"Eh, Aurell beneran mau pindah?"
"Hah?"
"Iya tau, gua denger dia mau pindah ke Bandung."
"Bukannya ke luar negeri?"
"Masa, sih? Lo denger dari mana?"
"Temennya dia ada yang temennya gue juga."
"Lah, terus kenapa pindah, dah?"
"Diem-diem aja ya, gua denger-denger, ortunya cerai."
"Iya anjir, masa ya katanya, bokap dia punya simpenan."
"Sumpah lo? Percuma juga ya tampak punya segalanya tapi keluarga ancur."
Radinka terdiam di tempat. Informasi yang mengalir ke rungunya tersebut membuatnya kaku. Aurell? Pindah? Orangtuanya bercerai?
Radinka mengerjap cepat. Setelah semua image yang tampak baik dan bahagia-bahagia saja, masalah semacam itu dipikul oleh seorang Aurell? Radinka hendak melanjutkan langkahnya menaiki tangga ketika matanya menangkap sosok cowok di depannya sama sekali tidak bergerak. Bergeser, Radinka melewati cowok itu. Namun, dia segera berhenti begitu menyadari rupa wajah cowok tersebut.
"D-Dirga?"
Dirga meliriknya sekilas.
Radinka mendadak tegang. Dia memandang gerombolan penggosip tadi dan Dirga secara bergantian. Apakah mungkin ... Dirga juga mendengarnya?
"L-lo ... nggak ke kelas?"
Tunggu sebentar. Penampilan Dirga pagi ini tampak kacau. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kelelahan seperti kurang tidur.
"Lo sakit, Ga? Muka lo pucet."
"Rad."
"I-iya?"
"Temenin gua ke UKS, mau?"
Radinka masih memproses pertanyaan Dirga ketika cowok itu berjalan melewatinya, sama sekali tidak menunggu respons Radinka. Meski begitu, Radinka menyusul, berusaha menyejajari langkah Dirga yang lunglai. Dirga benar-benar bisu selama perjalanan, Radinka pun tidak berani bersuara karena entah mengapa suasana yang Dirga ciptakan seolah berkata bahwa cowok itu sedang tidak ingin diganggu.
Sesampainya di UKS, Dirga langsung duduk di kasur. Radinka awalnya bingung harus melakukan apa, tapi dia menuju boks berisi obat-obatan.
"Nggak perlu, Rad, gue oke, kok." Dirga yang melihat Radinka sibuk sendiri angkat bicara.
Cewek itu perlahan berbalik. Saat otaknya jungkir balik untuk mencari topik, Dirga tiba-tiba mendengus geli.
"Gila ya, orang-orang se-enggak ada kerjaan itu dan semudah itu buat ngurusin urusan orang lain. Parahnya lagi, mereka ngomongin masalah personal."
Radinka menelan ludah. "Mereka cuma kurang empati aja, Ga. And it actually sucks because that's what society's been doing." Keduanya berpandangan, kemudian tersenyum tak penuh. "Ga, maaf kalo gue lancang, tapi ... yang tadi mereka omongin itu bener? Lo deket sama Aurell, kan?"
Mampus, mampus. Semoga Dirga tidak salah membaca maksudnya.
"Bener."
Baik. Jadi, cewek yang dimaksud Dirga di Starbucks itu benar-benar Aurell. Semuanya jadi masuk akal. Mata sembab Aurell, wajah terganggu Dirga, dan postingan Instagram terakhir Aurell. Radinka tidak menyangka Aurell akan mengalami masalah sekompleks ini.
"Aurell itu..."
Radinka menahan napas.
"... sebenernya nggak sekuat keliatannya. Sometimes, yes. Tapi lebih seringnya enggak. Mereka salah menilai Aurell."
.
──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ────
notes:
karena kuliahku mulai hectic aku balik lagi update tiap hari biar cepet selesai, and anyway, we are near to the end!!
KAMU SEDANG MEMBACA
imperfections are okay
Short StoryDi dunia ini, tidak ada yang sempurna, mereka hanya berusaha tidak memperlihatkan cela. © 2020 all rights reserved by fluoresens and radarneptunus.