SATU

18.3K 881 51
                                    

Gadis berhijab biru muda itu turun dari motor yang dikendarai oleh Khansa, sahabatnya sejak SMA. Dia melepas helm full face tanpa melepaskan masker yang menutupi wajahnya.

Semenjak Tuhan belum menakdirkan Khansa lulus ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri, dia menawarkan diri menjadi ojek pribadi Zhafira. Dia ingin mengisi waktu sekaligus menabung untuk bisa mendaftar kuliah tahun depan, adalah cita-cita Khansa.

"Fira... Itu beneran bekas operasi usus buntu kamu sudah nggak kenapa-napa? Dari kemarin Om Zavi, Papa kamu sudah wanti-wanti aku, tepatnya sih ngomelin aku, karena kamu maksa banget ke kampus naik motor. Padahal mobil mewah kamu berderet di rumah."

"Huus... Jangan keras-keras. Itu semua mobil punya Papa. Aku nggak punya apa-apa. Hebatan juga kamu Sha, bisa nabung cicil motor dari jualan online baju olahraga."

"Iya Fir, tapi aku kurang pintar bagi waktu antara belajar dan bisnis. Jadi tahun ini aku malah nggak bisa kuliah, karena nggak lulus ujian masuk."

Zhafira menepuk bahu Khansa.

"Kan aku sudah pernah bilang, kalau kamu memang mau kuliah tahun ini. Papaku bisa kasih beasiswa."

Khansa menggeleng.

"Dari SMA aku sudah sering merepotkan Om Zavi. Aku nggak enak. Bahkan modal usaha aku aja, juga dari Papa kamu. Biar aku telat satu tahun kuliah nggak papa, aku justru bisa belajar lebih dalam lagi."

Zhafira tersenyum memberi semangat. Meskipun Khansa tidak dapat melihat senyumnya. Secara Fira masih pakai masker. Keduanya hendak berpisah sampai dering ponsel milik Khansa berbunyi.

"Fir, Papa kamu nih telepon. Memangnya HP kamu kemana?"

Fira mengecek ponsel di dalam tas yang melilit di bahu sampai ke pinggang. Dia menepuk jidat. Hpnya mati. Semalam dia lupa tidak men-charge.

"Halo, assalaamu'alaikum. Iya Pa. Aku sudah sampai depan kampus."

Terdengar suara berat di seberang penuh kekhawatiran terhadap putrinya tersayang. Maklum, Fira termasuk anak mahal, karena setelah Papa Mamanya menikah selama empat tahun, barulah lahir Zhafira.

Kalau Papa Zaviyar sudah kambuh overprotektifnya, cerewetnya bisa ngalahin Mama Fara.

"Iya Pa, nanti HP Fira dicharge, kalau sudah masuk kelas. Ini luka operasinya sudah baik-baik aja kok."

Zhafira berusaha menyembunyikan nyeri di perutnya. Akibat Khansa buru-buru mengambil jalan pintas melewati perumahan penduduk yang banyak polisi tidur, jadi rada terasa nyut-nyutan. Khansa takut Fira terlambat, nanti malah dapat hukuman.

"Nanti pulangnya dijemput Khansa lagi. Iya Pa, hati-hati ya. Selamat  candle light dinner nanti malam, sama Mama. Sun sayang. Mmuaaah."

Fira mengucapkan salam dan kecupan di layar handphone. Mama dan Papa sudah melewati usia pernikahan lebih dari dua puluh tahun, tapi mereka malah semakin mesra. Kadang Papa sengaja cium Mama di depan Fira. Kata Papa, nanti kalau punya suami, harus yang kayak Papa. Ekspresif.

"Fir, gila kamu ya. Ini hp aku, dicium-cium. Idih..."

"Maaf, aku lupa. Serasa milik sendiri. Sha, pinjem dong... "

Khansa melotot.

"Pinjam apa?"

Fira memandang sahabatnya dengan wajah memelas.

"Dasar wanita peminjam powerbank. Inget ya, sudah 3 powerbank aku ada di kamar  kamu, belum ada yang dikembaliin. Belum kalau dibalikin, baterainya kosong. Kalau aku nggak shabar, udah aku pecat jadi temen."

Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang