Dariel berlari dengan cepat menyusuri lorong rumah sakit dengan dua kantong berisikan makanan yang ia tenteng ditangan kirinya. Sudah sangat terlambat untuk Danial minum obatnya, semoga saja anak itu baik-baik saja. Andai tadi tidak ada kejadian seperti itu menimpanya, mungkin ia bisa lebih cepat kembali ke rumah sakit.
Ia membuka pintu ruang rawat bernomor 205 itu dengan pelan, rasanya seperti de javu. Dilihatnya Danial yang tengah tertidur, sepertinya lelah menunggunya. Dariel menaruh dua kantong tadi disebelah makanan rumah sakit yang tidak dimakan oleh Danial. Ia kemudian membangunkan Danial agar anak itu segera makan dan minum obatnya.
"Dan, bangun! Dani..." ujar Dariel membangunkan sang adik sambil menggoyangkan tubuh Danial pelan.
Danial mengerjapkan matanya dan menguap lebar, rasanya tubuhnya lemas. Ia kemudian duduk sambil menatap Dariel yang ternyata sudah datang. "Kenapa lama banget?" tanya Danial sambil mengucek matanya.
"Maaf, tadi ada sedikit kejadian saat diperjalanan" jelas Dariel sambil menyiapkan makanan untuk Danial. Dariel segera membuka burger yang telah ia beli, membuka bungkusnya kemudian memberikannya kepada Danial. "Nih, cepat makan. Terus abis itu minum obatnya" suruh Dariel.
Danial dengan patuh segera memakan burger tersebut, karena memang ia sudah kelaparan sejak tadi. Mata Danial memicing menatap kearah tangan Dariel yang terluka. "Tangan lo kenapa, Dar?" tanya Danial dengan nada khawatir.
Dariel memutar bola matanya malas, lagi-lagi Danial memanggilnya dengan panggilan aneh itu. "Cuman kegores dikit, udah gapapa. Jangan khawatirin gue" ujar Dariel sambil menata kembali makanannya.
Ia celingukan seperti sedang mencari sesuatu. 'Perasaan tadi ada handuk disini, kenapa tiba-tiba ga ada?' -batin Dariel.
"Tap-"
"Lo lanjutin makan dulu, gue mau mandi. Dari pagi gue belum mandi asal lo tau" ujar Dariel (sekali lagi) memotong ucapan Danial. Ia kemudian beranjak menuju kamar mandi di ruangan tersebut.
"Pantes aja gue nyium bau bangkai, baunya dari lo pasti Dar" ucap Danial disusul dengan tawanya yang cukup kencang.
Dariel mengabaikannya, "Terserah lo, Dan. Awas ya kalo gue selesai mandi lo masih belum minum obat lo. Cepat makannya, jangan lambat kaya siput gitu" ujarnya menatap Danial kemudian masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
"Ya, lo kira gue apaan bisa makan cepet"
Dariel hanya terkekeh setelah berhasil membuat adiknya itu kesal. Selain wajah dan tubuh mereka yang sama persisi, sepertinya sifat yang satu ini memang bawaan dari lahir yang juga sama persis, jahil.
Dariel segera menanggalkan pakaiannya dan membersihkan seluruh tubuhnya. Lima menit. Sepuluh menit. Hingga lima belas menit Dariel telah selesai mandi. Ia langsung memakai pakaian gantinya tanpa mengelap tubuhnya yang masih basah, karena memang tidak ada handuk yang bisa ia gunakan.
Saat sedang merapikan rambutnya didepan cermin wastafel, matanya tak sengaja menangkap benda berwarna putih dengan bercak merah didalam tempat sampah yang tak tertupup rapat. Dengan rasa penasaran Dariel mengambil benda tersebut yang ternyata handuk yang tadi ia cari-cari dengan berlumurkan darah. Dariel cukup syok melihat handuk tersebut apalagi darah yang menempel belumlah kering.
Danial tengah meminum obatnya saat tiba-tiba Dariel membuka pintu kamar mandi dengan sedikit kasar. Ia hanya menatap bingung Dariel yang berjalan kearahnya sekarang.
"Lo mimisan lagi, Dan?!" tanya Dariel to the point. Membuat Danial membeku seketika. Astaga, pasti Dariel melihat handuk yang ia buang tadi.
"Cuman dikit, kok" ujar Danial mencoba membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Higanbana
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ... Gue cuma pengen nikmatin sisa hidup gue, sama keluarga dan sama temen-temen Keinginan gue cuma itu aja kok... Sederhana 'kan? Ga susah juga Kalo emang udah waktunya pergi, tolong kalian jangan tahan gue. Relain gue... Gu...