Republik Indonesia Serikat, 17 September 2025
Revan PoV
Sudah empat hari sesudah kejadian itu. Hubungan kami masih renggang. Gue masih belum mengerti apa salah gue. Feni hanya memberi selamat ke gue dengan setulus hati nya. Hari ini Hari libur. Gue berencana untuk mengajak Clarista keluar. Jam sepuluh pagi. Saat yang sempurna untuk keluar. Gue memakai celana panjang kain dengan kaos hitam juga. Gue menuruni tangga dan disana ada emak gue sedang nonton TV.
"Ma.." Merasa terpanggil mama pun menengok. "Kemaren masa temen aku mau kasih selamat Dan muji - muji aku terus nyium aku. Gak salah kan?"
"Cewe, cowo?"
"Cewe mah."
"Ya atuhlah salah Van gimana sih kamu. Kamu udah punya cewe Masa dicium cewe lain."
Gue dan mama terdiam sejenak.
"Bentar, kamu ciuman Van?"
"Iya, kenapa emang?"
"Atuh lah masih SMA ciuman. Astaga."
"Emang kenapa? Gaboleh?"
"Tapi aku udah nyium Clarista, gimana dong?"
"Yaudah lah serah kamu tuh bibir udah terkontaminasi."
"Anying si mama teh ya. Udahlah yang penting itu ga salah. Dah ya Revan mau pegi."
"Yalah yalah ati - ati ntar Clarista diambil."
"Si mama teh ya doain yang ngga - ngga."
"Ya kamu ga ngerasa salah gimana atuh?"
"Udah ah bye mah." Tanpa menunggu jawaban gue langsung pergi ke tempat Clarista.
🐨
"Claristaaa?" Nadaku seperti orang biasa yang memanggil tuan rumah. nada gelombang. Aku mencoba memanggilnya beberapa kali. Namun, tidak ada jawaban. aku meraih ponselku dan menelfonnya.
Berdering.
"Apa lo mau ngapain?" Suara bentakan yang sedikit serah ada di seberang sana. "Pergi lo mau ngapain sih?"
"Kenapa?"
"Lo masih tanya kenapa? Lo masih belom sadar salah lo apa? JANGAN TEMUIN GUE SEBELUM LO TAU KESALAHAN LO!"
"Clarist! Kamu kalo kayak gini terus kita putus."
"Gue. Gapeduli." Sambungan telfon diputus seketika. Amarah gue meluap. Salah gue apa? Gue gaada salah apa - apa.
Tiba - tiba listrik di rumah Clarista padam. Dan ada pelindung sihir berwarna ungu. Diatasnya ada seorang wanita yang berjubah serba ungu dengan tongkat di tangannya. Mirip semacam fighter, cuma dia pengguna jarak jauh yang lebih cocok dipanggil penyihir.
Aku bersiap untuk menyerang. Tetapi ia lebih dulu menyerangku dengan sihir petirnya, untungnya aku dapat menghindar dan menghampiri nya. Dan menyerangnya dengan cahaya sihir berbentuk kubus kuning itu. Ternyata, dia punya pelindung tersendiri.
"Hey, aku Punya hadiah untukmu." Dia melayangkan Clarista dengan keadaan tertidur.
"Apa yang kau inginkan?"
Dia tersenyum miring. "Bergabunglah denganku."
"Apa maksudmu?"
"Bergabunglah denganku. Jadilah partnerku dan kita akan menguasai dunia ini."
"Aku tidak mau."
"Baiklah aku akan menjadikan kepala nya pajanganku dirumah."
"Tidak. Mari Kita buat perjanjian, kalau aku mengalahkanmu kau tidak boleh mengganggu aku, Clarista, temanku, keluargaku maupun orang - orang yang kusayangi. Dan jika kau menang kau boleh membawaku Dan hapuslah ingatanku."
'Zelvin tolong bawa anak - anak lain gue butuh bantuan.'
Note: para fighters dapat berkomunikasi lewat pikiran.
'Hah? Lu kenapa bre?'
'Ini ada yang sandera Clarista buat nyuruh gue jadi budak dia.'
'lu dimana?'
'rumah Clarista.'
'oke tunggu. Ulur waktu sebentar.'
'oke gue tunggu secepatnya."
"Oh manggil temen yah? Rasanya ga Adil deh." Nenek lampir itu mulai membuat kubah yang lebih besar dari rumah Clarista. Dengan cepat aku melakukan serangan agar kubah itu tidak terbentuk.
Mampus lagi seru gue gantungin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fighters
RomanceRevan, seorang cowok bermata biru yang memiliki garis rahang yang tegas. Dan berambut coklat keemasan. Tidak hanya tampan, dia memiliki kekuatan yang sangat dahsyat. Tapi apakah Clarista dapan bertahan dengan Revan? Dengan sikapnya itu? WARNING: typ...