Sore harinya, Arumi memasang tiga kamera pengintai itu apartemennya.Dia mengatur supaya kamera-kamera itu letaknya tersembunyi. Ketiga kamera itu terhubung lewat jaringan Wi-Fi dengan televisi di ruang tengah, jadi Arumi bisa memonitornya dengan mudah. Dia mengetesnya terlebih dulu, untuk memastikan kamera-kamera itu bekerja dengan sempurna.
Kali ini, siapapun yang mengacak-acak apartemenku pasti akan tertangkap!
Menjelang malam, Arumi menelepon Kai. Adiknya itu sedang sibuk mengerjakan tugas kelompok, jadi tidak bisa mengobrol lama-lama. Arumi mengurungkan niatnya memberitahu Kai soal keanehan-keanehan yang dialaminya, dan meminta adiknya untuk datang minggu depan. Kai berjanji akan datang.
Setelah Arumi menyantap makan malam, Janet datang berkunjung. Sahabatnya itu sering sekali mampir, dan Arumi selalu menyilakannya datang. Kebetulan sekali, Arumi butuh teman mengobrol.
"Kamu tahu nggak Arumi," kata Janet. Suaranya terdengar cemas. "Akhir pekan minggu lalu, Tere pergi Tangkuban Perahu bareng Andro!"
"Tere?" Arumi terkesiap. "Kamu tahu dari mana?"
"Aku melihatnya sendiri!" kata Janet. "Mereka pergi Jumat malam dan baru kembali Senin pagi."
"Tere memang nggak cerita ke aku sih soal rencananya akhir pekan lalu," kata Arumi. Selain itu aku juga tidak ingat kejadian selewat Jumat lalu sampai hari ini.
"Itu karena dia pergi berduaan Andro," kata Janet dengan nada menuduh.
Wah, kelewatan sekali! Arumi bingung bagaimana harus bereaksi. Aku ditelikung! Janet dan Tere adalah dua sahabat terbaiknya yang sudah menemaninya paling lama. Ketika teman-teman Arumi yang lain pergi tanpa kabar, hanya Janet dan Tere yang terus setia mendampinginya.
"Apa yang mereka lakukan di Tangkuban Perahu?" tanya Arumi.
"Mereka jalan-jalan," jawab Janet. "Tere menyewa mobil dan menjemput Andro di tempat kosnya. Aku udah nanya ke dia kalian ngapain aja, tapi Tere nggak mau cerita terus terang. Dia cuma bilang mereka mendaki sebentar, lalu jalan-jalan keliling Bandung..."
Mendaki sebentar dan jalan-jalan keliling Bandung... Arumi bisa membayangkannya. Menikmati waktu bersama yang romantis seperti di film-film.
Janet mendesaknya. "Terus, kamu oke-oke aja, Arumi?"
"Hmm, bagaimana ya... Aku sama Andro belum begitu dekat. Kami hanya pernah mengobrol beberapa kali aja. Saat ini status kami hanya rekan kerja."
"Rekan kerja? Memangnya kamu nggak naksir sama Andro?"
"Naksir sih. Dia pendengar yang baik..." Itu adalah hal paling berkesan yang diingat Arumi tentang Andro. "Dan ramah sekali. Aku merasa klop kalau ngomong sama dia."
"Andro juga nggak memandangi kamu dari atas ke bawah seperti pria-pria lain," kata Janet.
Arumi mengangguk. Janet benar. Dari sekian banyak pria yang sudah pernah ditemui Arumi, Andro berbeda. Arumi pernah membaca bahwa hal pertama yang diperhatikan seorang pria pada seorang wanita adalah penampilannya. Dan gara-gara hinaan terus-menerus dari orangtuanya, Arumi sangat tidak percaya diri dengan penampilannya. Ketika pertama kali mereka bertemu, mata Andro tidak jelalatan memandanginya. Pria itu hanya tersenyum dan menyapanya dengan sopan.
"Arumi?" Janet memanggilnya. "Kamu nggak apa-apa?"
Arumi mengangguk lagi. "Terima kasih udah ngasih tahu aku, Janet."
"Terus kamu cuma diam aja begitu?" tuntut Janet. Ia terdengar marah. "Kamu bakal ngebiarin aja Tere ngerebut Andro dari kamu?"
Merebut Andro? Ide itu terasa kejam, apalagi jika dilakukan oleh Tere. "Andro kan memang bukan punya aku. Tere nggak merebut apa-apa dari aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
6 LIVES [TAMAT]
General FictionEnam orang manusia. Enam kehidupan yang berbeda. Satu kisah yang menyatukannya. Genre: Drama, Slice of Life, Magical Realism Novel kedelapan dari Kai Elian.