Harapan yang Pudar

2.4K 158 2
                                    

Setelah kejadian kemarin Flora tidak keluar kamar, yang ia lakukan hanyalah merenung lalu menangis hingga matanya membengkak. Sama halnya dengan Aaron, ia pun masih merenungkan apa yang telah terjadi. Ia sangat ingin bertemu dan sangat merindukan ayahnya . Namun, mengapa setelah Irsyad ada di hadapannya ia justru teringat kejadian yang telah lalu, kejadian yang membuatnya takut.

Memori tentang sikap kasar Irsyad terputar begitu saja dalam otaknya bagai sebuah film. Semakin berusaha melawan, ia justru semakin ketakutan.  Bayang-bayang lelaki itu yang memarahi, bahkan memukul terpatri dalam ingatan. Disusul oleh memori-memori lain ketika ayahnya membawa wanita lain ke rumah,  memukul bundanya,  bahkan mencampakkannya. 

Ada rasa benci yang tanpa sadar ia tanam, ketakutan yang entah datang dari mana,  dan kerinduan yang menelusup hatinya. Ia tak tahu bagaimana harus menyikapi semuanya.

Lamunan Aaron terbuyarkan dengan kedatangan Flora, ia duduk di sebelah Aaron. Lalu memeluknya dari
samping, ia tahu Aaron pasti butuh sosok yang bisa menguatkannya. Sebisa mungkin Flora mencoba untuk kuat di hadapan putranya.

"Lupain semua yang telah terjadi, kamu pasti bisa!" bisik Flora.

"Bunda, siapa yang Ayah gendong kemarin? Ayah terlihat menyayangi anak kecil itu. Aku juga ingin seperti anak kecil itu." Flora menitikkan air mata mendengar pernyataan putranya. Rasa bersalah kembali menyeruak, rasanya wanita itu ingin mengulang kembali masa-masa dahulu. Tak akan ia membenci Aaron. Hidupnya terlalu menyakitkan, dari dulu Aaron tak pernah mendapatkan kasih sayang yang utuh darinya ataupun Irsyad. Mereka justru menganak-tirikan Aaron dengan Aaric. Bersikap tidak adil terhadapnya, bahkan sering kali mencaci-maki putranya itu.

"Kamu jangan sedih, ada Bunda. Bunda akan selalu ada di samping kamu, Bunda bisa menjadi ibu sekaligus ayah untukmu. Mungkin ayah sudah bahagia dengan keluarga barunya, tapi kamu juga bisa bahagia dengan Bunda," ucap Flora.

Aaron memeluk Flora erat,  ia menangis dalam dekapan sang bunda.  Bundanya benar,  mereka tetap bisa bahagia walaupun tanpa Irsyad.

"Terima kasih, Bun karena sudah menjadi Ibu terbaik untukku." Aaron tersenyum menatap manik coklat Flora. 

Flora hanya mengangguk,  ia tak bisa berkata apa pun.  Mendengar penuturan putranya rasa bersalah dalam benaknya kian besar. Setelah apa yang telah dia lakukan pada Aaron,  putranya itu masih menganggapnya sebagai ibu terbaik.

Aaron mengusap air mata di wajah Flora dengan jemarinya, ia tak suka melihat Ibunya menangis–apa pun alasannya. Selama dua tahun terakhir, pemuda itu mencoba menyelami kedalaman netra sang bunda. Ia dapat melihat dengan jelas, sorot penyesalan dan kesedihan wanita itu.

"Bun, jangan pernah menangis lagi apa pun alasannya. Aku tidak suka ada air mata yang membanjiri wajah cantik, Bunda. Bunda akan tampak lebih cantik, jika tersenyum," ucap Aaron.

Seperti mantra, Flora tersenyum menuruti apa kata Aaron.

***

Di seberang jalan komplek perumahan mewah yang sepi, Irsyad berdiri mengarah ke rumah mewah yang kini menjadi tempat tinggal mantan istri dan juga putranya. Seorang informan suruhannya memberi tahu bahwa Flora dan Aaron tinggal di sini. Sudah sejam lamanya Irsyad berdiri, tanpa ada niat untuk masuk. Irsyad ingin meminta maaf kepada mereka, tapi ia tak punya nyali. Melihat Aaron yang ketakutan membuat rasa bersalahnya semakin mencuat.

Irsyad menghela napas panjang lalu di hembuskan. Sudah tidak banyak waktu lagi, Irsyad sudah sampai di sini, ia tak mau menyia-nyiakan waktu. Irsyad tidak akan meminta lebih, hanya mereka memaafkannya itu sudah lebih dari cukup. Meminta untuk kembali bersama pun rasanya tidak mungkin.  Irsyad sadar bahwa ia yang salah, dan dirinya pantas mendapatkan karmanya.

"Cari siapa, Pak?" tanya satpam yang menjaga rumah milik Flora.

"Apa benar ini rumah Flora?" tanya Irsyad memastikan.

"Iya, betul. Ada perlu apa,  Bapak mencari Ibu Flora?"

"Boleh saya bertemu dengan Flora? Ini sangat penting."

Belum juga menjawab, Satpam itu dikejutkan dengan kedatangan orang yang menjadi topik pembicaraan.

"Ada apa kamu cari saya?" tanya Flora sinis.

"Aku cuma mau minta maaf sama kamu dan  Aaron."

"Harus berapa kali kubilang,  aku tidak akan memaafkanmu!  Lebih baik kamu pergi sekarang juga!" seru Flora.

Suara bernada tinggi milik Flora membangunkan Claudia yang berada dalam gendongan Irsyad, membuatnya menangis karena terkejut.

"Lebih baik kamu pergi dari sini,  dan jangan pernah kembali lagi.  Kami sudah bahagia tanpamu, jadi kuharap kamu tidak menggangu ketenangan hidup kami lagi." Flora mengusir Irsyad tanpa peduli pada Claudia yang terus menangis.

Irsyad menundukkan kepalanya,  dia sadar kesalahannya pada Flora dan Aaron sangat fatal.  Namun, apakah dia tak pantas untuk dimaafkan?  Lelaki itu hanya ingin memperbaiki kembali hubungannya dengan mantan istrinya serta putra mereka.  Tak adakah kesempatan kedua untuknya?

"Flora, kumohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya demi Aaron dan Claudia.  Aku janji akan membahagiakan kalian." Irsyad berlutut di hadapan Flora.

"Demi Aaron dan Claudia,  katamu? Aaron sudah bahagia bersamaku,  meski tanpamu, Mas!  Bukankah Claudia masih  punya ibu? Lantas kenapa kamu membawanya ke sini? Jangan-jangan kamu sudah dicampakkan wanita itu? Benar, kan?" cecar Flora.

Irsyad terdiam karena semua ucapan mantan istrinya itu memang benar. Meskipun begitu, tetap saja hatinya seolah diiris sembilu—sakit.

"Kenapa diam? Apa yang  kukatakan barusan memang benar, kan?" Flora terkekeh seolah sedang mengejek Irsyad.

"Itu adalah hukum karma yang harus kamu tanggung, Mas. Selamat menikmatinya!" selesai berbicara, Flora langsung masuk ke dalam dan menyuruh satpam untuk mengusir Irsyad.

"Flora, aku mohon maafkan aku. Aku akan melakukan apapun asal kamu mau memaafkan ku. Flora!" teriak Irsyad di depan gerbang yang sudah tertutup rapat. Flora tidak tuli, ia masih mendengar Irsyad terus memanggil namanya. Namun, ia tidak peduli lagi, setelah apa yang sudah Irsyad lakukan kepadanya dan Aaron.  Wanita itu belum bisa memaafkan masa lalunya yang begitu kejam.

"Bunda." Flora menoleh ke arah tangga ketika suara Aaron terdengar.

"Apa itu Ayah?" Flora bungkam, ia tak bisa menjawab pertanyaan Aaron. Flora takut apabila Aaron bertemu dengan Irsyad maka Aaron akan kembali ketakutan.

"Kenapa belum tidur? Pasti kamu terganggu dengan teriakan orang gila itu, ya?" Flora mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Bun, yang di luar itu Ayah?" tanya Aaron lagi.

Flora menundukkan kepalanya, mencoba menyembunyikan raut cemas yang kian kentara.

"Aku mau lihat!" Aaron dengan cepat berlari membuka pintu dan melihat ke luar. Flora tak mampu mencegah karena gerakan putranya cukup gesit.

"Aaron!" teriak Irsyad memanggil anaknya yang keluar dengan tergesa-gesa.

Seketika Aaron diam, ia tak bisa berkata ataupun melangkah lebih dekat dengan Irsyad. Seolah semuanya mati rasa, kenangan masa lalu malah hinggap di kepalanya. Ia ingin memeluk Ayahnya, tetapi tubuhnya terasa. Bahkan,  hanya sekadar untuk menggerakkan kakinya, ia tak bisa.

"Sayang, ayo masuk!" Aaron tak menghiraukan perkataan Flora.

"Aku rindu Ayah." satu kata yang mampu menyayat hati Flora.

Vulnere ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang