42. a Gift for You, Ma.

8.3K 695 60
                                    


"Sofia! Di mana kamu sekarang?" sembur Julia.

Sofia sampai harus menjauhkan ponsel dari telinga dan mengaktifkan speaker ponsel.

"Kenapa, Ma?"

Sofia mengacungkan telunjuk di depan mulutnya. Meminta Joan untuk tidak bersuara saat ini. joan mengangguk. Malah dia merapatkan tubuh untuk turut menyimak pembicaraan Julia dengan Sofia.

"kenapa kamu bisa serendah itu mempermalukan Mario?" cecar Julia.

Joan mengumpat tanpa suara.

"Sofia nggak ngerti maksud Mama."

"Jangan banyak alasan kamu, Sof! Beritanya sudah tresebar ke mana-mana."

"tapi kan Mama bisa tarik semuanya sekarang. Kenapa malah nelpon Sofia buat marah-marah?"

"Kurang ajar kamu, Sofia! Mama sudah mebela kamu tapi kamunya ..."

"bela gimana, Ma? Kalo belain Sofia, harusnya Mama biarin Sofia lepas dari anak Mama dan hidup bahagia. Tapi mama malah ngikat sofia dengan persyaratan nggak masuk akal itu. Cuma nama baik keluarga yang mama lindungi. Stop it, Ma. Mama gak capek mikirin nama keluarga, tapi kelakuan Mario kayak gitu?"

"Dasar kamunya aja yang nggak bisa rawat suami baik-baik, Sofia!" hardik Julia.

Kini Joan terlihat menarik-narik rambutnya ke segala arah.

"Gila apa?" desis Joan.
Sofia mengangguk tanpa ekspresi.

"Dugaan Sofia bener ya, Ma. Kalo suaminya selingkuh, di mana-mana pasti yang disalahin istrinya. Padahal bisa aja emang lelakinya yang gatel banget. Mau sebaik apa pun istri kalo suaminya pua kecenderungan seperti itu, ya bye bye aja."

Hanya ada keheningan di antara mereka.

"Dan ternyata, pikiran Mama memang seperti orang kebanyakan. Di mata Mama, Sofia yang salah. Harus Sofia yang berbenah diri. Tpai Mama nggak sekali pun minta Mario memperbaiki diri, alih-alih mengajukan syarat untuk kelangsungan pernikhan kami. I'm done, Ma. Sofia capek nyalahin diri sendiri. Sofia belajar banyak dari rumah tangga keluarga Sofia yang lain. Pihak perempuan selalu dirugikan. Dan ketika Sofia memilih bahagia dengan cara yang sama, hujatan yang Sofia terima dua kali lebih besar tanpa melihat latar belakangnya gimana. Jujur aja, Ma. Mama nggak capek hidup kayak gini?"

Julia tidak menjawab.

"sekali saja, tempatkan diri Mama sebagai wanita dalam posisi Sofia. Anggap ini hadiah dari Sofia, supaya Mama lebih luwes ngatur keluarga Mahendra. Be human, Ma."

Sofia menyudahi percakapan mereka.
Ketika menoleh ke Joan, sahabatnya itu sudah mengulurkan tisu ke arahnya.

"Mata lo, Sof."

Basah. Tanpa Sofia sadari, air matanya mengalir lagi.

Tidak begitu lama, gantian ponsel Joan yang berbunyi. "Jonas, Sof. Bentar ya."

Sebenarnya, Sofia ingin mengikuti dan menguping percakapan Joan dan Jonas. Dia ingin tahu kabar lelaki itu. Sofia terkejut ketika Brian mengatakan Jonas sudah menggunakan nama asli pemberian kedua orang tuanya dulu. Artinya, Jonas sudah siap untuk tampil ke depan publik dengan resiko dihantui permasalahan perusahaan orang tuanyayang lalu.

"bagaimana keadaanmu? Sejauh ini semua berjalan sesuai rencana kita, bukan?"

Brian muncul tiba-tiba membawa apel di tangannya.

"Kamu menangis. Kenapa?"

Sofia mengambil apel di genggaman Brian dan menggigitnya. Sebelah tangannya yang bebas menyusup ke dalam lengan Brian.

"kamu menyesal?"

Sofia menggeleng sembari bersandar pada lengan Brian.

"lalu?"
Tanya Brian tidak sabaran.

"Gue takut menang."

"Aneh." Kekeh Brian.

Sofia mengangguk. "Begitulah. By the wy, gue punya hadiah buat lo. Buka e-mail deh."

Brian mengernyitkan dahinya. Tidak lama ekspresinya berubah. Takjub.

"Is it true?" ucapnya.
Brian melepaskan Sofia dan memegang kedua bahunya. "Ini benar? Apa ini benar?"

Tubuh sofia terguncang-guncang di depan Brian.

"Iya. Ampun deh. Dia hamil. Paling nggak, dulu dia hamil."

Wajah Brian yang tadinya bersinar kini menggelap, "what??"

Falling for Banana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang