part 9

904 25 0
                                    

Aku dan suamiku akhirnya sampai di rumah yang lumayan besar, bercat hijau kombinasi putih di beberapa sisinya. Nampak indah, rumahku sendiri cukup besar, tapi hadiah pemberian kedua orang tua kami juga juga tak kalah bagus. Aku berlari menuju kedalam rumah, kutinggalkan suamiku yang sedang menurunkan barang-barang kami. Beruntung barang-barang yang kubawa tidak terlalu banyak, karena aku hanya membawa satu buah koper berisi pakaian dan diapun juga begitu. Karena kedua orang tua kami memang sudah melengkapi rumah yang dibeli dengan segala perlengkapan didalamnya.

"Kak Bara! Dimana kamarnya?". Aku berteriak memanggil namanya.
"disini!"sahutnya

"Yang ini kamar siapa? Aku atau kak Bara?". Tanyaku lagi.
"Terserah! Kalau kamu mau kamar ini, pakai saja. Aku akan ke kamar sebelah!". Sambil menyeret kopernya dia melangkah pergi.

Kubiarkan dia pergi dari kamarku. Aku dan kak Bara memang memutuskan untuk berpisah kamar. Dia akan menempati kamar tepat disebelah kamarku. Sesuai kesepakatan kami akan saling menghormati keputusan masing-masing dan tetap berpura-pura menjadi pasangan suami istri. Itu jika dihadapan kedua orang tua kami.

Hari ini aku dan kak Bara mengantar mama dan papaku ke bandara. Mereka akan pergi ke London untuk perjalanan bisnis yang aku sendiri tidak tahu kapan mereka akan kembali. Meskipun mereka bilang aku boleh mengunjunginya, tetap saja aku sedih. Aku tidak pernah berpisah selama ini dengan mama dan papa.

"anak mama jangan sedih dong! Malu tuh sama suami kamu. Kayak anak kecil aja, padahal sudah menikah ya pah!?". Kata mamaku sambil menyeka air mata yang jatuh dari kedua pipiku seperti air terjun yang deras.

"Cinta pasti kangen sama mama dan papa".ku peluk erat leher mama dan papa bersamaan sambil terus menangis.

"sudah, jangan nangis lagi. Cengengmu tidak berkurang ternyata". Kali ini suara papaku. Kemudian beralih menatap kak Bara sambil menepuk pelan pundaknya berkali-kali. "Tolong ingat janjimu dan tepati ya!?. Menjaganya adalah tugasmu sekarang!." kali ini menatap lembut ke arahku.

Aku sedikit terkejut ketika tangan kak Bara meraih pinggangku lembut dan memeluknya. "Papa jangan khawatir, Cinta aman sama Bara".
Aku langsung mendongakkan kepalaku, sejenak pandangan kami bertemu. Kemudian dengan cepat ia menatap ke arah papa, begitupun denganku. Kami berdua melambaikan tangan kepada mama dan papa sebelum akhirnya mama dan papa menghilang di belokan lorong setelah pengecekan tiket. Kami pun memutuskan pulang ke rumah kami. Karena aku juga sedang libur kuliah. Dan kak Bara juga libur mengajar, mengingat pekerjaannya adalah sebagai dosen. Tunggu? Dosen? Aku bahkan belum pernah bertanya dimana dia mengajar?.

Tiba- tiba saja saja pertanyaan itu muncul. Rasa penasaranku mulai timbul, dan kalau sudah begini aku harus dapatkan jawaban.
Setelah 45 menit berlalu. Akhirnya kami pun sampai di rumah, kami juga memutuskan untuk berteman. Agar tidak ada lagi rasa canggung diantara kami, mengingat kami juga tinggal serumah hanya berdua! Ah ya! Kami hanya berdua di rumah yang menurutku cukup besar karena hanya ada kami berdua.

"Kak, aku mau buat teh, kakak mau dibuatin sekalian nggak?". Tanyaku menawari. Jelas aku bertanya dulu, kalau langsung kubuatku,iya kalau diminum. Kalau tidak?!. Mubadzir kan?!.

"Boleh!". Jawabnya singkat.

Aku membuat teh untuk kami berdua. Dan ketika sudah siap aku memberikan kepadanya yang sedari tadi sudah duduk santai di depan televisi. "Ini kak tehnya."
"Hmm, makasih". Lagi-lagi jawabnya singkat. Tiba-tiba pertanyaan yang tadi muncul kembali. Dan buru-buru aku menanyakannya, takut keburu lupa.

"Kak Bara. Kalau tidak salah kak Bara dosen ya?".

"Iya, memang kenapa?"..
Kudengar dia bertanya alasanku, sedikit menimbang-nimbang kata-kataku untuk bertanya lagi padanya, tapi kuputuskan untuk tetap bertanya.
"Dimana kak?".

"Universitas Bakti Mulia".

Deg! Jantungku langsung berdegup kencang. Kurasa juga tubuhku kaku setelah mendengar jawaban terakhir kak Bara. Apa-apaan ini! Aku menikah dengan seorang pengajar. Dan suamiku bahkan dosenku sendiri?! Oh Tuhan! Sesempit inikah duniaku?.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kami akan bertemu juga di kampus. Tapi tunggu! Kalau suamiku adalah dosen di kampusku. Kenapa aku sama sekali tidak pernah melihatnya? Dosen apa dia?.

"Dosen jurusan apa kak?". Tanyaku lagi penasaran.
"Dosen Administrasi Bisnis! Dan baru mengajar disana 3 bulan" jawabnya, sambil sesekali menyesap tehnya. Aku menunduk sambil berfikir, pantas saja aku tidak pernah melihatnya. Ternyata dia dosen yang lumayan baru toh.

Saat aku sedang asyik bergemul dengan pikiranku sendiri tiba-tiba suara kak Bara mengagetkanku dengan pertanyaannya ."kenapa?".
"Ah..hmm tidak ada". Jawabku kilat.

Aku bersyukur kak Bara tidak melanjutkan tanya nya. Bisa gawat kalau dia tau aku juga satu kampus dengannya. Aku hanya tidak mau saja kalau dia tahu aku juga salah satu mahasiswinya. Iihh apa kata orang jika tahu dosen menikah dengan mahasiswi. Apalagi dalam satu kampus!.

ISTRIKU...MAHASISWIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang