Kulihat gedung megah tempat Mira--adik keduaku-- belajar model ini. Ah iya, Mira memang gemar sesuatu yang berbau feminim. Ia rela menggunakan waktu bermainnya untuk sekedar belajar mengenai modelling. Mulai dari berias, fashion, mc, hingga public speaking. Kadang aku merasa kalah dengan bocah umur sebelas tahun.
Tak ada tanda-tanda Mira sudah keluar. Itu berarti les nya belum selesai. Padahal jam sudah menunjukkan pukul lima lewat. Tak biasanya.
Bosan menunggu di mobil, akhirnya ku putuskan masuk ke dalam gedung itu. Beberapa petugas disana menyapaku. Aku sering menjemput Mira kalau-kalau mama sedang sibuk, maka dari itu tak sedikit yang mengenalku.
"Mira masih ada speech training sama mbak Karin. Kamu bisa tunggu disitu"
Dia namanya Fika, aku biasa memanggilnya Mbak Fika. Umur kami sebenarnya hanya terpaut satu tahun, tapi kebiasaan sebagai orang Jawa seakan sudah melekat pada diriku. Jadi, atas dasar kesopanan, siapa pun akan ku panggil 'mbak' kalau dia perempuan.
"Oke, mbak. Kok tumben banget jam segini belum selesai?"
"Lagi bikin persiapan si itu. Seminggu an lagi kan ada acara fashion. Dan Mira disaranin sama Mbak Karin buat ikut."
Aku mengangguk. Cukup terkejut sebenarnya, ternyata Mira sudah pantas ikut acara begituan.
Setelah itu, tak ada obrolan lagi diantara kami. Mbak Fika sibuk dengan komputernya dibalik meja resepsionis. Dan aku mulai bosan. Maka kuambil gawai ku dan memainkannya.
Beruntungnya, pintu ruangan--tempat Mira berlatih-- terbuka. Keluarlah dua orang dari sana, tentunya Mira dan Mbak Karin.
Kedua nya menghampiriku. Mbak Karin mengajakku berbicara sebentar mengenai perkembangan Mira. Dan aku yang tak paham pun lantas mengangguk-anggukkan kepala saja.
Sejak dulu, mbak Karin memang orangnya ramah sekali. Wanita itu selalu memiliki topik untuk dibicarakan. Aku suka saat dia berbicara. Maksudku, kalimatnya tersusun rapi. Intinya, pintar sekali dia dalam hal berbicara. Aku terlibat pembicaraan mengenai Mira hingga dunia model--yang digelutinya-- dengan Mbak Karin.
Hingga muncul lah suara yang menginterupsi pembicaraan kami.
"Karin, long time no see baby"
Kuputar kepalaku ke belakang--karena posisiku membelakangi pintu masuk-- untuk melihat seseorang yang berbicara tadi.
Didepan pintu masuk berupa kaca itu, berdirilah seorang wanita. Tangannya menenteng plastik yang berisi box--yang kutaksir berisi cake atau brownish. Tangan kanannya memegang kacamata hitam yang sepertinya ia kenakan tadi. Satu kata yang patut kusematkan pada orang itu. Cantik!
Mbak Karin yang tadi berada di depanku, langsung menghampiri orang itu. Mereka berpelukan sangat lama. Mereka juga melakukan ritual cipika-cipiki nya. Kebiasaan nona-nona indonesia banget. Betul kan?
"Ih, Ayundaa. Gue kangen banget sama lo deh"
Oh, namanya mbak Ayunda. Ku amati gerak gerik mereka. Gila. Gila. Mereka berdua sama-sama cantik, fashionista, putih, mulus, tak ada lecet sekali pun, dan tinggi. Tetapi obrolan mereka saling melempar predikat siapa-yang-lebih-cantik.
"Ya udah, saya aja yang paling cantik deh mbak" jawabku asal.
Teman mbak Karin itu melirikku. Tatapannya ramah, ia tersenyum ke arahku. Dan aku meleleh saat itu juga.
"Iya deh, kamu aja, biar adil"
Lanjut mbak Ayunda tadi kepadaku. Tak lupa ditutup dengan senyumnya yang menawan itu. Oh Tuhan, sungguh indah ciptaan-Mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gorgeous CEO [√]
ChickLit[ Completed ] Pertemuan tak sengaja di taman kota. Pertemuan tak direncanakan di tempat kursus model. Pertemuan tak disangka di tempat festival. Dan lagi, pertemuan ke empat sebagai seorang asisten pribadi dan CEO-nya. ___________________________...