20. Sweetest Moment

10K 635 43
                                    

"Ma, Sofia nggak bisa lama-lama di sini. Dua hari lagi, Sofia mesti ke Bali. Mau liat-liat tempat produksi skincare lokal di sana."

Sofia duduk di sebelah Julia yang tengah berjemur di pinggir kolam renang. Sesekali dia memantau dua buah hatinya yang asik bermain air dengan Mario. Ada kehangatan menelisik hati Sofia. Sudah lama dia tidak melihat kebersamaan keluarga seperti ini.

Bukan karena ada konflik di antara mereka berdua saja, melainkan kesibukan Sofia dan Mario juga jadwal sekolah Marion dan Marionette yang kian padat. Mereka bahkan terkadang hanya bersua di acara-acara sosial yang direkomendasikan Julia.

"Kamu ditemenin Mario, kan?"

Sofia menggeleng, "Mario ada rapat sama investor dari Brunei, Ma. Sofia sama Jonas aja."

Semburat merah merambati pipi Sofia. Tubuhnya gemetar, dia merindukan Jonas. Sedikit.

"Kapan Mario pergi?"

Sofia mengangkat bahu.

"Healah, kamu Sof. Mama kan sudah bilang, bukan saatnya lagi sekarang kamu acuh dengan semua kegiatan Mario di luar sana. Jangan mudah percaya dengan alasan Mario, atau omongan pegawainya. Kamu mesti tahu sedetil mungkin dari A sampai Z plus plus."

Julia menegakkan bahunya. Sorot mata Julia mempelajari reaksi Sofia.

"Tapi ... Mario nggak suka kalo Sofia nanya-nanya detil gitu, Ma."

"Ya jangan langsung to the point dong, Sof. You're smart. Just find a way! Kamu yang paling ngerti celah suamimu itu. Walaupun Mama ini ibunya, kamu tetap harus lebih paham meng-handle Mario. Nggak selamanya Mama ada buat bantu kamu, Sof."

Tatapan Julia melunak. Dia membelai punggung Sofia, memperlakukannya selayak anak sendiri.

"Suami istri itu cerminan satu sama lain. Mama akui Mario salah sama kamu. Tapi, kamu juga harus introspeksi diri. Tanya sama diri kamu, apa yang Mario dapatkan dari Lily keparat itu dan dia nggak peroleh dari kamu."

"Ma! Jangan bandingkan aku sama perempuan itu." Sofia protes.

Julia menggeleng.

"Kamu tau, Sof? Ini yang terjadi sama kebanyakan perempuan yang suaminya bertingkah seperti Mario. Mereka menganggap sudah melakukan segalanya dan sempurna. Padahal, nggak ada yang namanya kesempurnaan, melainkan usaha untuk terus berbenah diri. Dan rumah tangga mereka nggak bisa diselamatkan dengan ego seperti itu.  Mana yang kamu pilih, bertahan atau pergi. Jangan setengah-setengah.Camkan omongan Mama hari ini, Sof. Pikirkan dengan tenang."

"Ngobrolin apa nih, asik banget?"

Mario menghampiri mereka berdua. Sofia dengan cepat mengoper handuk pada suaminya.

"Mama nanya kapan kamu ke Jakarta lagi. Sofia nggak tahu, tuh. Kata istrimu dia ke Bali lusa."

"Bener? Ko aku nggak tahu, Sayang?"

"Udah dari sebelum ke sini jadwal itu. Sorry, kirain Jonas udah laporan semuanya sama kamu, Yang."

Kening Mario berkerut.

"Kalo gitu, sore ini Mario titip anak-anak ya, Ma. Sampe besok deh."

"Kenapa? Kamu ke Jakarta besok?"

Mario memeluk Sofia, membubuhkan kecupan di bibirnya, "Mau ngedate sama istriku sayang dong, Ma. Sayang kan udah jauh-jauh ke sinu nggak dinikmati. Urusan bisnisku udah selesai. Jadwal balik ke Jakarta juga lusa kok."

"Oh, gitu. Boleh deh. Nanti Mama minta bookingkan tiket barengan kamu aja pulangnya."

"Kirain Mama mau lebih lama di sini."

Julia bangkit dan mencubit pinggang Mario hingga anaknya mengaduh.

"Ya gaklah. Mama mau jagain anak sama cucu Mama. Mama takut nanti di tengah jalan diambil nenek lampir."

Julia meninggalkan mereka berdua, bersama dengan cucu kembarnya menuju ke dalam hotel.

"Emang zaman gini masih ada nenek lampir?" Ledek Mario.

Sofia mengulas senyum, "Daripada itu, aku lebih penasaran sama isi di dalam sini. Menggoda banget, Yang."

Sofia menggeser pinggulnya hingga bersentuhan dengan milik Mario. Mario menyeringai, "Yakin sanggup? Semalam saja kamu udah bilang ampun ampun."

Sofia mengerling nakal, "Kalo nggak dicoba, nggak tau kan?"

Dia meninggalkan Mario yang lekas menyusulnya dengan tak sabar.

Falling for Banana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang