Aku, Clarista, dan juga Zelvin sudah berada di rumahku. Ibuku menyambut mereka dengan hangat. Aku mengambil minuman untuk mereka. Saat aku kembali, aku melihat Clarista sedang duduk di posisi di bawah Zelvin, seperti ingin jatuh, Zelvin memegang tangannya. Mereka saling bertatap. Hey! Apa - apaan ini? Reflek gelas yang di tangan ku jatuh. Mereka berdua pun menoleh ke arahku. Emosi ku membara. Reflek aku meninggalkan mereka berdua dan masuk ke kamarku.
"Revan! Revan!" Kurasa Clarista dan Zelvin menyusulku ke kamarku.
"Revan, Revan ini bukan yang kek kamu liat Van."
"Van, tadi gue cuma nolongin Clarista Van!"
"Iya Van tadi HP aku mau jatoh terus aku reflek mau ngambil terus aku mau jatoh."
"Terus gue nolongin dia."
"PERGI LU SEMUA! PERGI!"
"Kenapa ini? Tadi tante denger gelasnya pecah."
"Ini tante tadi Revan salah paham."
"Salah paham apa?"
"Itu tadi kan Revan ambil minum, terus pas dia balik, dia liat Kita berdua tuh lagi hadep - hadepan gitu tan. Terus dia salah paham."
"Dasar Revan." Lalu ibuku mengetuk pintu kamarku. "Van, jangan gini dong, kasian teman - teman kamu."
"PERGIIII!"
"Yaudah kalian biarin Revan tenang aja dulu, besok paling dia baikan."
"Iya tante kami permisi dulu ya."
"Iya."
Clarista PoV
Aku dan Zelvin pun pamit pada ibu nya Revan dan kembali pulang ke rumah. Zelvin menawarkan untuk mrngantarkanku pulang, tetapi aku menolak, aku tidak mau masalah ini lebih panjang lagi.
'aku sama Zelvin ga ngapa - ngapain Van.' kataku sambil berharap Revan mendengar suara hatiku. Mataku memanas. Air mataku tidak terbendung lagi.
Back to Revan
'aku sama Zelvin ga ngapa - ngapain Van.' suara itu terngiang - ngiang di pikiranku. Seperti berbicara di dalam Goa yang tidak berujung. Hey! Kenapa suara Clarista di pikiranku? Hentikan! Tanpa sadar aku pun ikut menangis bersamaan dengan Clarista disana. Aku segera menghapus air mataku dan membuka pintu kamar, menuruni tangga dan pergi menemui Clarista. Masa bodo dengan abangnya yang gaboleh aku dekat sama Clarista, hatiku tidak tenang kalah belum bertemu dengannya.
Clarista PoV
"Neng, cantik." Clarista bergidik geli merasa dagu nya di toel oleh seorang preman. "Sini sama abang." Kata preman lainnya sambil memegang tanganku. Aku menepis tangannya dengan berjalan mundur. "Jangan sentuh gue!" Aku mempersiapkan ancang - ancang untuk menghajar mereka. Tetapi Clarista kalah jumlah. Tetapi saat bersama Revan kemarin dia tidak kesulitan sama sekali.
Back to Revan
Aku melihat Clarista yang sedang disiksa oleh preman. Kubuka helm ku dan menuruti si hitam. Dan menuju ke arah Clarista. Aku menghajar mereka. Kekuatanku Tak ragu kukeluarkan. Akhirnya mereka semua sudah terkalahkan. Kulihat Clarista sedang pingsan disana. Aku antar Clarista pulang. Masa bodo dengan abangnya itu. Yang penting Clarista selamat sampai rumah.
🐨
"Bang?" Kataku sambil mengetuk pintu. Kulihat seorang pria sekitar umur 23 tahun disana. "Kenapa?" Ia melihatku dengan tatapan datar, cenderung malas.
"Tadi saya liat Clarista lagi dikeroyokin preman jadi saya tolongin." Kataku sambil bergeser sedikit agar abangnya bisa melihatnya dengan jelas. Ya, aku menaruh Clarista di kursi tamu depan. Bisa saja aku digorok kalau aku menggendongnya.
"Yaampun ni anak. Udah gue bilangin gue jemput masi aja ngotot mau main dulu." Katanya sambil menghampiri Clarista dan menggendongnya ke dalam kamarnya. Dan ia keluar dan menghampiri ku.
"Makasih ya udah nolongin Clarista. Tapi tetep aja ya gue gamau lu deket - deket sama Clarista."
"Iya bang tenang aja."
"Yaudah gue mau jagain Clarista dulu lu balik aja udah malem. Hati - hati."
"Iya bang. Saya pulang ya."
"Iyaa."
Aku pun kembali menaiki motor kesayangan ku itu. Sebenarnya aku sangat khawatir pada keadannya. Besok saja aku tanyakan di sekolah. Aku langsung saja melesat ke rumahku.
🐨
Aku memasuki parkiran sekolah. Disana memang sangat ramai dengan semut - semut yang ingin menuntut ilmu. Aku segera menuju ke kelasku untuk menemui Clarista. Dari semalam aku sangat mengkhawatirkan Clarista. Aku ingin segera menemui nya.
"Revaaannnnnnn." Clarista berlari dan memeluk ku. Aku kaget dan hampir saja jatuh. Namun, aku segera menyeimbangkan tubuhku dan memeluknya.
"Pelukan teros ampe satu abad." Kata Zelvin menghampiri mereka berdua.
Kami kaget dan langsung melepas pelukan kita. "Hehehe." Clarista dan aku cengengesan.
"Kemaren tuh gue gaada apa - apa sama Clarista Pin."
"Iya kemaren juga Clarista ngasih tau. Ups ketauan."
"Hah? Kapan aku kasih Tau kamu?"
"Kemaren pas kamu jalan pulang keknya. Aku inget kamu bilang aku sama Zelvin ga ngapa - ngapain. Gitu kamu bilang."
"Lha? Itu kan aku ngomong dalam hati."
"Kontak batin keknya kalian."
"Widih asik bisa kontak batin. Dah lah yuk, kantin. Mau bolos laper."
"Heh! Gaboleh. Main bolos - bolos aja!" Kata Clarista sambil menjewer daun telling ku.
"Aduduh. Iya - iya canda sayang." Clarista melepaskan jeweran nya. Dan aku mengusap daun telingaku yang berubah warna menjadi merah.
_________________________________
To be continued..
__________________________________
Hi guys sorry up nya lama. Soalnya Hari senin uts mohon pengertiannya ya. Aku juga agak kurang sehat tadi siang.
Bye guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighters
RomanceRevan, seorang cowok bermata biru yang memiliki garis rahang yang tegas. Dan berambut coklat keemasan. Tidak hanya tampan, dia memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Tapi apakah Clarista dapan bertahan dengan Revan? Dengan sikapnya itu? WARNING: typ...