27. Panic

8.8K 632 36
                                    


Sofia gagal menguasai dirinya. Matanya mengekor gerak-gerik Jonas yang muncul dari belakang Julia secara tiba-tiba. Bodoh jika Sofia mengira Julia tidak melihat reaksinya.

"Maaam, aku mau ikut Mama aja boleh, nggak?" Marion bergelayut manja di lengannya.

"Kenapa sih Ma nggak ikut kami pulang sama Papa. Kerja terus kerja terus."

Saved by the bell. Punggungnya yang dingin, kembali menghangat melihat putrinya. Sofia memeluk Marion, mengecup puncak kepalanya. Mata Sofia memejam, dia berkosentrasi penuh menata suasana hati dan sikapnya.

"Sebentar aja, kok. Nanti kalo udah senggang, kalian temani Mama ke sana, ya?"

"Sama Papa?" Marion menunjuk Mario yang sibuk dengan rengekan Marionette.

Mereka berdua sedang memperebutkan se-cup gelato stroberi. Marion masih menunggu jawaban Sofia. Julia menyentuh pundak Sofia, menuntut reaksi menantunya. Sofia tergugu. Bingung.

Tidak sabar, Marion beralih ke Mario menanyakan hal yang sama, "Pa, nanti kita bisa ke Bali kan sama Mama juga?"

Dihadapi tatapan mengiba seperti itu, mau tidak mau Mario melunak.

"Boleh, nanti kalo urusan Papa udah selesai kita susul Mama ke Bali, ya," kerling Mario pada anaknya.

Marionette lantas melupakan gelato dan menghambur ke dalam pelukan Mario. Mario dan Sofia bertukar pandang. Sofia menggeleng perlahan, dia lelah bersandiwara.

"Asiik, udah lama banget kan kita nggak liburan ke Bali!"

"Kamu ngomong kayak udah tua aja, Net," sembur Marion pada saudarinya.

Sesaat sebelum mereka berpisah, Julia memeluk erat Sofia. Terkadang, jawaban selalu dapat diperoleh dari mengamati saja. Nggak semua pertanyaan harus diucapkan. Kita bisa mencarinya sendiri melalui reaksi orng di sekitar kita. Satu gestur tubuh, memberikan banyak bahasa. Namun, Julia yakin pada kemampuannya. Kali ini apa yang dia lihat dari Sofia tidak akan salah.

"Jadi, sudah sejauh mana kamu dengan Jonas, huh?"

Sofia yang mengira dirinya telah lolos dari pertanyaan Julia, panik. Debaran jantungnya menguat. Julia bahkan bisa merasakan dalam ketatnya pelukan mereka berdua. Sofia menarik diri menjauh, tapi sayang, tangan Julia menjaganya tetap dekat.

"Ternyata benar, pasangan itu cerminan satu sama lain, ya. Mama harap kamu paham konsekuensinya. Oh bukan. Bukan untukmu, Nak."

Julia menghentikan upaya Sofia membela diri dengan kalimat sanggahannya. Dia mengurai pelukan dan beralih ke Jonas. Sofia memekik tertahan.

Jangan di depan anak-anak, kumohon!

"Keberuntungan tidak datang dua kali, Anak muda. Selagi masih bisa menghindar, maka larilah."

Tidak, jangan. Jangan sakiti Jonas. Sofia ingin sekali memekikkan kalimat itu pada Julia. Adrenalin memacu jantungnya kian cepat. Berbeda dengan nyalinya yang menciut.

Sofia mengatakan kalimat itu dalam diam saat kedua mata wanita itu saling bertatapan. Sofia tahu, Julia tidak pernah main-main dengan ucapannya. Nenek Tua itu baru saja mengultimatum dirinya. Nenek itu meminta, bukan, menyuruhnya menjauhi Jonas atau ...

Julia menyudahi kalimat dengan tepukan di bahu. Jonas mengangguk tanpa ekspresi. Dalam hati dia menerka maksud ucapan Julia barusan. Sedangkan Mario yang melihat semua adegan itu melalui kaca spion, menyeringai puas.

Setelah kedua mobil itu hilang dari pandangan, Jonas mendekati Sofia. Lengannya terulur meraih wanita pujaannya. Tetapi urung setelah dia mendapati kedua mata Sofia kembali membasah.

"Hentikan. Mama Julia sudah tahu tentang kamu, Nas. Kita berpisah di sini."

Berpisah, kapan memangnya kalian bersatu, Sof?

Sofia menertawakan pikirannya sendiri. Kedua lengannya memeluk diri sendiri. Udara terasa hampa di sekelilingnya. Seolah tersedot masuk dan lenyap begitu saja. Sofia menggigil ketakutan mengingat ancaman Julia.

Bagaimana wanita itu bisa tahu? Seberapa banyak yang dia tahu?

Kalimatnya terngiang dalam benak Sofia, "...pasangan itu cerminan satu sama lain ..."

Benarkah dia sudah seburuk Mario dalam pernikahan mereka? Apa kini dia sudah serendah Mario? Apa salah kalau dia hanya berusaha bahagia?

Sofia menggeleng kuat. Pikiran terburuk kini menyergapnya. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan menimpa Jonas seandainya Sofia nekat bersamanya. Dia memejam, menggigiti bibirnya. Kedua kaki Sofia melemas. Dia hampir terjatuh kalau saja Jonas tidak sigap menangkapnya.

"Sssh, kamu gak papa, Sof. Kamu aman. Ada aku di sini."

Kemudian pandangan Sofia menggelap.

Falling for Banana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang