31. Carpe diem

6.9K 604 12
                                    

"Ini tugas terakhirmu?"

Sofia memberikan map kertas cokelat pada Jonas. Map setebal tiga sentimeter itu berisi dokumen-dokumen pelegalan usaha kosmetik organik milik Sofia dengan Risma dan Joan sebagai CEO dan Komisaris perusahaan. Latar belakang Risma sebagai perancang busana lebih menjual ketimbang dirinya yang hanya dikenal sebagai istri  Mario.

Joan juga punya banyak waktu luang bersama Risma. Lebih mudah bagi mereka berdua untuk bertemu daripada dirinya. Sofia hanya nergerak di balik layar. Sebagai perencana dan pemilik usaha, dia ingin usahanya dikenal bukan karena jati dirinya. Yah, walaupun sesekali dirinya akan terlibat dalam endorsement, tidak lebuh dari itu.

Jonas mengangguk.
"Bapak meminta saya untuk kembali ke Jakarta setelah ini usai."

Sofia mengetuk-ngetuk meja kafetaria dengan irama monoton.

"Oke. Kalau begitu, lekas selesaikan urusan ini, jangan lupa urus juga perpajakannya. Berapa hari kira-kira ini selesai? Saya juga sertakan beberapa berkas calon formulator dan pekerja lainnya. Saya juga sudah berikan di situ data perusahaan logistik yang bisa dijadikan rekanan. Kamu seleksi mereka sekalian."

Sofia memang terkenal dengan ketelitian dan kesempurnaannya dalam merencanakan sesuatu. Dia tidak mudah memercayakan hal-hal remeh pada orang lain. Menurutnya, itu hanya akan membuatnya bekerja dua kali lebih banyak dari biasanya.

Sama halnya dalam pengasuhan si kembar. Walaupun dia memiliki dua orang babybsitter, bukan berarti dia bisa bersantai-santai menerima hasil kerja mereka berdua. Tiga hal yang Sofia luangkan dengan kedua putrinya adalah waktu mandi, makan, dan tidur. Ketiga waktu itu harus dipatuhi babysitter dan semua asisten rumah tangga di rumahnya. Tidak boleh ada gangguan sedikit pun pada tiga waktu yang ditetapkam Sofis.

Alasan utama Sofia menyewa babysitter sebenarnya  untuk memperoleh waktu dan stamina juga mood lebih baik setiap Mario pulang. Hal yang sama dipikirkan oleh Julia kala itu.

"Baik, Bu."

"Empat hari cukup? Saya minta berkas akhir semuanya empat hari ke depan?"

"Siap, Bu."

"Oke, kita selesai di sini. Saya harap nggak ada hal penting lain yang bisa bikin saya dan teman-teman terganggu semasa liburan seminggu ini."

"Tidak masalah, Bu."

Sofia meninggalkan Jonas yang berdiri dan menunduk ketika dirinya menyusul Risam dan Joan yang sedang berjemur di tepi pantai. Dia menguatkan dirinya untuk tidak berbalik dan memeluk Jonas. Bahkan kalimat jawaban yang dia latih semalaman bersama Joan dan Risma hanya akan menjadi wacana semata.

Sofia yakin, mata-mata Julia dan Mario ada di mana-mana. Mario juga tidak menyia-nyiakan waktu memberhentikan Jonas sebagai asisten pribadinya. Mungkin Sofua perlu merekrut orang lain di luar lingkaran pekerja keluarga  besar Julia. Sepertinya hanya itu yang aman bagi kelangsungan hidup pribadinya saat ini.

"Bengong aja lo, Cacing Kremi. Mau berdiri sampe kapan?" Sindir Risma.

"Diem lo, Ris. Temen kita nih lagi ngumpat dalam hati. Nahan gejolak asmaraaaah menggelora buat nggak nempel Jonas. ASAP."

"Your face!" Sembur Sofia pada Joan diiringi derai tawanya.

Yah, apapun itu saat ini harus dinikmati sebisa mungkin. Waktu yang ditawarkan kedua temannya untuk bersenang-senang selama di Bali, tidak bisa dilewatkan begitu saja.

"Eh, eh, ada cowok bule, brewok rambut coklat-coklat terang mateng arah jam sepuluh!" Risma berbisik cepat. Terlihat sekali dia mengupayakan tidak terlihat bergosip dan cool ketika lelaki itu menghampiri mereka.

"Tembaga, bego. Lo desainer tapi buta warna tuh gimana, sih?"

Risma menjawabnya dengan lirikan menggertak dan lekas mengubah ekspresinya kembali saat pria itu datang dengan membawa bola voli.

"Mau main bareng?"

"Eh bule bisa ngomong bahasa," pekik Risma.

Sofia dan Joan mengumpat dalam hati. Mengutuk sikap Risma yang selalu blak-blakan terhadap lawan jenis terkadang membuat mereka berdua malu mengenalnya.

"Not bad. Gimana? Teman-teman saya ada di sana."

Dia berbalik dan melambaikan tangan pada dua orang lelaki lain yang berjarak tidak jauh dari lokasi mereka sekarang.

"Duh, sorry. Kuku gue bisa patah ni. Kemarin baru pasang kuku palsu. Sayang, kan?" Risma merajuk samnil memamerkan jari-jari lentiknya pada pria tersebut.

"Kalian berdua gimana?"

Joan dan Sofia bertukar pandang.

"Saya Brian, by the way."

Joaj menyikut lengan Sofia, "Yah, gue sih gak masalah kebakar dikit. Nggak tau deh Ibu Ratu satu ini."

"Shut up! Oke, let's play." Jawab Sofua riang. Dia tersenyum lebar.

"Oke. Mungkin kamu juga tertarik mendengarkan ceritaku." Jawab Brian.

Dari kejauhan, sepasang manik mata hitam menatap mereka dengan geram.

***
Halo, Nyai kembali.
Ada cowok baru nih. Namanya Brian. Familiar nggak sih? Kayaknya, kalo kaliam ada yang baca work Sephia, kalian pasti udah kenal sama Brian, ya.

Ngapain aja Brian di Bali? Bukannya lagi nyari si itu? Siapa yok?
Ha ha. Penasaran dia.

Sephia bakalam saya lanjut setelah pisang ini selesai. Kira-kira siapa nih yang diincer Brian? Sofia? Apa Joan aja? Kasihan loh Joan masih jomlo ajah. Wkwkwkwkw.

See you tomorrow, yaa!
Salam enak.

Falling for Banana (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang