1

3.2K 267 10
                                    

Hoaaammmmm

"Lho, belum siap-siap ke kantor, dek?"

Inggit yang baru saja melewati pintu indekos melirik ke kanan. Dengan cepat ia mengusap iler yang mungkin masih menempel di pipi. Senyumnya terangkat, menampilkan gigi gingsul di sebelah kiri.

"Eh, kakak ipar. Udah cantik aja pagi-pagi gini."

Perempuan dewasa di samping Inggit ini hanya terkekeh geli. "Ini sudah jam tujuh lho, kok kamu belum mandi?"

Mampus!

Reputasi Inggit sebagai perempuan yang menyukai adik Mbak Jul akan hancur seketika.

"Hehehehe ... Ini mau buang sampah dulu, Mbak. Eh, Mbak mau titip buang sampah juga nggak?"

"Boleh deh, kebetulan Mbak seminggu ini belum buang sampah. Makasih, ya."

Setelah kepergian Mbak Jul, Inggit melihat  tumpukan sampah yang teronggok di samping indekos. "BUSET!"

Harusnya Inggit tak perlu kaget saat melihat tiga kantong keresek besar sampah milik Mbak Jul. Calon kakak iparnya itu memang tak pernah absen untuk merawat kulit wajah. Dan isi sampahnya ini sepertinya memang kebanyakan bekas tisu juga kapas yang sudah berwarna hitam.

"Sabar, Git. Demi mendapatkan lampu hijau dari kakak ipar."

Inggit memanggul satu keresek sampah dan sisanya ia seret melewati pekarangan indekos. Tong sampah besar milik bersama di indekos ini memang cukup jauh. Inggit mendapatkan indekos yang memang paling ujung di lantai satu.

"Alhamdulillah gusti, akhirnya sampai juga."

Oeekkk oeekkk

Inggit yang baru saja merunduk untuk mengambil  keresek sampah jadi kembali menegak. Suara bayi yang teredam sesuatu membuat ia menatap sekitar dengan was-was. Nggak, Inggit sebenarnya bukan tipe perempuan penakut. Tapi mengingat cerita yang tempo hari dibicarakan oleh Ibu kos mau tak mau membuat bulu kuduk Inggit meremang.

Dulu di sini memang ada perempuan yang bunuh diri saat mengandung bayi. Kamu hati-hati saja.

Oeekkk oeekkk

Inggit semakin menajamkan pendengaran. Matanya mengedar pada sekitar, banyak tumpukan kardus yang bahkan sebagian sudah tertimbun oleh sampah.

Dengan tangan gemetar, Inggit membuka satu persatu kardus yang ia lihat di sana. Nihil, semuanya berisi kardus kosong dan sampah makanan. Inggit sebenarnya sudah tak kuat dengan bau sampah yang begitu busuk tapi tangisan bayi itu masih terdengar olehnya.

Saat mendekatkan wajah pada tumpukan sampah, Inggit merasa suara bayi itu kian terdengar jelas. Tanpa pikir panjang, Inggit menyibak sampah makanan dengan tangan kosong. Tak menghiraukan perasaan ingin muntah yang siap meledak dalam mulutnya.

Mendengar tangisan bayi itu mereda, Inggit malah panik. Takut terjadi hal yang tak di inginkan pada sang bayi. Ketika matanya menangkap kardus lusuh di balik sampah, ia segera menyingkirkan tumpukan sampah yang lain.

Napas Inggit memburu, tangannya mengangkat kardus yang cukup berat ini untuk di simpan di tempat yang lebih bersih.

Oeekkk oeekkk

Tangisan bayi kembali terdengar, dengan tangan gemetar Inggit membuka bagian atas kardus. Pelupuk mata Inggit berair saat kardus ini terbuka, sekali ia mengerjap maka bulir air matanya akan terjatuh.

Di dalam kardus ini ada dua bayi mungil yang saling mendekap. Satu bayi yang meraung dengan tangis sedangkan satu bayi lagi terlelap damai. "Hey, you're safe now." Bahkan suara Inggit begitu bergetar kala menyapa bayi mungil ini.

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang