Praktek

1.1K 54 7
                                    

Festival sekolah kemarin berjalan dengan mulus dan lancar sesuai rencana. Tidak ada lagi insiden atau kesalahan fatal seperti sebelumnya. Semua berjalan dengan lancar dan bahagia. Semua juga mengucapkan terima kasih pada seluruh anggota panitia atas kerja keras mereka. Dan kini ... hari sekolah biasa yang baru kembali dimulai!

"Cepat! Cepat! Pak Guru hitung sampai tiga! Kalau ada yang belum ngumpul, Pak Guru tinggal! Satu ... dua ...!"

Sats! Bagaikan kilat, seluruh murid kelas IX-J langsung menaruh lembar jawaban dan soal mereka di meja guru. Pak Guru Papa Zola tersenyum puas, mengambil lembaran itu, dan segera pergi dari ruang kelas.

"Haaaahhh ... capeekk ..." Ying merebahkan kepalanya di meja. "Ulangannya sebenarnya sih nggak susah. Cuma waktunya itu lho ... Dasar Papa Zola, sudah jam Matematikanya tinggal setengah jam masih juga maksa ulangan."

Yaya tertawa kecil mendengar umpatan sahabat baiknya itu.

"Oh ya, ngomong-ngomong ..." Mata Ying menyipit. "Bukankah sudah saatnya kali ini aku mendengar cerita darimu?"

"Ugh!" Senyum indah di wajah Yaya langsung terpatahkan oleh pandangan mata Ying yang menusuk itu. "A-Ahhh? Begitukah? Padahal kurasa ... nggak terjadi sesuatu yang spesial deh ..."

"Hmmm?" Ying semakin menyipitkan pandangannya. "Sinar wajahmu ... memancarkan kebohongan."

Yaya tidak berkutik. Ia memaksa menutup matanya dan akhirnya menghela napas.

"Baiklah, kau menang. Aku akan bercerita setelah ini semua selesai."

Ying memiringkan kepalanya bingung. "Maksudmu?"

"Entahlah, aku juga tidak mengerti." Yaya angkat bahu. "Tapi Boboiboy mengatakan hal itu padaku."

Belakangan ini Boboiboy merasa tidak tenang. Ia merasa bahwa sedang diawasi sepanjang waktu. Memang sih, tidak aneh kalau orang sepopuler dan seganteng dia (huek) punya satu atau dua orang stalker. Tapi sudah tentu juga bahwa semua stalker itu bubaran setelah mendapat informasi bahwa cowok itu menyukai teman masa kecilnya yang sudah menjadi rahasia umum.

"Alaaaahh... itu sih kau aja yang kege-eran," celetuk Fang. "Yang harusnya di-stalking itu aku, kan ganteng, pinter, dan rajin menabung."

"Heh, lo itu udah bepacar, punya cewek. Wajar kalau para stalker dan fans-mu kabur semua. Lah aku? Masih jomblo blas gini," Boboiboy mencibir.

"Boboiboy sih, jomblo ya jomblo, tapi kan sudah ada calonnya," Gopal balik mencibir ke cowok bertopi oranye yang nyengir kuda itu. "Eh lah? Tunggu dulu! Jomblo katamu? Terus yang kemarin kulihat di atap itu apa? Kalian berdua mesra gitu?"

Blush! Muka Boboiboy memerah.

"Hayooo~ bohong ya? Nggak mau dapat pajak jadian? Nggak bisa! Pokoknya begitu istirahat nanti, kantin harus gratis!" tuding Fang maksa. "Memangnya enak apa, dompetku terkuras habis waktu kalian tahu aku jadian kemarin?"

Boboiboy menggeleng kuat. "Aku nggak bohong! Aku sama Yaya nggak jadian kok!"

"Nggak mungkin!" Gopal membantah. "Coba pikir ya. Sepasang laki-laki dan perempuan. Berada di atap sekolah yang sepi hanya berdua. Langit sore berwarna jingga menyinari dengan cahaya hangatnya. Itu kan suasana yang pas buat nembak!"

Fang mengangguk-angguk kuat.

"Ukhh ..." Boboiboy menggigit bibir. "Aku memang nembak dia kemarin kok."

"Lha terus? Jadian dong."

"Justru itu, kami memutuskan untuk tidak jadian."

"Halooo? Apa ini aku yang salah dengar? Sepasang orang yang saling menyukai dan setuju untuk tidak jadian?" Gopal menajamkan pendengarannya.

My BoyfriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang