[Soundrack: Yes You Do - Maureen Kelly]
Banyak hal ajaib yang terjadi pada tengah malam.
Dalam dongeng-dongeng, biasanya kekuatan sihir akan punah pada pukul dua belas malam. Cinderella kehilangan kesempatan berdansa lebih lama dengan sang pangeran karena sihir yang memolesnya luruh pada tengah malam. Dalam novel Midnight's Children karya penulis Salman Rushdie, anak-anak yang lahir antara pukul dua belas malam hingga satu dini hari dipercaya memiliki kekuatan magis.
Kencana masih menyimpan harapan bahwa dirinya akan sembuh. Kalaupun bukan tengah malam, setidaknya pada hari-hari yang mendatang. Di lubuk hatinya terpendam hasrat untuk bertemu kembali dengan Senja dan mengenal pemuda itu lebih jauh.
Namun tepat pukul dua belas malam itu, justru bukan keajaiban yang terjadi.
Kencana terbangun dengan rasa sakit yang menusuk-nusuk di perutnya. Kesakitan yang identik dirasakannya saat satu ginjalnya dilenyapkan. Ratih terbangun dan cepat-cepat memanggil para perawat. Dokter yang bertugas jaga di UGD malam itu segera memerintahkan untuk dilakukan CT Scan.
Hasilnya, empat puluh senti usus halus Kencana hilang saat gadis itu terlelap.
Para dokter masih tidak bisa melakukan apa-apa. Operasi bukanlah pilihan, karena mereka khawatir tindakan itu malah akan memperparah kondisi Kencana. Gadis itu hanya diberikan pil penahan sakit dan dikirim kembali ke kamar.
Kencana berbaring di tempat tidur dan berjuang untuk tidak menjerit-jerit. Perutnya terasa seperti disayat-sayat. Ratih berdoa di sampingnya. Sambil merintih, Kencana juga berdoa dalam hati. Tuhan, tolong sembuhkan aku. Dia merasa kecewa pada Tuhan. Selama ini aku sudah menjadi anak yang baik. Aku tidak pernah menyakiti hati Mama. Aku anak yang penurut. Tapi mengapa aku dicobai seperti ini?
Setelah bergumul selama satu jam, Kencana jatuh tertidur karena kelelahan. Dalam mimpi, dia kembali bertemu dengan Senja. Pemuda itu sedang menunggunya.
'Aku pikir kamu nggak akan ke sekolah lagi,' kata Senja.
'Sepertinya aku belum bisa bersekolah,' sahut Kencana. Suaranya terdengar mengambang dan ringan, bukan seperti suaranya sendiri. 'Aku masih harus dirawat.'
Senja tertunduk. Pemuda itu tampak kecewa. 'Aku berharap semoga kamu cepat sembuh...'
'Terima kasih.'
Tiba-tiba Senja melangkah pergi. 'Aku menunggumu...'
Sosok pemuda itu menjauh dan mengabur, seolah ada kabut pekat yang membungkus tebal dirinya. Senyum di wajahnya perlahan-lahan memudar. Kencana menggapai-gapai dan memanggil-manggil nama pemuda itu. Senja! Senja! Jangan pergi! Dikejarnya pemuda itu tapi dia tidak bisa, dia tak punya kaki. Kencana berteriak lebih keras tetapi suaranya berangsur-angsur mengecil hingga hilang sama sekali. Kencana meraba wajahnya dan dia tak bisa merasakan mulutnya. Mulutnya sudah menghilang. Dia menangisi kepergian Senja tetapi air matanya tidak mengalir, wajahnya juga sudah tak ada. Dia ingin memeluk pemuda itu tetapi tangannya kini hanyalah desau angin, tanpa tulang, daging dan otot...
Dia sudah lenyap. Menghilang sepenuhnya.
Menjadi kasat mata.
Senja!
Kencana membuka mata lebar-lebar. Dia duduk dan meraba wajahnya. Tidak. Wajahku masih ada. Tubuhku... masih ada. Dia menatap kedua tangannya yang masih berwujud. Aku masih hidup. Aku tidak menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
6 LIVES [TAMAT]
General FictionEnam orang manusia. Enam kehidupan yang berbeda. Satu kisah yang menyatukannya. Genre: Drama, Slice of Life, Magical Realism Novel kedelapan dari Kai Elian.