Semenjak kepulangan kakak perempuannya yang tak terduga, hari-hari Danial terasa sedikit berbeda daripada biasanya. Kalau biasanya Danial bisa bebas melakukan apapun di rumah, tapi semenjak kakaknya itu pulang Danial harus menjaga jarak dan tidak terlalu bertingkah saat ada sang kakak.
Tidak tau apa yang menjadi alasan kepulangan kakaknya, bagi Danial itu sangat aneh. Saat ia bertanya kepada Dariel, kembarannya itu juga tak tau menahu soal itu. Sekarang, bahkan saat makan pun menjadi kegiatan paling canggung bagi Danial karena ada sang kakak yang turut ikut serta.
“Danial, kenapa nggak dimakan makanannya?”
Danial tersentak begitu mendengar namanya dipanggil sang ibu karena sejak tadi fokusnya bukan kearah makanannya, tetapi pada Reyna yang tengah makan didepannya. Danial melihat Dariel dan ayahnya yang juga ikut menatapnya.
“Apa masakan ibu nggak enak?” ibunya bertanya lagi.
“Nggak kok, masakan ibu enak” setelah mengucapkan itu Danial mulai memakan makanannya dengan lahap. Mengabaikan tatapan bingung orangtuanya beserta Dariel.
Disisi lain, Reyna sedari mulai makan sudah mengetahui kalau Danial itu memperhatikannya diam-diam. Tapi Reyna tidak peduli akan hal itu dan fokus menghabiskan sarapannya. Setelah habis, Reyna berlalu pergi tanpa pamit ataupun tanpa berkata apa-apa. Kedua orang tuanya hanya menghela nafas melihat kelakuan anak sulungnya itu.
🌱🌱🌱
Pelajaran olahraga. Kalau waktu itu Danial masih bisa membujuk Dariel dengan sejuta kata-kata manisnya, kali ini bahkan sebelum bibirnya mengucap Dariel sudah meninggalkan dirinya sendirian di kelas. Semua anak kelasnya sudah ke lapangan. Tak terkecuali Jerio dan Hidan.
Danial benar-benar sendiri.
Saat sedang asik menggambar di buku tulis, tiba-tiba segerombolan anak masuk. Sebelumnya Danial kira itu teman-teman sekelasnya yang sudah selesai pelajaran olahraga. Tapi saat ia menatap kearah pintu masuk, segerombolan siswa itu tidak memakai baju olahraga. Mereka bukan anak kelasnya.
Tapi seseorang yang berjalan paling depan, Danial mengenalnya. Ah bukan, lebih tepatnya ia pernah bertemu dengan wajah itu.
Danial menengok ke sekeliling, jelas tak ada anak lain selain dirinya. Itu artinya tujuan mereka kesini adalah dirinya.
"Wah, bolos olahraga?" ucap sosok paling tinggi diantara mereka. Yang wajahnya pernah Danial lihat.
Sosok tinggi itu duduk di kursi Hidan. Tepat disamping Danial. Dan dengan sok akrabnya merangkul pundak Danial yang terlihat waspada.
"Kalo ditanya kakak kelas jawab dong. Ngga sopan tau" ujar sosok itu lagi.
Danial melirik nama dada yang ada di seragam kakak kelas disampingnya itu. Rayhan, nama itu tertera paling depan disana. Danial tak pernah mengenal nama itu sebelum.
Anak kelas dua bernama Rayhan itu menatap luar jendela yang menampilkan pemandangan lapangan sekolah. Dimana disana ada banyak siswa siswi sedang melakukan olahraga. Tangannya yang merangkul pundak Danial beralih ke rambut Danial. Menepuk-nepuk surai hitam itu dengan pelan.
"Sayang banget lo kenapa ga ikut olahraga. Daripada disini sendirian mendingan lo ikut gue bolos. Ya?" ucap Rayhan dengan senyum terselubung dibibirnya.
Danial menjauhkan tubuhnya dari tangan Rayhan yang semakin memegang tidak karuan. Ia menatap laki-laki itu tidak suka.
"Ngga perlu" tolak Danial.
"Heh, siapa bilang kalo itu tawaran? Itu perintah dan ga ada bantahan" senyum lebar yang terlihat mengerikan itu ditampakkan oleh Rayhan kepada Danial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Higanbana
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ... Gue cuma pengen nikmatin sisa hidup gue, sama keluarga dan sama temen-temen Keinginan gue cuma itu aja kok... Sederhana 'kan? Ga susah juga Kalo emang udah waktunya pergi, tolong kalian jangan tahan gue. Relain gue... Gu...