Hari ini adalah hari dimana operasi Danial dilakukan. Dan apa kalian tau yang sedang Danial rasakan sekarang? Rasanya semua bercampur, takut, cemas, khawatir, bingung. Dan yang bisa Danial lakukan hanya menarik nafasnya dan menghembuskan perlahan guna mengusir semua rasa tersebut.
Danial menatap dokter yang memeriksanya dengan serius, memperhatikan dokter tersebut yang sedang memeriksa seluruh tubuhnya. Pemeriksaan sebelum operasi dilakukan nanti.
“Dokter, apa sakit?” tanya Danial.
Dokter wanita yang sedang memeriksa Danial berhenti sejenak. Wanita yang merupakan dokter pribadinya sejak kecil itu tersenyum hangat. “Apanya yang sakit?” sebenarnya ia tau maksud Danial, tapi ia bertanya kembali pada Danial.
Danial malah diam, ia terlihat merenung sejenak. Kemudian kembali menatap sang dokter.
“Operasinya… apa, sakit?” tanya Danial lagi lebih jelas dengan raut mukanya yang polos. Wanita tersebut terkekeh pelan membuat Danial berkerut bingung. ‘Emang ada yang lucu ya?!’
Sedangkan dokter wanita tersebut tekekeh karena melihat raut polos Danial saat bertanya. Danial memanglah masih seorang remaja tanggung yang wajar saja merasa takut saat akan melakukan operasi. Tapi terkadang sifat bandel dan keras kepalanya kelewat batas wajar kalau sudah menginginkan sesuatu.
Masih teringat jelas, pasien kesayangannya ini sering kali tak mendengarkan larangan-larangan yang ia berikan dan diabaikan begitu saja. Berujung kembali lagi ke rumah sakit.
“Ngga bakal sakit, kan kamu dibius” ujar dokter tersebut sambil melepaskan stetoskopnya dari telinga dan mengantonginya dijas putih kebanggaannya.
“Jaga suasana hati kamu loh ya! Jangan mikirin yang enggak-enggak, nanti pengaruh sama kondisi kamu” ingat dokter wanita itu. Danial mengangguk paham, ia tau kalau ia tak boleh berfikir yang aneh-aneh. Tapi semua hal itu yang masuk tanpa izin ke otaknya.
Dokter wanita itu melihat jam tangannya sejenak, “Kamu udah siap, kan?”
“Iyaa, bu dokterku. Danial udah siap”
Wanita itu terkekeh kembali sedikit mengusak rambut hitam Danial. Kemudian memanggil beberapa perawat untuk membawa Danial menuju ruang operasi.
Kalau kalian bertanya dimana ayah dan ibu Danial sekarang. Mereka sedang ke bagian administrasi sebentar, ibunya berkata akan kembali sebelum Danial dioperasi nanti. Kalau Dariel, tentu anak itu sedang pergi ke sekolah, dengan paksaan sang ayah sebelumnya. Karena ngotot tidak mau kemana-mana sebelum Danial selesai dioperasi, tapi akhirnya kalah dengan sang ayah.
Ayahnya kalau sudah serius memang lebih menakutkan daripada saat ibunya marah. Memang ya, orang yang dasarnya pernyabar kalau titik pucuk kesabaranya habis lebih mengerikkan dari apapun. Contohnya sang ayah.
🌱🌱🌱
Reyna terlihat sibuk dengan ponselnya yang berbunyi beberapa kali sejak tadi, tapi tak ia hiraukan sama sekali panggilan yang masuk tersebut. Jeffran yang berada disamping Reyna terlihat gemas dengan temannya itu.
“Angkat kek, Na! Siapa tau penting” ujar Jeffran yang membuat Reyna menatap laki-laki itu.
“Nggak ah, nggak penting” ujar Reyna ogah-ogahan sambil meminum sodanya dan meletakkan kembali ponselnya dimeja. Ya, sekarang mereka berdua sedang berada di kantin kampus sembari menunggu mata kuliah selanjutnya.
“Emang dari siapa?” tanya Jeffran penasaran. Katanya nggak penting, tapi kenapa belasan kali menelpon –batin Jeffran enggan berucap.
“Dariel, adek gue”
KAMU SEDANG MEMBACA
Higanbana
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ... Gue cuma pengen nikmatin sisa hidup gue, sama keluarga dan sama temen-temen Keinginan gue cuma itu aja kok... Sederhana 'kan? Ga susah juga Kalo emang udah waktunya pergi, tolong kalian jangan tahan gue. Relain gue... Gu...