"Kau gila?! Apa yang sebenarnya kau pikirkan?!"
Teriakan itu datang dari seorang Alvin yang memasuki kantor kakaknya tanpa permisi. Dapat Alvin lihat jika Alvano sedang duduk di sofa dengan ekspresi frustrasi yang menghiasi wajahnya.
"Kau menyerbu kediaman Owner?! Dan lagi, sendirian, Vano?! Kau tidak menyayangi nyawamu lagi, hah?! Jika ayah tahu, dia akan—"
"Ayah sudah tahu. Aku memberitahunya." Kata Alvano sambil mendesah lelah. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Alvin tersenyum culas. Dia berdiri dengan tangan yang bertolak pinggang. "Ada apa dengan kalian, hah?! Setelah memberikan ketidaknyamanan pada Elie, mengancam akan menghapus nama Elie dari kartu keluarga, dan setelah Elie pergi, kalian bersekutu agar Elie kembali pada tempat yang menyiksanya ini?"
Alvano berdiri segera. Napasnya memburu marah ketika menatap kembarannya yang malah terlihat tidak marah disaat adiknya sedang berada dalam genggaman monster. "Apa kau sadar yang kau ucapkan hah?!! Kau lebih memilih Elie berada di genggaman monster daripada keluarganya?!"
"SIAPA YANG MENJADI KELUARGANYA DI RUMAH INI?!" Bentak Alvin, tepat di hadapan wajah kembarannya itu. Memelototi wajah Alvano yang kali ini ikut terlihat marah. "Hanya aku yang memedulikannya! Hanya aku! Ibu, kau, dan ayah hanya memikirkan uang dan kekuasaan! Kenapa sekarang kalian tiba-tiba pura-pura peduli pada adikku? KENAPA?!"
Brak!
"Jaga bicaramu, Anak Muda."
Dua orang yang saling memelototi satu sama lain itu akhirnya menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka. Mata mereka menatap kaget pada sang ayah yang tiba-tiba berada di LA ini.
"Sejak kapan aku tidak peduli pada anakku sendiri? Huh?" Tanya pria paruh baya yang menggunakan mantel di sekitar bahu hingga punggungnya itu. Terlihat gagah dengan kumis dan jenggot yang tumbuh di wajahnya.
"Ayah sudah sampai?" Tanya Alvano sambil berdiri tegap penuh hormat pada ayahnya.
Yang ditanya malah bersidekap dengan angkuh. "Anakku sekarang berada dalam genggaman monster. Mau tidak mau, kita harus berperang dan mengambilnya dari tangan monster itu. Walaupun itu berarti, aku harus kehilangan kekayaanku dan harus mati di tangan Owner."
Alvin yang kali ini mendesah frustrasi dengan keadaan sekarang. "Bisa kalian biarkan saja mereka, huh?! Jika perlu, aku akan ke sana dan menjadi mata-mata kalian!! Tidak usah merebut lagi kebahagiaan Elie!!"
"Kebahagiaan?" Erick mendengus. "Menurutmu, adikmu akan bahagia di tangan seorang pembunuh? Adikmu yang berhati lemah itu?"
Mendengar pertanyaan itu, Alvin terdiam. Dia membuang napasnya perlahan. "Memangnya ayah tahu cara merebut sesuatu dari seorang monster hah?! Bagaimana kita bisa mengambil Emilie di tangan monster sepertinya?!"
Tersenyum, Erick mengangguk tenang. "Jangan panggil aku pebisnis jika aku tidak bisa memusnahkan lawanku."
***
Entah apa yang sedang Emilie alami saat ini. Sungguh, yang kemarin merasa marah dan kesal pada seseorang adalah Emilie dan kekesalannya adalah karena ulah Xavier. Jadi, wajar-wajar saja kan jika Emilie marah? Tapi, kenapa sekarang Emilie yang merasa jika Xavier yang marah dan berlaku dingin pada Emilie?
Kesal, Emilie lebih memilih duduk di sofa ruang TV dan menekan-nekan tombol remote TV dengan emosi. Emilie sangat bosan dan Zander menghilang entah ke mana.
Suara seseorang yang menuruni tangga, mau tidak mau membuat Emilie melirik ke arah tangga dan mendapati Xavier sedang menuruni tangga ke lantai bawah. Melihat wajah Xavier membuat Emilie semakin emosi. Emilie tetap mengabaikan keberadaan Xavier dan menekan tombol remote dengan makin menekannya keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Xavier
RomanceSELURUH KARYA MADE IN EARTH DILINDUNGI OLEH PROFESIONAL HUKUM PURE PUBLISHING!! PLAGIAT AKAN DIKENAKAN DENDA MINIMAL 500 JUTA DAN PENJARA MINIMAL 2 TAHUN [Konten dewasa 21+] Emilie tidak menyangka bahwa kedatangannya ke LA akan membawa malapetaka ba...