9

1.2K 172 30
                                    

Namanya Rafandra Aqlan Lazuardi. Pria keturunan jawa yang memiliki postur tubuh tegap dan sender-able. Ya wajar sih, Mas Aqlan kan seorang polisi, kalau tidak salah pria itu memiliki pangkat Brigadir polisi, eh atau Ajun Inspektur Polisi, ya? Entahlah, Inggit tak terlalu tahu menahu soal tetek bengek pekerjaan Mas Aqlan, yang Inggit tahu Mas Aqlan itu salah satu kandidat suami yang wajib Inggit bawa ke rumah.

Pokoknya semua daftar suami impian Inggit ada dalam diri Mas Aqlan. Dan yang paling Inggit suka, Mas Aqlan itu orangnya super duper sabar. Cocoklah ya dengan dirinya yang sering kekanak-kanakan.

"Kenapa, sih? Sini-sini, cerita sama Mbak."

Inggit menoleh, kembali sadar bahwa ia tak hanya berdua di sini dengan Ghifar. Ia melempar tisu bekas ingusnya pada Mbak Kinar, membuat perempuan cantik itu mendelik heran. "Mbak jangan ketawa ya. Mas Aqlan tadi-"

"IH! Kamu tahu nggak, sih? Kemarin si Julia sama Aqlan panik banget nyariin kamu."

Inggit menggigit bibir, lekas merapatkan posisi duduknya pada Mbak Kinar. "Terus-terus?"

"Ya gitu, mereka datang ke rumah Mbak. Nanyain kamu ke mana. Padahal kemarin lagi hujan, lho."

Hujan? Kenapa Inggit tidak menyadari bahwa semalam terjadi hujan deras? Apa karena terlalu asik mengobrol ini-itu dengan Pak Dharma?

"Terus?"

Oekk oekkk oekkk

"Tuh, Ghifar lapar."

Inggit memberengut, "cerita dulu, Mbak. Dikit aja," ucapnya sambil menggoyangkan lengan Mbak Kinar.

"Kamu tuh!" Mbak Kinar melotot, langsung meraup tubuh Ghifar karena bayi itu masih menangis. "Bikinin dulu Ghifar susu. Kalo enggak, Mbak nggak akan cerita."

Inggit menghela napas, beranjak untuk mengambil kotak susu dan dot milik Ghifar lalu berjalan menuju dapur umum. Ya, fasilitas indekos Inggit memang sederhana, sepuluh kamar dengan satu dapur yang luas dan tiga kamar mandi. Kamar Inggit yang memang terletak paling ujung mengharuskan perempuan itu berjalan cukup jauh untuk sampai di dapur.

"Bayi-nya udah gede, Mbak. Jangan-jangan si Inggit selama ini sembunyiin bayinya di pihak laki-laki terus sekarang gantian buat jagain bayinya. Gila! Kenapa mereka nggak nikah aja ya?"

Inggit melengos, dapur di sini cukup luas. Ia bisa berdiri di pojok sambil mendengarkan gunjingan dari beberapa teman indekosnya.

"Nggak cinta kali, dek. Jadi mereka nggak nikah, mungkin pas ngelakuinnya cuman gara-gara nafsu semata. Beruntung itu bayinya dulu nggak di aborsi," balas si perempuan yang menggunakan daster pink.

"Anak zaman sekarang emang edan, kalo udah nggak kuat ya mending nikah aja. Mbak tuh kasian sama orang tua si Inggit yang di kampung. Mereka mikirnya si Inggit di sini banting tulang buat nyari uang, eh ternyata-"

"Hallo, kenapa Mbak?"

Empat perempuan yang sedari tadi merumpi terhenyak saat mendengar suara Inggit yang ternyata berdiri tak jauh dari sana. Mereka saling melirik satu sama lain, lalu mulai mengalihkan pembicaraan dengan cepat.

Inggit mendengkus, setelah selesai membuat susu untuk Ghifar ia bergegas keluar. Telinganya terasa panas saat mendengar omongan mereka.

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang