Kepalanya pusing. Hidungnya terasa lembab dan pengap. Berbagai aroma aneh bercampur aduk menyerang indra penciumannya, beberapa aroma bahkan belum pernah dibauinya selama ini...
Dalu membuka matanya.
Rasanya seperti memandang matahari. Dia menyipitkan mata untuk bisa melihat lebih jelas. Hal pertama yang dilihatnya adalah ubin teras depan yang lusuh. Dalu mendongak. Seakan ada yang menyisipkan kaca pembesar di lensa matanya, segala sesuatu di sekelilingnya tampak lebih besar dan tinggi.
Ada apa ini?
Dalu mendongak dan melompat terkejut. Dia melihat sosok kakaknya yang sedang membungkuk ke arahnya. Kakaknya terlihat seperti raksasa.
"Ma!" Kakaknya berteriak. "Ini kucing siapa?"
Kucing?
Dalu mengangkat tangannya. Tetapi yang dilihatnya bukanlah tangan manusia, tetapi cakar kucing. Dia berbalik dan meneliti tubuhnya – entah mengapa dia merasa lebih luwes dan bisa meliuk-liukkan tubuh dengan mudah. Tidak ada tubuh manusia. Hanya ada bulu hitam, empat cakar, dan ekor.
Apa-apaan ini?
Ibu Dalu muncul dari dalam. "Wah, kucing siapa, ya? Mama baru lihat kucing ini."
"Ini bukan kucing tetangga?" tanya kakak Dalu.
"Bukan. Kucing yang main di sini biasanya yang belang putih kuning itu."
Tunggu, tunggu... Dalu mundur ketakutan. AKU BERUBAH JADI KUCING?
"Kalau begitu diusir aja," kata kakak Dalu. "Takutnya mencuri makanan atau buang kotoran di dalam rumah..."
'Mbak, ini aku! Ini DALU!'
"Wah, sepertinya kucingnya marah," kata ibu Dalu. "SHUH! PERGI SANA!"
'MA! INI DALU!'
Yang terdengar dari tenggorokan Dalu bukanlah kata-kata, melainkan meongan kasar. Ini tidak mungkin! Dalu mendekati ibu dan kakaknya dan berteriak lebih keras – mengeong, mencoba memberitahu mereka.
"Ambil sapu lidi di atas kasur!" kata ibu Dalu pada kakaknya. "Kucing takut sapu lidi!"
Kakak Dalu bergegas ke dalam dan keluar sambil membawa sapu lidi yang biasa dipakai untuk membersihkan kasur. Melihat sapu lidi itu, sekujur tubuh Dalu gemetar. Kenapa aku jadi ketakutan begini? Itu kan hanya sapu lidi!
Kakak Dalu menyabetkan sapu lidi itu ke arah Dalu. Hup! Tiba-tiba saja Dalu melompat tinggi-tinggi, seakan kakinya terpasang pegas. Satu sabetan lagi dari sapu lidi itu, dan Dalu berhasil menghindar.
'Ma! Mbak! Ini Dalu! Dalu berubah jadi kucing!'
"Kucingnya marah, Ma..." kata kakak Dalu.
Aku bukan sedang marah! Aku ingin memberitahu kalian! Aku ini Dalu!
"Ya sudah, nanti kamu dicakar," kata ibu Dalu. "Tutup saja pintunya. Nanti dia pergi sendiri."
Ibu Dalu menarik kakaknya masuk ke rumah. Sebelum menutup pintu, kakaknya itu memukulkan si sapu sekali lagi lalu berteriak galak, "PERGI SANA! JANGAN KEMARI LAGI!"
...
Dalu duduk meringkuk di atas pagar.
Hanya dalam tiga lompatan, dia bisa mencapai puncak pagar tembok itu. Tubuhnya sekarang sangat gesit, jauh lebih gesit dari tubuh manusianya. Namun Dalu masih belum terbiasa dengan indra penciuman dan pendengarannya. Dia bisa membaui hampir semuanya; ikan yang sedang digoreng di dapur, kayu pohon belimbing yang manis, hingga bau got yang tak sedap. Kumisnya bergerak-gerak sendiri tanpa dikendalikan, seperti wiper otomatis yang menyapu air dari kaca mobil. Telinganya juga sanggup menangkap rupa-rupa bunyi, mulai suara-suara daun yang bergemerisik ditiup angin hingga langkah terburu-buru serangga di sisi tembok.
KAMU SEDANG MEMBACA
6 LIVES [TAMAT]
General FictionEnam orang manusia. Enam kehidupan yang berbeda. Satu kisah yang menyatukannya. Genre: Drama, Slice of Life, Magical Realism Novel kedelapan dari Kai Elian.