#24 | Enemy

2.1K 180 9
                                    

Seminggu pasca operasi dilakukan, Danial sudah diperbolehkan pulang. Lebih tepatnya anak itu yang selalu saja merengek pada ayah dan ibunya untuk pulang. Alasannya karena tidak betah lama-lama di rumah sakit.

Ya untungnya dokter mengizinkan Danial untuk pulang. Kondisi Danial sudah cukup baik hari itu, lagipula luka jahitan Danial juga sudah hampir mengering karena memang jahitannya tidak terlalu lebar. Jadi, dokter tidak ada alasan untuk menahan Danial lagi disini.

Dan hari ini Danial sudah mulai masuk sekolah kembali. Semudah itu ayah dan ibunya mengizinkan? Tentu tidak.

Selama satu jam lebih Danial berdebat dan merengek kepada ayah dan ibunya tadi pagi. Sampai-sampai ia mengancam akan mogok makan. Katakan Danial seperti anak kecil, tapi Danial seperti itu karena tidak mau hanya diam di rumah. Danial merasa semakin dikekang.

“Inget, lo jangan makan yang aneh-aneh. Jangan kemana-mana sendirian. Kalo mau pergi seenggaknya sama gue, atau sama Jeje, minimal sama Hidan lah. Lo juga jangan banyak tingkah dulu, jahitannya belom bener-bener kering. Kalo bisa seharusnya lo pake masker biar ga kena debu” ucap Dariel panjang kali lebar kali tinggi.

Disampingnya, Danial mengangguk-anggukan kepalanya.

“Iya iya,, gue ga akan makan sembarangan. Gue ga bakalan kemana-mana, nempel terus sama lo sekalian. Gue bakal diem aja terus di kelas, dan lagian ga usah pake masker juga. Yang ada anak-anak lain mandang gue kek apaan” timpal Danial.

‘Tumben banyak nurutnya’ –batin Dariel. “Pinter, nurut gitu tiap hari kan en–“

Brukk…

Dariel menghentikan ucapannya. Ia menoleh kebelakang dimana Danial yang sudah terduduk dilantai karena ditabrak oleh seorang laki-laki tinggi yang kebetulan berpapasan dengan mereka. Sontak saja Dariel langsung berjongkok didepan Danial.

Laki-laki yang menabrak Danial memandang mereka sinis, “Kalo jalan mata sama kaki dipake yang bener dong! Bukan kaki aja yang dipake, matanya kaga” ketus laki-laki itu.

Dariel yang sudah membantu Danial berdiri menatap laki-laki yang merupakan kakak kelasnya itu marah.

“Lo yang nabrak Danial kenapa lo yang marah, hah?” ujar Dariel tak kalah ketus. Laki-laki itu terlihat membulatkan matanya, ia mengepalkan kedua tangannya.

“Berani banget ya lo, sama kakak kelas?! Gak punya sopan santun hah?” marah laki-laki itu sambil menunjuk wajah Dariel. “Lo, minta maaf sekarang?!” tunjuknya pada Danial.

“Minta maaf?! Hei, yang salah disini lo, bukan Danial?!” amarah Dariel mulai tersulut. Danial menahan Dariel yang ingin berucap kembali.

“Gue gapapa, Dar” ujar Danial pada Dariel, ia kemudian menatap kakak kelasnya itu. “Maaf, kak!” ujar Danial sopan membuat Dariel melotot kearahnya.

Sejujurnya Danial terpaksa meminta maaf atas kesalahan yang bukan salahnya. Karena tidak mau Dariel berakhir adu jotos dengan kakak kelasnya itu hanya karena masalah sepele ini. Danial kemudian menarik Dariel pergi meninggalkan kakak kelasnya itu.

Laki-laki itu menatap tajam kearah perginya Dariel dan Danial, kemudian melanjutkan perjalanannya. Ponselnya tiba-tiba saja berbunyi, ada panggilan masuk.

“Kebetulan banget” gumamnya. “Haloo!” ujarnya saat menjawab panggilan itu.

‘Gimana sama tugas lo?’ tanya dari seberang.

Laki-laki itu tersenyum miring, “Baru aja gue ketemu sama mereka berdua. Yang satu bikin gue kesel”

‘Hah? Terus lo apain?’

HiganbanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang