5

1.7K 220 20
                                    

Hai, gimana kabarnya? Semoga baik-baik aja ya, buat yang lagi sakit semoga cepat sembuh. Yang masih sehat dan bisa baca cerita ini banyak-banyakin berdoa dan bersyukur. Di luar sana banyak orang yang lagi berjuang supaya bisa kumpul lagi sama keluarga seperti sedia kala:')

Yang udah lupa sama jalan cerita ini boleh baca lagi bagian 4 ya. Biar nyambung. Happy reading, enjoy!

¤¤¤


Drrrttt drrrttt

"Hm?"

"Git, jenguk si Pak Bos, yuk? Abis pulang dari rumah lo dia langsung sakit. Lo nolak lamaran dia, ya?"

"Hah? Gimana?"

"Pokoknya lo siap-siap aja. Bentar lagi gue sama anak-anak sampai ke situ, bye!"

"Lho, gue—"

Tut ... tut ... tut ....

"Pak Dharma sakit?" gumam Inggit. "Apa dia mikirin ucapan gue yang waktu itu, ya?"

"Ah, nggak mungkin. Dia kan laki-laki, masa sentimental banget sama omongan gue," kata Inggit meyakinkan. Ketika tangannya meraih tas perlengkapan Ghifar, gedoran juga teriakan cempreng di luar sana membuat Inggit berdecak sebal.

"SPADAAA? INGGIT? YUHUUU...."

"SEBENTAR!" balas Inggit, ia mengecek kembali perlengkapan Ghifar yang akan di bawa. Bayinya itu kini mulai terbiasa dengan suara teriakan yang masuk ke dalam gendang telinga. Buktinya Ghifar masih terlelap setelah tadi meminum susu.

"Kok tampilan lo biasa-biasa aja sih?"

Pertanyaan Shasa saat Inggit membuka pintu sungguh aneh. Memangnya ia harus berpenampilan seperti apa?

"Ya terus gue harus pake kebaya gitu?"

Shasa berdecak, "lo kayak anak smp lagi ngurus adiknya. Nggak punya dress apa?"

Inggit menilik penampilannya, apa yang salah sih dari cardigan juga dress berwarna pink  senada yang ia pakai? "Lha, ini kan juga dress, Sha?"

"Maksud gue yang lebih—"

"SHA, CEPET! LO KEBANYAKAN OMONG AH!" teriak Bima yang melongokan kepala dari jendela mobil.

"Haish, ya udah, sini. Gue bantuin."

Inggit berderap menuju mobil bersama Shasa, saat pintu belakang terbuka, ia sempat heran menemukan satu pria asing yang berada di balik kemudi.

"Panji, pacar si Ardel," kata Bima seakan tahu apa yang ia pikirkan.

Inggit mengangguk sambil tersenyum, ia duduk di tengah. Di apit oleh Shasa dan juga Bima.

"Gue mau gendong Ghifar, boleh nggak?"

"Emangnya lo bisa?"

Bima berdecak, menepuk dada seolah mau mengenalkan siapa dirinya sebenarnya. "Apa sih yang nggak bisa gue lakuin?"

"Ya ya ya, beli jam seharga rumah mewah juga lo mampu. Masa gendong bayi nggak bisa," sahut Ardel sambil membalikkan badan ke belakang.

Inggit berdecih, tapi tak urung juga ia memindahkan Ghifar pada pangkuan Bima. "Gue kira anak lo bakalan ringan banget, Git. Berapa kilo sih?"

"Gue lupa, pasti berat lha. Orang Ghifar yang gue temuin ini bukan bayi yang baru lahir."

"Hah? Maksud lo gimana?" tanya Shasa, perempuan itu kini sudah menyimpan lipstik keluaran terbaru-nya ke dalam pouch berwarna pink.

Found a BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang