11

11.2K 928 79
                                    




= Selamat Membaca =

**********************




Anin terlihat lebih baik saat ini, wajahnya yang pucat terlihat lebih berwarna. Apalagi saat ini gracia sedang menyuapi nya makan, sesekali anin di buat tersipu ketika gracia membujuk nya makan.

Pemandangan  itu tak lepas dari pengawasan shani. Shani memang terlihat acuh, tapi jauh di lubuk hati nya ada sesuatu yang mulai tumbuh, rasa takut mulai muncul ke permukaan hati nya. Takut akan segala kemungkinan yang terjadi dengan gadis di depan nya yang kini malah asyk mengelus pipi anin, sesekali mencubit nya membuat anin mengaduh, lalu mereka tertawa bersama.

Shani bukan tidak percaya pada gracia, sungguh shani percaya bahwa gracia tidak akan pernah berpaling darinya, begitu juga sebaliknya. Tapi ia tidak bisa percaya pada anin, shani takut jika anin memanfaatkan celah ini untuk bisa terus dekat dengan gracia. Shani tidak boleh lengah.

Oh ayolah, shani tidak pernah merasa segusar ini. Pemikiran nya semakin sibuk ketika mengingat gracia menangis tiap malam karena merasa bersalah dan menghawatirkan sahabat nya itu.

Sahabat ya?

Sungguh Shani sedang tidak percaya diri saat ini.

Shani harus siaga, ibarat seorang petarung yang tengah memasang kuda-kuda yang kuat dan tepat, menanti kapan pun lawan yang akan menunjukkan serangan nya.

Tapi apa sebenarnya yang shani takutkan? Jangankan satu Anin, sepuluh Anin pun sanggup ia hadapi jika itu demi gracia.

Tapi bagaimana jika suatu saat gracia sendiri yang membuka hatinya lalu luluh oleh sikap Anin? Anin tak kalah cantik dari shani, soal materi Anin tak kalah kaya. Dan shani fikir jika gracia lebih dulu bertemu dengan anin, maka tidak menutup kemungkinan gracia akan jatuh di pelukan Anin.

Okee.. mungkin shani terlalu berfikir jauh. Tapi shani tetap harus Antisipasi.

Lamunan Shani buyar ketika sebuah suara menyapu telinga nya.

"Shani"

Shani menoleh ke arah suara yang memanggilnya. "Hmm??"

"Aku nginep ya, mama nya anin ada urusan"

Shani hanya mengangguk sebagai jawaban, lantas ia berdiri. Menyimpan ponsel nya di saku lalu berjalan ke arah gracia.

"Kamu mau kemana ?"
Tanya gracia heran.

Shani makin mendekat

"Pulang" ucap nya singkat membuat gracia menaikkan sebelah alisnya.

Ini bukan jawaban yang gracia harap kan.

Cup

Shani menjatuhkan sebuah ciuman di kening gracia, sontak membuat anin membuang pandangan nya kemanapun asal tidak melihat pemandangan menyakitkan itu.

Shani merapikan sedikit poni gracia, mengelus puncak kepala gracia sebentar. Lalu mencuri sebuah kecupan di bibir ranum yang terlihat kering itu.

Shani dengan santai berjalan ke luar tanpa sepatah kata lagi, menutup pintu perlahan dari luar. Meninggalkan gracia yang mematung di tempat nya bersama beberapa pertanyaaan yang kini berputar di otak nya.

Shani kenapa?

Shani marah?

Gracia tau jika sejak tadi shani memperhatikannya dengan anin, pandangan mata nya tak lepas sedetik pun dari gracia, seolah jika satu detik saja shani berkedip, maka ia akan kehilangan gracia.

Percaya (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang