#13 | Just About Friend

2.6K 251 31
                                    

Hidan bukan anak dari orang yang berada, bahkan bisa dibilang hidupnya sangat sederhana. Ia hidup bersama seorang kakak perempuan yang lebih tua lima tahun darinya, dan juga ayahnya yang seorang pemabuk itu.

Mereka hanya hidup bertiga di rumah yang sederhana, tak ada sosok wanita yang menjadi ibu dan istri di rumah tersebut.

Ibu Hidan meninggal saat usianya sepuluh tahun karena sakit keras. Dan sejak kematian ibunya, sifat sang ayah juga berubah. Menjadi keras, mudah marah, dan suka mabuk-mabukan. Hidan dan sang kakak bahkan tak luput menjadi objek kemarahan sang ayah.

Mereka berdua sering dipukuli tanpa sebab. Terkadang sampai membuat kakaknya menangis, dan Hidan tidak suka saat melihat kakaknya menangis.

Hidan sangat menyayangi kakaknya dan ingin selalu melindungi kakaknya. Ia ingin sekali menggantikan sang kakak yang sekarang ini menjadi tulang punggung keluarganya karena sang ayah yang sudah tak bisa diandalkan lagi.

Tapi kalau bekerja, kakaknya pasti akan marah.

Sang kakak menyuruhnya agar tetap fokus belajar di sekolahnya. Hidan tau sang kakak tidak ingin dirinya putus sekolah seperti kakaknya. Bahkan sang kakak rela kerja mati-matian untuk menyekolahkannya juga.

Hidan tak ingin menyianyiakan usaha sang kakak. Ia harus bisa lulus dari sekolah dan mencari pekerjaan untuk membantu sang kakak.

🌱🌱🌱

Saat Hidan pulang ke rumah, sudah menunjukkan jam tujuh malam. Padahal Hidan hanya berjalan-jalan sebentar, tapi ternyata sudah malam saat ia sampai di rumah. Untungnya juga tadi tidak jadi hujan. Hidan tak harus basah-basahan saat pulang.

Kalau jam segini biasanya kakak perempuannya itu belum pulang. Bisa dipastikan kalau yang berada di rumah hanya ada ayahnya saja.

Ceklek…

Hidan membuka perlahan pintu rumahnya dan melangkah masuk ke dalam. Dan baru selangkah ia masuk sudah disambut teriakan sang ayah dengan melempar botol kaca yang sudah kosong kearahnya.

Prangg…

“Darimana saja, hah?! Hik… Keluyuran terus kerjaannya… Hik… dasar… hik… anak ngga berguna”

Hidan mengehela nafasnya sebentar, masih terkejut saat botol tersebut mengarah padanya. Tapi beruntungnya ia masih bisa menghindar.

Kalau tidak, mungkin saja kepalanya yang jadi korban.

Hidan berjalan kearah kamarnya tanpa memperdulikan sang ayah. Entah sejak kapan ia mulai membenci ayahnya sendiri. Lebih tepatnya sifat sang ayah yang ia benci.

“Mau kemana, hah?! Kalau orang tua nanya itu dijawab!”

Sang ayah menarik lengannya dan mendorongnya kebelakang. Hidan masih diam meski mata tajam sang ayah menatapnya.

Padahal jelas-jelas ayahnya itu mabuk.

“Kenapa diam saja, huh? Jawab!”

PLAK…

Satu tamparan keras membuat Hidan sampai tersungkur, bibirnya bahkan sampai berdarah. Saat mabuk pun, tenaga ayahnya tak main-main.

“Masih diam?”

Sekarang sang ayah beralih mengambil ikat pinggang yang berada diatas kursi. Dan…

SPLASSH…

PLASH…

Berulang kali ikat pinggang itu mengenai tubuh Hidan. Bahkan darah sudah tak segan keluar dari luka-luka tersebut. Hidan meringis, sekujur tubuhnya sakit. Tapi Hidan tak bisa melawan, karena kalau ia melawan ayahnya akan semakin bengis menyiksanya meskipun ia bisa.

HiganbanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang