15

1.5K 193 16
                                    

Haiiiii, kangen banget aduuuh😭 Gimana kabarnya? Oiya, malam minggu ini pada kemana nih?

Yang lupa sama alurnya baca lagi part 14 ya, happy reading❤

¤¤¤

Suasana di rumah Inggit pagi hari ini lebih ricuh daripada kemarin.

Di saat yang lain sibuk berdandan, dirinya masih tergeletak di atas kasur bersama Ghifar. Bayi gembul itu yang memang sedari tadi sudah bangun hanya bisa menatap gorden hitam yang terkena cahaya matahari dari luar. Sesekali jemarinya menggapai ke sana kemari hingga mengenai rambut Inggit yang berserakan.

Tubuhnya berguling ke sebelah kiri, membuat helaian rambut Inggit otomatis ikut tertarik menuju bibir merah muda itu.

“Diem Mbak, masih ngantuk nih,” gumam Inggit.

Ghifar tak menangis saat Inggit melepaskan cekalannya, dalam keadaan tubuh miring menghadap Inggit, sebelah tangannya mencengkram seprai, bayi gembul itu berusaha menggulingkan badannya dengan bantuan kedua kaki yang menendang-nendang.

Sebelah tangan lain yang sedari tadi Ghifar isap meraba sekitar. Inggit yang merasakan basah di sekitar pipinya akhirnya mengerjap. Tepukan tangan mungil pada wajahnya membuat ia tersentak.

“Loh, loh, kamu mau ngapain sayang? Maaf ya, Mama semalam nggak bisa tidur jadi kesiangan deh.”

Inggit menggulingkan kembali tubuh Ghifar, tapi bayi itu kembali menghadap ke arahnya dengan tangan yang menggapai-gapai sekitar.

“Astaga! Kamu mau tengkurap, ya?”

Ghifar hanya menjawab pertanyaan Inggit dengan tendangan kuat.

“Hp! Iya, Hp! Mama harus mengabadikan momen penting ini.”

Senyum Inggit melebar saat melihat Ghifar dalam layar ponselnya tampak bersemangat menggulingkan tubuhnya.

“AYO SAYANG KAMU PASTI BISA!”

“IYA, DIKIT LAGI! DIKIT LAGI!”

“AYO TENDANG YANG LEBIH KUATTT!”

“YA, YA, YA! YEAYYY ANAK MAMA BISA TENGKURAP!”

Tawa Inggit mereda saat melihat Ghifar dengan kepalanya acap kali masih terantuk pada kasur. “Ututututu ... anak mama cape, ya? Sini-sini, Mama gendong dulu ganteng.”

“Hebat banget sih anak Mama. Kita kirim videonya ke Papa—”

Inggit terdiam, ia menurunkan Ghifar kemudian membuka ponsel. Dengan sebelah tangan yang menyangga kepala, Inggit memperlihatkan foto Mas Aqlan yang sempat ia potret diam-diam juga foto Pak Dharma yang rutin Shasa kirimkan —entah untuk apa— pada bayinya.

Seolah punya insting yang kuat, setelah menatap foto di layar ponsel Inggit, Ghifar langsung menatapnya.

Senyum Inggit melebar, serasa mendapatkan petunjuk dari tatapan Ghifar. “Oke, kita cari Papa baru buat kamu.”

Jemari Ghifar menepuk-nepuk dadanya seolah memberitahu bahwa cacing mungil dalam perutnya kian memberontak. “Eh iya, kamu lapar ya sayang? Bentar ya Mama buatin dulu susu.”

Ketika langkah kaki Inggit keluar dari kamar, matanya langsung dihadapkan pada ruang tamu yang sudah di sulap menjadi cantik.

Acara lamaran ini memang hanya dihadiri oleh kerabat dua mempelai saja, tapi untuk ukuran sebuah 'keluarga besar' rumah ini akan sangat sumpek nantinya.

Tanpa mengindahkan tatapan heran orang-orang pada dirinya, Inggit yang menenteng tas berisi susu dan dot milik Ghifar beranjak menuju dapur.

“Inggit!”

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang