Setelah seminggu, akhirnya Dalu terbiasa dengan tubuh kucing. Menjadi kucing ternyata boleh juga.
Kunci utama bertahan hidup sebagai kucing adalah kemampuan berburu. Bersama Cipo dan Cipi, Dalu belajar cara menangkap tikus, cicak atau kecoak. Hewan-hewan itu cepat dan tangkas – mereka sadar bahwa mereka berada di dasar rantai makanan, jadi Dalu harus lebih gesit dari mereka. Untunglah kucing dianugrahi indra-indra yang luar biasa.
Menangkap burung lain lagi. Itu lebih sulit karena burung bisa terbang. Mimi saja tak selalu berhasil menangkap burung gereja, meski dia sudah mengintainya dengan telaten selama berjam-jam dan mengendap-endap tanpa suara. Dalu belum berhasil menangkap burung. Kata Mimi, seekor kucing baru bisa disebut kucing sejati kalau sudah bisa menangkap burung.
Selain berburu, mereka juga menyatroni tempat sampah dan rumah-rumah tetangga yang pintu atau jendelanya terbuka. Mencuri ini lebih menegangkan dari berburu, karena kalau ketahuan, manusia terkenal galak dan suka semena-mena. Dua kali Dalu nyaris dihajar sapu karena ketahuan mau mencuri ikan goreng di rumah tetangga.
Biasanya setelah berburu atau mencuri begitu Dalu ingin mandi karena dia merasa "kotor". Tetapi anehnya saat mencoba mandi hujan, tubuh kucingnya jadi meriang seperti mau demam. Mimi terkekek-kekek menertawakan Dalu. 'Kita menyentuh air hanya untuk minum dan kalau sudah benar-benar kotor, seperti kalau terperosok dalam got,' kata Mimi. Barulah Dalu paham mengapa kucing benci sekali air. Kemudian Mimi mengajarkan Dalu cara yang benar, dengan menjilati tubuh sendiri. Ternyata lebih menyenangkan daripada mandi pakai air.
Begitulah, selama seminggu Dalu hidup sebagai kucing. Dia masih merindukan kembali menjadi manusia, tetapi perlahan-lahan pikiran itu tak lagi menganggunya...
...
Sore itu Dalu kembali ke garasi dengan tubuh lunglai. Upayanya hari ini untuk mengingatkan ibunya masih gagal. Setiap hari dia selalu kembali ke rumah, mencoba memberitahu ibunya. Dan setiap hari pula, dia diusir, diancam dengan sapu lidi, dan hari ini disemprot air.
Kakak perempuan Dalu yang mulai iba padanya. Dua kali kakaknya memberikan kepala ikan goreng dan tulang ayam. Sikap kakaknya yang ramah ini membuat Dalu tergugah. Dia jadi ragu, mungkin sewaktu menjadi manusia, dialah yang terlalu membesar-besarkan masalah. Kakakku selalu dapat inilah, dibelikan itulah, dihadiahi sesuatu lah... Mama memberikan semua itu pada kakak karena dia memang perlu. Dalu merasa egois karena sudah dengki pada kakaknya sendiri.
'Om Dalu!' Cipi menghampiri Dalu. 'Ayo kita pergi ke arisan kucing.'
'Arisan kucing?'
Cipi mengangguk dan mulai menarik kaki depan Dalu dengan mulutnya. Tak berapa lama, Mimi mengajak Dalu juga. Karena penasaran apa itu arisan kucing, akhirnya Dalu menurut saja.
Arisan kucing itu diadakan di sebuah bengkel tua di ujung jalan. Mereka masuk lewat celah di kawat nyamuk jendela belakang bengkel.
Sudah ada beberapa kucing di situ, mereka membawa anak-anak mereka. Sebagian ayah kucing tidak tampak karena mereka sedang berburu, jadi hanya ada beberapa kucing jantan muda di sana termasuk Dalu. Mimi menyapa para induk kucing dan mengenalkan Dalu sementara Cipi dan Cipo pergi bermain bersama teman-teman sebayanya.
'Tadi pagi anakku bisa menangkap tikus, lho!' kata seekor kucing betina gemuk berbulu loreng abu-abu. 'Seekor diri pula! Tikus besar lagi!'
'Wah, membanggakan sekali!' Mimi menimpali. 'Cipo dan Cipi juga sudah mulai mahir...'
Para induk kucing itu kemudian mulai membanggakan prestasi anak-anak mereka. Rupanya arisan kucing ini sama saja dengan arisan ibu-ibu manusia. Ibu Dalu juga sering membangga-banggakannya pada tetangga, sampai-sampai Dalu malu. Waktu tim Dalu menang lomba voli tingkat SMA sekabupaten, seluruh tetangga di gang mereka sampai tahu. 'Kaptennya anakku lho, si Dalu...' kata ibunya. 'Minta doanya ya bu, mudah-mudahan menang di provinsi dan bisa ikut PON...'
KAMU SEDANG MEMBACA
6 LIVES [TAMAT]
Fiction généraleEnam orang manusia. Enam kehidupan yang berbeda. Satu kisah yang menyatukannya. Genre: Drama, Slice of Life, Magical Realism Novel kedelapan dari Kai Elian.