TUJUH BELAS

4.4K 498 36
                                    

"Segalanya terlihat rumit,
bertambah sulit ketika tak ada
rasa percaya dari seseorang yang menyayangimu,

Seperti cermin retak,
begitulah hatiku saat ini,
tak pernah sama ketika kita menatap
pada bayangan yang tampak."

(Al to Zhafira)

***


Zhafira's home

Gadis berhijab biru muda itu menutup pintu perlahan. Dia masih mengintip dari balik tirai ruang tamu, saat bayangan Kak Al menghilang di balik pagar. Suara mobil milik Kak Al lama kelamaan terdengar menjauh.

Begitu membalikkan badan, Zhafira terkejut ketika melihat Papa sudah berdiri di anak tangga ketiga dari bawah.

"Siapa tadi yang bertamu kesini? Putranya Bintang Alhamasah?"

Papa sepertinya tidak senang dengan kehadiran Kak Al. Gadis itu mendekati Papa yang berjalan setengah limbung menuju meja makan.

"Papa sudah dari tadi disini?"

Wajah Papa terlihat merah, entah karena menahan amarah atau karena masih demam. Zhafira sampai takut menarik kursi dan duduk di sebelah Papa.

"Papa dari tadi sudah duduk di tangga. Memperhatikan kalian berdua. Entah apa jadinya kalau Papa tidak mengawasi, kalian dua orang laki-laki dan perempuan yang duduk berdekatan tanpa sekat. Sudah terlihat nyaman satu sama lain sampai tidak ingat ada orang lain di rumah ini. Bagaimana kalau Bibik dan suaminya lihat, pasti jadi fitnah."

Zhafira menunduk. Matanya berkaca-kaca. Baru kali ini nada bicara Papa membuat hatinya sakit. Pria yang disayanginya ini, begitu eksplisit menunjukkan ketidaksukaan pada Kak Al. Sisi hatinya yang lain, ingin membela Kak Al. Pada akhirnya, Fira hanya bisa berujar lemah, meminta maaf pada Papa.

"Ini, siapa yang buat?"

Papa mengangkat tudung saji yang berisi sepanci bubur ayam lengkap dengan pernak-perniknya.

"Kak Al. Ia masak ini buat Papa."

Nyaris suara gadis itu tercekat sampai tenggorokan dan kesulitan menjawab.

"Kasih buburnya untuk Bibik dan Mang Aziz. Telepon senior Fira yang bernama Al itu sekarang, bilang tidak usah jemput Mama. Biar Papa dan Mang Aziz yang ke rumah sakit."

Wajah gadis itu terangkat. Jadi, Papa benar-benar menyimak pembicaraannya dengan Kak Al. Zhafira menggigit bibir. Dia sedih dan seperti tidak rela Papa terus saja menyudutkan Kak Al yang telah banyak menolongnya.

"Tapi Kak Al beneran tulus masak bubur itu untuk Papa."

Zhafira mencoba menjelaskan. Menurutnya, Kak Al terlalu baik untuk diperlakukan seperti ini, sama Papa.

"Kamu itu masih polos, Sayang. Al itu pasti ada maunya. Buat apa masuk rumah orang seenaknya, masakin buat kamu. Itu karena dia ada hati sama kamu dan Papa nggak akan pernah ijinkan dia singgah ke hati kamu. Lusa Abang Rasheed pulang. Ia kembali ke tanah air lebih awal. Kalau Papa sudah sehat, dua minggu lagi Papa ingin keluarga kita membahas mengenai pertunangan kalian."

Kedua netra coklat milik Zhafira, membulat. Dia tidak percaya Papa begitu tega mengatur hidupnya, sampai seperti ini.

Tunangan?

"Maksud Papa, siapa yang mau tunangan?"

Papa menatap wajah putrinya, lekat. Ia meraba puncak kepala Fira yang masih terbalut kerudung.

"Siapa lagi kalau bukan putri kecintaan Papa dan calon menantu kesayangan Papa."

Ganti Zhafira yang memandang tidak suka ke arah Papa.

Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang