(2) Lightning and Rain

697 53 13
                                    

Semenjak kejadian di kantin hari itu, aku dan Jungsoo menjadi dekat. Dia bercerita kalau dirinya tinggal sendiri di Seoul dan tempatnya tinggal dulu jauh sekali dari sini. Tapi dia tidak bercerita banyak tentang keluarganya–hanya dirinya disuruh oleh ayahnya untuk ke Seoul.

Dan semakin banyak juga mahasiswi yang menanyakan Jungsoo padaku. Entah alamat rumahnya, entah nomor handphonenya, atau hal lainnya. Biasanya, itu mereka yang tidak berani bertanya langsung pada Jungsoo.

Selain itu, Jungsoo jadi sering main ke apartemenku juga. Karena katanya dia tidak terbiasa akan kesunyian. Jadi, dia lebih memilih untuk menginap atau main sampai malam, baru setelah itu pergi tidur di apartemennya sendiri. Untungnya, kompleks apartemenku dan dia tidak jauh.

"Heechul-ah?" Aku tersentak dan tersadar dari lamunan.

"Kenapa?"

"Aku tadi tanya, boleh aku menginap?" Nah kan, baru juga aku bilang.

"Tidak masalah." Aku melihatnya tersenyum lebar. Tanpa permisi, dia langsung pergi ke ruang tidur di sebelah kamarku–untuk mengambil bajunya yang memang beberapa setelnya sudah dia simpan di apartemenku. Jaga-jaga, katanya.
Tak lama, dia keluar dan langsung pergi ke kamar mandi. Aku masih bertahan duduk di sofa yang ada di ruang tamuku, menyelesaikan tugas. Curang memang Jungsoo itu, aku mau menyontek pekerjaan rumahnya tapi tidak diperbolehkan. Padahal kami satu jurusan, satu kelas pula.

Huh, dasar pelit.

Setelah selesai, aku merapikan buku-bukuku, dan menumpuknya di kolong meja. Mudah-mudahan saja hari Senin nanti aku tidak lupa membawanya.
Aku kemudian beranjak melihat pemandangan langit malam dari jendela apartemenku–hal yang biasa aku lakukan untuk melihat bintang-bintang dan bulan yang bersinar.

Tapi, sepertinya kali ini aku tidak bisa melihatnya.

"Sepertinya malam ini akan turun hujan," gumamku pelan.

"Ah iya. Gelap sekali langitnya." Aku terlonjak saat mendengar suara Jungsoo yang begitu dekat denganku. Refleks, aku menoleh ke arah kananku dan ternyata Jungsoo masih belum menarik wajahnya dari dekat telinga kananku, wajah kami jadi berdekatan.

Baru kali ini aku melihat wajahnya dari jarak sedekat ini.

Pipinya yang terlihat begitu halus, hidungnya yang cukup bangir, juga bibirnya yang terlihat lembut... ah, aku ingin sekali mencicipinya.


Eh.

Tahan dirimu, Heechul.

Kamu masih belum tau orientasi seksualnya.


"Heechul-ah?" Aku tersentak. Matanya menatapku begitu lekat. Dan entah hanya halusinasiku atau pengaruh penerangan di ruang tamu ini, aku melihat iris Jungsoo yang berwarna kecokelatan, sebenarnya tidak seluruhnya cokelat. Seperti ada warna pelangi samar di sana. Dan aku begitu larut menatap matanya saat merasakan punggung tangan Jungsoo mengusap pelan pipiku.
Pipiku terasa panas akibat perbuatannya.

"Kamu cantik, Heechul-ah." Aku semakin tersipu mendengar penuturannya.

"B-baru sadar?" Aku harap Jungsoo tidak sadar kalau aku gugup–dengan menanggapi perkataannya dengan candaan.

Dan aku mendengar Jungsoo tertawa.

"Sayangnya begitu." Dia kemudian berbalik, mungkin berniat untuk masuk ke kamar. Sebenarnya aku masih ingin mengobrol dan tertawa bersamanya, tapi sepertinya dia sudah berniat untuk istirahat.

"Ada apa?" Aku mengernyit. Tidak mengerti maksud dari perkataan dan tindakannya yang menoleh ke arahku lagi.

Tapi kemudian sadar, tanganku memegang ujung piama belakangnya.


Eh.

Corvus [Teukchul Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang