11

1.2K 142 10
                                    

"Kamu yakin nggak mau Mbak antar ke terminal?"

Inggit mengembuskan napas, ini pertanyaan yang Mbak Jul katakan untuk kesekian kalinya. Tatapan matanya beralih pada Ghifar yang menggeliat pelan di dekapan perempuan itu. "Yakin, Mbak. Inggit udah pesan taksi, kok."

"Nggak mau pamitan dulu?"

Seharusnya Inggit tak perlu kaget jika Mas Aqlan bisa tahu tentang kepergiannya hari ini. Ia tak menyahuti ucapan pria itu, malah kembali sibuk memasukkan susu, dot, popok, dan perlengkapan Ghifar yang lainnya. Untuk barang-barang Inggit sendiri memang tak terlalu banyak karena toh dia pulang ke rumahnya sendiri, di sana juga banyak barang-barang miliknya.

"Selamat pagi sayang."

Untung Inggit keburu sadar bahwa yang di sapa Mas Aqlan itu Ghifar, bukan dirinya. Ia berdeham pelan, akhirnya membalikkan tubuh menghadap pada Mas Aqlan yang pagi ini sudah berseragam lengkap. Ah, sepertinya pria itu sudah sembuh dan tampak baik-baik saja.

"Hmm ... Inggit mau pulang hari ini Mas, Mbak Vina lusa mau tunangan."

"Kenapa nggak bilang dari kemarin?"

YA KEMARIN ADA MBAK CINDERELLA YANG NONGKRONG DI INDEKOS MAS!

Hampir saja Inggit menjerit di hadapan Mas Aqlan, tapi ia harus ingat kembali saran dari Shasa semalam.

"Jadi maksud lo Mas Aqlan punya lo itu selama ini udah punya pacar? Oh atau dia tunangannya?

"Gebetan kali. Selama ini Mas Aqlan nggak pernah nyinggung soal dia."

"Hadeuh! Mana ada pria yang mau ngaku punya pacar pas lagi PDKT sama cewek lain. Lo mau jadi selingkuhannya?"

"Mau," jawab Inggit cepat.

"Gelo maneh!" pekik Shasa di seberang sana. "Lo ngerti nggak sih? Kedatangan Pak Dharma tuh bukan semata-mata karena kebetulan. Siapa yang tahu kalo sebenarnya Pak Dharma tuh jodoh lo yang dikirim Tuhan?"

"Intinya kalo emang bener perempuan itu pacar Mas Aqlan dan gue pindah ke Pak Dharma sama aja bohong, dong! Pak Dharma malah lebih parah, udah punya tunangan."

Shasa berdecak tak puas, "ya udah, lo lepas aja dua-duanya kalo gitu. Gue punya kenalan baru, kerjanya di bank, tampangnya cakep, cuman gue nggak suka yang terlalu sopan. Anaknya rada pemalu juga, mau gue kenalin?"

"Bekas lo?"

Shasa mengumpat, membuat Inggit tergelak pelan karena sedang memangku Ghifar. "Lo kira barang apa? Kagak, udah gue bilang dia itu sopan banget. Nanti gue atur jadwal biar kalian bisa ketemu."

"Terus sekarang gue harus gimana?"

"Tungguin aja dulu Mas Aqlan buat jelasin siapa perempuan itu, kalo dia nggak niat buat jelasin apa-apa, fiks lo harus mundur."

"Kamu melamun?"

Inggit tergagap, cukup terkejut karena Mas Aqlan entah sejak kapan sudah duduk di sampingnya. "Kenapa Mas?"

Mas Aqlan menggeleng pelan, beranjak pergi saat mendengar suara deruman mobil yang berhenti di parkiran indekos.

"Dia taksi yang kamu maksud?"

Inggit menoleh, "Hm?" Ia sadar ada perubahan suara Mas Aqlan yang terdengar ... tak suka? Tatapan matanya beralih pada seorang pria yang sedang berjalan sambil menggulung kemeja hingga sikunya. Sepersekian detik, pria itu mengangkat kepala dan tersenyum lebar padanya.

Inggit meneguk ludah, mengerjapkan mata sambil mengalihkan pandangan. Kenapa Pak Dharma tiba-tiba jadi tampan begini?

"Sudah siap?"

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang