10

1.5K 174 12
                                    

Ayoo ramein lagi kolom komentarnyaaa:v Happy reading💙

¤¤¤


Sepanjang perjalanan menuju restoran, Inggit hanya terdiam. Pikirannya kembali berkelana pada kejadian satu jam yang lalu. Siapa perempuan cantik yang berada di kamar indekos Mas Aqlan? Ah iya, Inggit harus mengakui bahwa perempuan itu cantik. Tubuhnya begitu proporsional, memiliki rambut hitam panjang berkilau bak seorang artis iklan sampo, dan yang paling bikin insecure Inggit ya itu, kulitnya yang  benar-benar shinning, shimmering, splendid.

"Ck, sukanya sama dokter ternyata."

Pak Dharma di sebelah perempuan itu melirik sekilas, gumaman Inggit tak terlalu ia hiraukan. Berbanding terbalik dengan wajah keruh Inggit, Pak Dharma justru sedari tadi malah tersenyum lebar, senang rasanya bisa membawa Inggit dan Ghifar pergi bersama.

Mereka seperti keluarga kecil yang bahagia.

"Lho, kenapa malah ke sini?" Pak Dharma menoleh, terdiam sebentar sambil mengetuk-ngetuk setir. "Ghifar biar sama Ibu saya saja."

"HAH? Enggak ah, gak perlu." Inggit menolak cepat.

"Inggit, kita mungkin pulang larut. Saya nggak mau bawa Ghifar keluyuran malam-malam, apa lagi hanya untuk makan di luar. Tadinya saya mengajak kamu makan siang supaya bisa membawa Ghifar."

"Tapi apa nggak bakal ngerepotin Ibu, Bapak?"

"Ayo turun, biar kamu bisa menilai sendiri."

Padahal dulu Inggit pernah berjanji pada diri sendiri bahwa ia tak akan pernah mengunjungi rumah Pak Dharma lagi. Ketika pintu mobil di buka oleh Pak Dharma Inggit masih terdiam, otaknya mulai memikirkan kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya.

Lha, jangan-jangan Pak Dharma bawa gue ke sini supaya Ibunya bisa mendesak gue supaya kasih jawaban waktu itu? Mampus!

"Kamu nggak mau turun?"

"Pak, antar saya pulang aja yuk. Nggak jadi deh."

"INGGIT!"

Rasanya jantung Inggit langsung mencelos saat mendengar teriakan nyaring dari balik pintu rumah mewah di sampingnya ini. Ibu Pak Dharma tampak berjalan cepat dengan tatapan berbinar saat menemukan Inggit dan Ghifar yang masih di dalam mobil.

"Astaga, kenapa malah diam di sini? Sini, Ghifar sama Oma."

Inggit hampir saja mendelik sinis (kalau tidak ingat bahwa Ibu Pak Dharma ini umurnya jauh lebih tua) saat mendengar sebutan yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu. Oma?

Suara pintu mobil yang kembali tertutup membuat Inggit sadar. Ghifar sudah di bawa masuk oleh Ibu Pak Dharma. "Pak, ini beneran nggak apa-apa?"

"Hmm ... lihat, 'kan? Ibu saya sangat sayang sekali sama Ghifar. Kamu nggak perlu khawatir," ungkap Pak Dharma sambil menepuk telapak tangan Inggit yang entah sejak kapan sudah bertengger manis di pergelangan tangan Pak Dharma.

Inggit mengalihkan pandangan saat mobil Pak Dharma mulai melaju. Rasanya asing, terbiasa menggendong Ghifar ke mana-mana membuat Inggit merasa kehilangan.

"Kenapa tiba-tiba setuju untuk makan bersama?"

"Refleks," gumam Inggit.

Pak Dharma tak banyak bertanya, di lihat dari mana pun Inggit memang seperti punya banyak pikiran. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai di restoran seafood. Yah, Inggit memang tak akan berekspektasi terlalu tinggi ketika di bawa makan malam oleh Pak Dharma. Pria itu sepertinya bisa menyesuaikan dengan tampilan casual Inggit yang hanya memakai celana jeans dan sweter abu-abu miliknya.

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang