul ke sana!

"Flo–"

Klik!

Flora mematikan panggilannya sepihak, membuat Irsyad mendengkus kesal. Namun, tak urung segaris senyum tercetak di bibirnya. Dia tahu bahwa mantan istrinya itu  masih menyimpan kepedulian untuknya.

Irsyad segera menuju mobilnya dan bergegas ke rumah sakit. Dia bernapas lega karena Flora mau membantunya. Selain itu,  juga berharap bahwa ini awal yang baik untuk membenahi hubungan mereka.

Flora pun bergegas pergi ke rumah sakit bersama Aaron, dia akui bahwa belum bisa memaafkan lelaki itu. Namun, Claudia tidak ada hubungannya dengan masalah mereka. Tidak adil apabila menumpahkan segala kesalahan orang tuabocah itu  padanya atas  semua yang terjadi karena dia tak mengerti apa pun.

Setengah jam kemudian, mereka tiba bersamaan di rumah sakit. Flora  mengambil alih Claudia dalam gendongannya dan membawanya masuk untuk menemui dokter. Bocah dua tahun itu tak lagi rewel, sebaliknya tertidur pulas dalam dekapan Flora.  Setelah melakukan pendaftaran dan mengantri, akhirnya mereka bisa berjumpa dengan dokter.

"Bagaimana kondisinya, Dok?" Flora melirik Claudia yang terbaring di brankar. 

"Alhamdulillah tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dia hanya demam biasa. Namun, saya sarankan untuk dirawat di sini sementara  waktu."

Flora mengangguk, dia merasa bersalah pada Claudia karena sempat menjadikan bocah itu tumpuan kebenciannya pada Irsyad dan Monica. Mulai sekarang, dia akan berusaha menebus kesalahannya  dengan merawat  dan menganggap Caludia seperti putrinya sendiri.

"Sayang, cepat sembuh, ya! Setelah kamu sembuh, saya janji akan mengajakmu ke taman bermain. Kamu bisa bermain sesukamu di sana." Flora menggenggam jemari Claudia.

Irsyad tersenyum melihat interaksi Flora dan putrinya. Dia yakin bahwa kesempatan itu masih ada untuknya, sekecil apa pun itu. Perlahan dia pun  mendekat dan menggenggam jemari Flora.

"Terima kasih karena mau menerima Claudia, aku janji tidak akan mengulang kesalahan yang sama."

Flora menepis tangan Irsyad dengan kasar dan berbalik pergi. Dia memilih untuk keluar dari ruang rawat Claudia dan menemui Aaron yang menunggu di luar. Dihampirinya sang putra yang tampak menunggu dengan cemas di ruang tunggu.

"Bun, bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja, kan?"

"Claudia baik-baik saja, tetapi  dokter meminta  agar dia tetap dirawat di sini. Setidaknya sampai demamnya benar-benar turun."

Aaron memundurkan langkahnya ketika netranya menangkap sosok Irsyad sudah berdiri di belakang sang bunda. Rasa takut itu masih ada di benaknya, mengingat perlakuan lelaki itu beberapa tahun silam. Flora yang menyadari perubahan raut wajah putranya pun turut menoleh, dan segera mengajak pemuda itu untuk menjauh.

"Tidak adakah maaf bagi ayah?"

Suara Irsyad membuat langkah Flora dan Aaron berhenti. Namun, keduanya tak menoleh sama sekali. Mereka memberi kesempatan pada lelaki itu untuk melanjutkan kata-katanya.

"Ayah  akui bahwa ayah bersalah karena telah melukaimu dan ibumu sedemikian rupa. Namun, tidak bisakah kalian memberi kesempatan kedua? Ayah janji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." Irsyad menundukkan tubuhnya  dan berlutut.

Flora dan Aaron kompak menoleh. Aaron memberanikan diri mendekati sang ayah dan memeluknya cukup erat. Kerinduannya pada lelaki itu  mampu  mengalahkan ketakutannya. Sementara, Flora masih bergeming di tempatnya karena tak tahu harus bersikap bagaimana.

"Kita mulai semuanya dari awal, lupakan apa yang pernah terjadi karena  aku sudah mengikhlaskan semuanya. Semua yang terjadi biarlah tetap tersimpan rapi sebagai bahan pembelajaran agar tak mengulang kesalahan yang sama di masa mendatang." Segaris senyum tercetak di bibir tipisnya.

Tanpa disadari air mata mengalir deras dari sudut mata Flora, dia sendiri tak tahu arti air mata itu. Sedih, senang, terharu, atau apa pun itu. Namun, hatinya merasa lebih lega setelah mendengar pernyataan putranya. Aaron benar, semua itu sudah berlalu. Meski, tak bisa dipungkiri bahwa rasa sakit itu masih nyata adanya.

"Aaron tak akan meminta agar kalian kembali bersama. Aku hanya ingin kalian berdamai dengan semuanya. Jangan lagi menyimpan amarah dan dendam karena hanya akan merusak diri sendiri. Apa pun keputusan kalian nantinya, aku akan menerima dengan ikhlas."

Vulnere ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang