22

558 59 9
                                    

Setiap langkah yang mereka pijak membuat jejak pada pasir pantai disore ini, suara deburan ombak bertabrakan mengisi kesunyian saat dua pribadi memilih untuk bisu sekedar menikmati.

Bahkan semilir angin yang lewat menjadi saksi, betapa damainya mereka menyusuri tepi pantai tanpa obrolan yang menaungi sejak tiba setengah jam yang lalu.

Chaeryong menghentikan langkahnya, dia berdiri menatap sang surya yang perlahan mulai turun keperadabannya.

Sedangkan Taehyung menatap Chaeryong sesaat, sebelum akhirnya ikut fokus pada apa yang menjadi tujuan mereka ke pantai hari ini.

Hembusan napas lelah keluar dari birai Chaeryong, dia menelengkan kepala menatap Taehyung yang masih setia diam.

"Takdir sangat kejam ya, selalu berbuat semaunya tanpa memikirkan nasib seseorang yang menjadi sasaran." Ucapnya dengan senyum kecil.

"Padahal, kita sudah melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Tapi, sepertinya kerikil kecil selalu menjadi penghalang akan suatu hal yang dilakukan, sangat mengganggu dan tidak tahu diri sekali." Lanjut Chaeryong seraya menduduki diri pada pasir yang tidak lembab dan disusul Taehyung yang ikut duduk disampingnya.

"Kau tahu, Tae? Itu adalah ucapan yang dikatakan Chaeyong saat menemui diriku berada pada lantai atas sebuah apartemen di daerah Gangnam." Jelas Chaeryong saat satuan ingatannya terkumpul pada kejadian disatu malam yang benar-benar menjadi kenangan terburuk dalam hidupnya.

Tanpa mengalihkan pandangannya Taehyung bertanya, "Kau ingin bunuh diri?."

Kekehan kecil terselip, bersamaan dengan anggukan pada perempuan yang berumur 24 tahun itu.

"Aku sudah sangat muak dengan hidup ini, orang tua ku selalu bertengkar dan melampiaskan kekesalannya pada ku dan juga adikku. Singkat cerita keluarga ku memiliki hutang dimana-mana, dan disaat tagihan datang seperti rombongan hewan, ayahku memilih mengakhiri hidupnya tanpa bertanggung jawab barang sedikit pun. Dan seminggu setelah ayahku meninggal, ibuku masuk rumah sakit jiwa karena gangguan mental yang tidak bisa dikatakan baik lagi. Tepat pada hari itu, aku memutuskan untuk ikut menyusul ayah ku juga dimalam setelah hujan reda, diatap apartemen dengan tinggi tiga puluh lantai."

"Tapi aku takut, aku memikirkan adik laki-laki ku, memikirkan apa yang akan terjadi dengannya jika aku menyusul ayah, karena hanya diriku satu-satunya harapan dia. Dan disisi lain, aku sudah meyakinkan diri bahwa itu tidak apa-apa, aku mencoba untuk tidak peduli, hingga pada akhirnya tepat pada satu langkah menuju kematian, Chaeyong datang mengatakan hal yang ku katakan padamu tadi."

"Dia juga berkata; Bunuh diri bukan jalan satu-satunya, kau harus bekerja lebih keras lagi kalau begitu. Tidak perlu khawatir, aku sudah melunasi semua hutang mu, hiduplah dengan baik setelah ini. Tinggallah bersama teman ahjumma, aku sudah mengantar adikmu kerumahnya."

Chaeryong tersenyum samar, dia menyilangkan kakinya seraya memainkan pasir dengan jari telunjuk -membuat gambar abstrak sekedar menenangkan diri.

"Dia penyelamatku, hutang yang kumiliki tidak sedikit. Tapi dia membayarkan semuanya untukku, dia bukan siapa-siapa, mengenal saja tidak. Awalnya aku terkejut saat melihat wajahnya yang sangat mirip denganku, aku pikir kami adalah saudara yang terpisah, tapi nyatanya kita tidak memiliki hubungan apa pun." Chaeryong menghela napas sebelum melanjutkan,

"Chaeyong, sangat berarti bagiku, Tae. Satu-satunya orang yang ku punya saat ini, dan kau harus tahu satu hal bahwa keputusan yang dibuatnya tidak pernah salah."

Let It Be ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang