EMPAT

6.6K 704 6
                                    

Berprasangka baik itu adalah batu bata pertama dari bangunan bernama "saling percaya."

     

*****

*Zhafira's home*

Mama sudah selesai mandi dan berganti pakaian dengan gamis merah muda bermotif bunga tulip. Mama selalu tampil modis bahkan lebih dari putrinya sendiri.

Wangi sabun mandi aroma susu memenuhi udara di kamar Fira. Mama mengira Fira sudah siap pergi untuk makan malam bersama.

"Sayang... Kok belum mandi. Nanti kasihan Papa, kalau kita terlambat datang."

Fira masih tidur memeluk bantal sesekali merintih. Kedua alis Mama terangkat. Mama berjalan ke tempat tidur dan memegang dahi putrinya.

Ya Allah... Fira demam. Padahal sejak kecil dia jarang sakit, kecuali... Kena air hujan. Ini salah satu efek overprotektif suaminya sendiri. Zaviyar memang sering melarang putri kecilnya bermain hujan. Fara masih ingat saat hujan rintik, Zhafira kecil, hanya bisa memandang dari balik jendela rumah, ketika teman-teman sebayanya sedang asyik berlari dan bermain hujan.

"Fira... Kamu tadi kehujanan, Nak?"

Fira membuka matanya, perlahan.

"Sedikit doang Ma. Tadi pakai jas hujan kok. Ma, maaf Fira nggak bisa ikut makan malam. Mama berdua sama Papa aja, nggak papa kan?"

Mama mengusap lembut puncak kepala putrinya.

"Mama nggak tega pergi kalau Fira lagi sakit kayak begini."

Kali ini Fira memaksakan diri duduk. Meski diakui, kepalanya terasa berat dan nyut-nyutan.

"Nggak papa Ma. Ini cuma demam biasa. Habis minum parasetamol juga sembuh."

Mama memaksa putrinya untuk kembali tidur. Dilipatnya kain kerudung yang semula hendak dipakai untuk pergi dan Mama berganti pakaian dengan baju terusan bermotif batik. Fira jadi merasa bersalah. Dia tidak pernah bermaksud menggagalkan rencana Orangtuanya makan malam romantis.

"Ma... Beneran aku nggak papa."

Mama tidak berkata-kata lagi. Sebentar kemudian Mama keluar dan masuk kembali ke kamar, dengan membawa waskom stainless berisi air hangat dan waslap untuk mengompres.

"Dikompres ya Sayang. Mama buat bubur dulu."

Fira jadi ingin menangis. Sejujurnya dia rindu pemandangan ini. Kala sakit seperti ini, dia jadi ingin bermanja dengan Mama dan Papa. Sejak masuk kuliah dan 'berpisah' dengan Khansa, dia seperti 'dipaksa' untuk mandiri dan tidak tergantung orang lain. Tapi dia tuh aslinya, belum bisa.

Fira pun jatuh tertidur sampai Mama membangunkannya untuk makan dan minum obat. Menjelang adzan Isya, terdengar suara mobil Papa masuk ke halaman rumah.

Fira hendak melanjutkan tidur setelah dia memaksakan diri, sholat dengan posisi terduduk. Suara Papa dan Mama samar di depan pintu.

"Kehujanan?"

"Sst... Sudah buruan Papa mandi dulu. Nanti baru masuk nengok anaknya."

"Beneran, cuma demam saja? Nggak perlu dibawa ke rumah sakit? Kalau ternyata demam berdarah, gimana?"

Suara Papa masih terdengar khawatir berlebihan.

"Baru demam belum ada satu hari, Pa. Barusan aja kok, demamnya. Habis Ashar. Mungkin mau kena Flu. Dia kemarin kan pulang malam. Agak kecapekan."

Mama mencoba menenangkan.

"Fira ikut ekskul apa sih? Kayaknya berat banget. Papa perlu ketemu sama Ketua Ekskulnya, untuk minta dispensasi. Dia kan juga masih masa pemulihan operasi usus buntu."

Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang