LDR 10✨

176 14 5
                                    


"Ada ribuan kata yang aku pikirkan tapi tak satupun kata yang mampu aku rangkai jadi sebuah kalimat"

Reina kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa, walau Reina merasa ada yang kurang tapi ia tetap harus semangat. Sehabis pulang dari bandara semalam, Reina langsung pulang kerumah dan menangis sepuasnya di dalam kamar.

Sampai detik ini Farhan juga belum menghubunginya, lelaki tersebut juga berjanji akan ke Indonesia saat liburan semester.

Reina kembali memakan batagor yang ia pesan, duduk di meja nomor satu disudut kantin. Akhh, Reina jadi teringat akan Farhan, Reina akan menobatkan ini menjadi meja favorit Reina.

Reina menoleh kesamping kala ia teringat sesuatu. "Btw. Lo, semalam kenapa gak sekolah, Ndah?" tanya Reina.

Gadis itu menyengir. "Gue, sekolah kok, gue izin gak masuk buat nyiapin clue itu."

"Astaga, lo bener-bener nekat banget deh, Ndah." Reina tak menyangka segitu beraninya ya mereka membuat permainan.

"Lo, kenal pak Wijaya, kan?"

"Om gue atau lebih tepatnya pemilik sekolah kita'kan?" tanya Reina.
Indah mengangguk kemudian tersenyum."Itu papa gue, makanya gue bebas semalam gak ngikuti pelajaran."

Reina tercengang, bagaimana bisa Indah anaknya pak Wijaya yang notaben-nya om nya sendiri. "Gue, kok gak tau sih!" kesal Reina dan merajuk, memakan batagornya dengan kasar.

"Gue, kan dari kecil udah tinggal di Singapura ikut mama, sementara papa lanjutin usahanya disini, ya walaupun sesekali pulang ke Singapura. Tapi kita pernah ketemu sekali lho, kalau gak salah waktu Elena lahir," ucap Indah setelah ia mengingat awal mereka ketemu.

"Elena, adik lo yang di bawah kita setahun kan? Yaelah itu mah gue mana ingat, kan kita juga masih umur setahun, Ndah," ucap Reina sembari memutar bola mataya malas.

"Astaga gue lupa hehe, nyokap ceritakan semua ke gue, dan soal Farhan mama kita sepupu jauh gitu!" seru Indah.

"Dunia terlalu sempit ternyata."

Mereka pun menghabiskan waktu istirahat dengan bercerita banyak hal, tentang Elena yang kecilnya selalu nempel sama Farhan, selalu mengerjai Farhan jika berkunjung kerumah. Jangan lupakan sikap bar-bar nya yang membuat mereka geleng kepala. Reina meringis kala Indah menceritakan bagaimana buasnya Elena ketika menghajar salah satu teman semasa kanak-kanaknya, tak tanggung gadis itu membuat kepala temannya tersebut mengeluarkan darah akibat pukulan Elena dengan kotak pensil yang di dalamnya terdapat gunting.

***

Di lain sisi Farhan sedang mengistirahatkan tubuhnya, ia sangat lelah mengingat perjalannya cukup menguras tenaga. Farhan beranjak untuk mengambil ponselnya, ternyata ponselnya mati. Farhan pun bergegas untuk men-charger ponselnya. Kembali Farhan merebahkan tubuhnya di kamar yang kali ini bernuansa biru langit terebut hingga kantuknya kian melambung.

Hingga akhirnya Farhan terbangun oleh ketukan pintu yang di ketuk cukup kuat.

Tok
Tok
Tok

"Bang, lo gak mati kan?!" seru seseorang yang Farhan yakini adik nya yang terlampau bar-bar.

"Bang, buka pintunya! Makan malam disuruh Mama!" Farhan pun segera bangkit dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajah nya.

Ceklek

Wajah tanpa dosa lah yang pertama kali di lihat Farhan. "Lo, itu kebiasaan banget sih bangunin orang teriak. Berisik tau!" gerutu Farhan.

Long Distance RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang