chapter fifteen

511 148 8
                                    

Beberapa hari setelah Radinka menemani Dirga di UKS, kabar mengenai Aurell makin tersebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari setelah Radinka menemani Dirga di UKS, kabar mengenai Aurell makin tersebar. Ditambah dengan raibnya akun Instagram Aurell. Awalnya Radinka tidak percaya, tapi saat ia mencari username Aurell pada kolom pencarian, hasilnya nihil. Aurell seperti hilang tak berbekas. Pun, cewek itu sudah berhenti datang ke sekolah. Dirga juga mendadak tidak Radinka temui di mana-mana.

Biasanya, di situasi membingungkan seperti ini, Radinka akan bertanya kepada Luna karena karibnya itu diam-diam selalu tahu mengenai informasi yang berseliweran di sekolah. Namun, mereka berdua bahkan belum berbaikan. Luna pergi jauh dari Radinka; bertukar tempat duduk dengan Dena yang biasa duduk paling belakang dan sama sekali menganggap Radinka tidak ada meski mereka sekelas.

Semua masalah yang terjadi di sekitar Radinka perlahan membuatnya bodoh. Selama ini dia yang tidak tahu apa-apa, tapi dia juga yang mengotot ingin menjadi ini-itu tanpa berpikir rasional.

Maka dari itu, Radinka memberanikan diri untuk mendekati Luna lebih dulu. Toh, ia yang salah juga, kan?

"Lun, gua mau ngomong."

Mereka sedang berada di kantin. Pelajaran sejarah mengambil jam istirahat, alhasil mereka istirahat lebih siang. Beruntung kantin sepi karena hanya diisi oleh anak kelas mereka sendiri.

Luna cuma mengangkat pandangannya tanpa menyahut apa-apa.

Radinka ragu-ragu duduk di hadapannya. "Gua ... minta maaf, Lun," lirihnya. "Gua tahu gue salah, batu banget nggak dengerin apa kata lo. Gua emang naif. Gua berusaha menjadi sesuatu yang orang-orang anggap sempurna padahal itu semua cuma topeng. Bodohnya gua malah nyalahin lo. Gua ..." Radinka kehilangan kata-kata. Cewek itu merasa malu atas kekonyolan yang telah dia lakukan.

"Rad," panggil Luna. Tatapan cewek itu tidak lagi jutek. Luna memajukan badannya beberapa senti dan bersuara dengan nada tenang, "Gua nggak pernah keberatan lo jadiin fotografer dadakan atau lo recokin tentang pose atau filter apa yang bagus buat lo. Gua juga nggak masalah kalo lo mau nyoba gaya baru yang bukan lo banget sebenernya. Itu semua hak lo, Rad. Tapi, sebagai temen lo, gua cuma nggak mau aja lo melakukan semua itu karena berusaha jadi orang lain, bukan karena lo memang mau. Gua nggak mau aja lo kehilangan diri lo sendiri."

Radinka merasakan kedua matanya memanas. Luna ... akan selalu jadi teman terbaiknya, dia bersumpah.

"Gua juga minta maaf," kata Luna pelan, "kalo ada kata-kata gua yang nyakitin lo."

Radinka menggeleng kuat. "Nggak, nggak ada yang perlu gua maafin. Justru gua yang banyak salahnya."

"Thank God lo sadar. Gua kesel dan putus asa tau nggak ngadepin lo."

"Iya, maaf...."

"Nah, gitu kek, nurut. Utututu." Luna memanjangkan lengannya menyentuh dagu Radinka, tapi Radinka lebih sigap mundur.

"Apaan sih, Lun!"

Luna tertawa. Jauh di dalam lubuk hati Luna, dia sangat merindukan Radinka. Sudah terlalu banyak yang keduanya lewati bersama hingga Luna yakin bahwa pertengkaran kecil mereka kemarin tidak akan berakhir parah. Radinka cuma butuh waktu.

"Btw, lo kesambet apa tiba-tiba jadi sadar gini? Atau lo udah kangen gua?"

.

──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ────

imperfections are okayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang