4

1.8K 206 12
                                    

"Gustiiiii, itu anak tetangga berisik banget, sih!"

Inggit menggapai bantal yang ada di sekitar untuk menutupi wajah, sayangnya suara tangisan bayi yang tak kunjung reda membuat telinga Inggit semakin pengang.

Brak brak brak!

"INGGIT, BANGUN! ANAK KAMU KENAPA ITUUU?!"

"Ghifar?"

Bagai di siram air dingin seember, Inggit langsung terduduk, pandangannya buram dengan kepala pening. Ia baru ingat bahwa bukan anak tetangga yang meraung dengan tangis sedari tadi, tapi anaknya! Semalam Inggit memang tidur larut karena Ghifar tak kunjung terlelap. Bayi mungil nan menggemaskan itu baru terlelap pukul dua dini hari.

"UDAH MBAK, UDAH BANGUN, NIH!" teriak Inggit membalas gedoran pintu dari Mbak Jul.

Tok tok tok

"Ya Allah, siapa sih orang yang bertamu jam  lima pagi gini?" keluh Inggit. "Cup cup cup, iya, ini Mama udah bangun. Ghifar lapar, ya?" tanya Inggit sembari menggendong Ghifar dan berjalan menuju pintu kamar.

"Lho, Mas Aqlan? Ngapain Mas?"

"Sini, biar Ghifar sama Mas. Kamu cuci muka dulu."

Inggit melongo, takjub dengan penampilan Aqlan yang memakai baju koko lengkap dengan sarung juga peci khas pemuda saleh yang baru pulang salat subuh dari masjid. Lebih takjubnya lagi, tangisan Ghifar seketika mereda saat berada dalam dekapan Aqlan.

"Aw! Ssshhhh ... Mas, Inggit kayaknya bakalan lama di kamar mandinya, Mas tolong gantiin popok sama kasih susu buat Ghifar, ya? Takaran-"

"Iya, Mas bisa," potong Aqlan.

Inggit mengangguk, lekas melesat pergi ke kamar mandi umum yang ada di indekos putri. Tak tahu bahwa di belakangnya, Aqlan bergumam pelan yang bahkan hanya bisa di dengar oleh Ghifar.

"Mama kamu emang ceroboh, tapi saya nggak menyesal bisa mencintai perempuan seperti dia."

¤¤¤

"Sumpah ya, gue kalo jadi si Inggit rasanya mau bunuh diri aja, atau kalo enggak gugurin  kandungan, biar gue nggak malu se-umur hidup."

Inggit yang semula sedang menyikat baju jadi terdiam. Telinganya menempel pada pintu kamar mandi umum yang ada di indekos. Tadi setelah memastikan Mas Aqlan dan Ghifar baik-baik saja, ia berpamitan untuk mencuci baju sejenak. Dan kali ini Inggit merasa dirinya mulai menjadi buah bibir juga gunjingan tetangga indekosnya.

"Udah putus urat malu kali, dia kan centil banget sama Bang Aqlan. Iuh, kalo gue jadi bang Aqlan pasti illfeel banget di deketin cewek macam si Inggit."

"Itu mah bang Aqlan-nya emang baik banget, emang future husband ter-the best sih."

"Eh, eh, terus yang kemarin datang ke kostan si Inggit itu bapak bayinya bukan sih? Yang pake kemeja biru terus bawa box bayi. Dia kayaknya mau tanggung jawab deh."

Inggit tahu yang berbicara barusan pasti si Maemunah, perempuan berdarah jawa yang memiliki postur tubuh tinggi semampai bak seorang model dengan tahi lalat di atas bibir.

"Ah kalo mau tanggung jawab juga malu, gue kalo jadi orang tua si Inggit-"

BRAK!

"AYAM, AYAM, AYAM!"

Inggit menyorot tajam pada tiga perempuan yang memakai daster di hadapannya. Rasanya Inggit ingin mengguyur mereka bertiga dengan air sabun biar mulut mereka bersih dari kata-kata kotor.

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang