⚡🌸🌪

1.8K 63 18
                                    

Hari senin

Yaya suka sekolah. Dengan sekolah ia dapat mengerahkan seluruh energi masa mudanya pada hal-hal positif. Seperti menjadi petugas piket(dengan begitu Yaya tidak perlu repot-repot menjadi preman untuk membentak orang lain, cukup 'kawan-kawan' malangnya saja), mengerjakan tugas-tugas Osis seperlunya dan memimpin Razia dadakan di jam ketiga sebelum istirahat. Iya, Yaya sangat suka sekolah, karena itu disaat semua teman-temannya terlihat lesu karena gagal move on dari Sunday , Yaya seakan silau karena senyum manis tersungging di wajahnya .

"YAYA !"

Dan seketika itu pula kilau wajah Yaya berakhir. Gadis muslimah itu agaknya lupa, ia mempunyai lima perkara yang akhir-akhir ini membuat jantungnya uring-uringan.

"PAGI YAYA !" satu-satunya persona yang biasa menyapanya dengan suara cempreng hanya satu—Blaze.

Cup—tanpa permisi sebuah kecupan jatuh di pelipis Yaya.

Plak—dan tanpa bisa dicegah, tangan Yaya sudah menampar bibir kurang ajar itu.

"Aduh~…Aku di pukul lagi~…" rengek persona bertopi hitam berlambang api tersebut dengan bibir mengkerucut. Yaya? Memilih tidak peduli dan melongos pergi.

Namun baru saja ia berbelok Yaya harus berpapasan lagi dengan salah satu 'pacarnya', " PAGI YAYA CANTIKKK~…" alih-alih menengok, Yaya malah berlari—meski sedikit sulit—seraya menutup wajahnya yang merah dengan kedua tangan. Duh, malu sekali~, batin Yaya. Hingga sekarang gadis berhijab itu belum menemukan alasan kenapa urat malu persona belambang Angin itu terputus. Menjengkelkan karena Taufan hobi membuatnya merona di depan umum.

Saat merasa teriakan genit persona bertopi miring itu tidak terdengar, Yaya berhenti dan melihat sekeliling—Lapangan Futsal. Gadis itu menghembuskan nafas lega, senang karena tidak menjumpai 'pacar'-nya di sepanjang pinggir lapangan.

"Ngapain di sini?" sebuah suara tiba-tiba saja terdengar dari telinga kanannya—yang sontak saja membuat Yaya reflek menengok cepat.

CUP

Secepat kepala Yaya bergerak, secepat itu pula kecupan di bibirnya terlepas.

"KYAA—HALI!?" tubuh gadis itu terhuyung mundur dan akan jatuh bila saja sebuah lengan kekar tidak menahan pinggangnya. Tidak sampai di situ karena lengan itu langsung melingkari pinggang Yaya—yang tentu saja membuat tubuh mungil gadis muslimah itu terdorong membentur dada bidang pemuda tampan di depannya.

"Kamu akan jatuh jika aku tidak memengangmu, nona ceroboh." Halilintar—persona dengan pesona mematikan—berbisik penuh arti di telinga kekasihnya. Mengakibatkan pacar cantiknya tersentak dan segera mencoba mendorong tubuh Halilintar menjauh.

"H-Hali~…lepasin aku. Banyak yang lihat…" Sungguh, Yaya berusaha mendorong tapi yang dirasakannya malah kedua tangannya yang bergetar dan tubuh yang tiba-tiba lemas. Dan tentu saja, lingkaran di pinggangnya bertambah erat seiring dengan lengan lainnya—and Hell, seperti Halilintar akan melepaskan Yaya dengan mudah saja. Haha.

"Hali~…lepasin…" rengekan Yaya hanya berbuah segaris senyum miring di wajah tampan persona Kuasa petir merah itu. Oh, Yaya merengek? Tentu saja, beberapa kali ia menjumpai Halilintar membuat Yaya tahu persona itu tidak suka di perintah—lebih tepatnya tidak bisa diperintah. Mungkin akan lain jika di medan pertempuran tapi apapun bersangkutan dengan Yaya, Halilintar tidak pernah mau mendengar perintah. KARENA ITU satu-satunya jalan adalah MEMOHON. Halilintar bukan lawan yang tepat untuk di ajak silat lidah dan adu otot—ngeri. Memelas adalah jalan terbaik.

My BoyfriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang