Danial masih bersama Hidan dan masih dibangku taman juga. Danial tak pernah sesenang ini saat bersama seseorang. Aneh, mungkin karena terakhir kali ia punya teman pada saat sekolah dasar dulu. Selain Dariel tentunya.
“Eh ya, kenapa lo bisa dipalakin sama paman tadi?” tanya Danial tiba-tiba penasaran.
Hidan menghela nafasnya, “Itu ayah gue” ucap Hidan pelan.
Danial terlihat sangat terkejut mendengarnya, “Ayah lo?” ujar Danial mengulangi ucapan Hidan. “Tapi kenapa lo sampe digituin? Ayah lo bener-bener tega banget” tanya Danial sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Itu masalah keluarga gue. Lo ga usah ikut campur” jelas Hidan.
Danial langsung diam dari yang semula menggerutu. Iya juga, ia tak bisa ikut campur masalah keluarga orang. Biarlah berjalan seiring waktu nantinya juga Hidan akan semakin terbuka padanya.
Danial memandangi Hidan sambil berpikir. Matanya jatuh kearah perban yang masih melingkar dilengan Hidan.
“Apa luka lo itu juga ayah lo yang lakuin?” tunjuk Danial pada lengan Hidan.
Hidan mengikuti arah tunjuk Danial. Ia kembali berdecak, ternyata selain hobi ribut Danial juga banyak tanya. Hidan melirik malas pada Danial.
“Ga jadi tanya deh” ucap Danial saat ditatap Hidan seperti itu.
Danial lebih memilih menatap awan dilangit yang cukup cerah pagi ini. Mungkin sudah tidak pagi lagi, sudah jam setengah sepuluh. Tapi belum siang juga.
“…ngomong-ngomong… ini kali pertamanya kita ngobrol lama, loh” ucap Danial diakhiri kekehan.
Benar juga, Hidan baru sadar akan hal itu. Bahkan kebencian Hidan pada Danial kemarin entah sudah pergi kemana. Hanya sedikit kekesalan yang tertinggal.
Apakah Hidan sudah mau terbuka dan menerima kehadiran seorang teman lagi dihidupnya? Hanya Hidan yang tau.
Danial yang tengah asik memandangi langit tiba-tiba saja meringis merasakan nyeri itu datang lagi diperut sebelah kirinya. Ia spontan menutup matanya dan sedikit membungkuk memegangi perutnya.
Hidan menatapnya bingung, “Lo kenapa?” tanyanya.
Danial langsung menegakkan tubuhnya kembali dan tersenyum kearah Hidan masih dengan nyeri diperutnya. “Gapapa… Kayanya maag gue kambuh” bohong Danial.
Jelas-jelas Danial tak punya riwayat maag sama sekali.
Hidan hanya ber’o’ria, “Emang lo belom makan?” tanya Hidan lagi. Entah kenapa sekarang Hidan yang banyak tanya.
Danial berpikir sebentar kemudian menggeleng, “Belom sih… gimana kalo kita makan bareng? Gue yang traktir”
Dan tanpa menunggu jawaban dari Hidan, Danial menarik paksa tangan Hidan kembali ke motornya yang ia parkir tak jauh dari taman. Beruntung nyeri diperutnya sedikit berkurang.
“Lo bisa bawa motor ‘kan?”
“Eh, apaan sih?” ujar Hidan protes. Sudah ditarik paksa, disuruh bawa motor pula.
🌱🌱🌱
Seharian ini Danial habiskan waktunya bersama Hidan. Lebih tepatnya Danial yang mengikuti kemana Hidan pergi. Tapi terkadang juga Danial yang menyeret Hidan pergi.
Dan Hidan tidak tau kenapa bisa nurut dengan Danial seharian ini. Padahal kemarin Hidan sebegitu bencinya pada Danial karena selalu mengganggunya.
“Kesana dulu, yuk!” tunjuk Danial kearah toko bunga tak jauh dari tempat mereka.
Hidan lalu mengernyit bingung dengan tempat yang ditunjuk Danial. Dan sekali lagi tangannya diseret oleh Danial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Higanbana
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ... Gue cuma pengen nikmatin sisa hidup gue, sama keluarga dan sama temen-temen Keinginan gue cuma itu aja kok... Sederhana 'kan? Ga susah juga Kalo emang udah waktunya pergi, tolong kalian jangan tahan gue. Relain gue... Gu...