"Cinta kadang bisa membuatmu berbuat hal yang buruk,
Sampai kamu bertemu seseorang yang membuatmu terjaga dan berhenti melakukannya."
(Someone with a name)
***
Lelaki dengan tinggi seratustujuh puluh lima senti itu masuk ke dalam pintu gerbang rumah sakit. Pukul 7 malam. Rutinitasnya setiap hari setelah seharian dia menghabiskan waktu di kampus.
Langkah kakinya terhenti di depan ruang perawatan VVIP dan pandangannya terkunci dari balik jendela kaca. Menatap bayangan perempuan cantik yang sudah tidak muda lagi, sedang duduk memakai mukena. Meski sudah bebas dari kewajiban sholat, tapi rumah sakit ini membebaskan penghuninya melakukan sesuatu yang mereka sukai. Asalkan tidak sampai mengamuk.
"Si ganteng, sudah sampai. Dikangenin sama Mama tuh. Dari tadi sudah nanyain terus."
Suster Humaira membuka pintu kamar dan menyapanya ramah.
"Maaf Bude, barusan mandi dulu di rumah Kakek."
"Oya sudah. Jangan lupa cuci tangan, sebelum ketemu Mama."
"Siap Bude."
Lelaki itu sudah hafal siapa saja yang menjadi perawat pribadi Ibunya. Sejak kecil, dia sudah terbiasa memanggil mereka dengan sebutan Bude atau Tante untuk yang suster yang belum menikah. Hanya ada segelintir perawat yang ditugaskan Kakek, khusus untuk menjaga Mama.
Ia mengetuk pintu perlahan dan mengucapkan salam. Mama baru selesai sholat. Begitu melihat wajah putranya hadir, perempuan itu melompat senang. Lelaki muda itu pun berjalan mendekat dan memeluk perempuan yang telah menghabiskan waktu dua puluh tahun lebih hidupnya di dalam kamar ini.
Pilu, itu yang ia rasakan. Apalagi setiap melihat foto yang disembunyikan Mama di balik bantal. Tapi ia tidak ingin Mama mengamuk bila rasa penasarannya memuncak. Menanyakan foto siapa itu yang selalu disimpan oleh Mama.
"Kamu sehat, Nak?"
Jemari lembut Mama menyapu pipi dan rahangnya. Mama bahkan tidak ingat nama putranya. Dia hanya memanggilnya dengan 'Sayang' atau 'Nak'.
Lelaki itu mengangguk. Selalu berusaha tersenyum di depan perempuan yang telah melahirkan dirinya ke dunia. Meski ia terlahir dari rahim seorang yang mengalami rudapaksa. Ya, Mama mengalami gangguan mental setelah menjadi korban pemerkosaan secara brutal berpuluh tahun silam.
Mama seperti terbuang dari keluarga. Orangtua dan saudara kandung Mama hanya datang menengok setahun sekali saat hari Raya. Dengan harta kekayaan mereka yang menumpuk, uang serasa tidak pernah kurang untuk menitipkan anak mereka dan mengirim uang setiap bulan, memenuhi biaya perawatan.
Sebelum menengok Mama, ia selalu mandi dan berganti pakaian dulu di rumah Kakek. Dokter Ibrahim, begitu nama pemilik Rumah sakit ini. Beliau yang sejak awal menerima Mama sebagai pasien dan menyayangi Mama seperti putri mereka sendiri. Bahkan sejak ia lahir ke dunia ini, Kakek Ibrahim dan almarhum istrinya yang membesarkan dia hingga bisa kuliah sampai sekarang. Meski ia hanya seorang 'cucu' tanpa pertalian darah, ia tetap menyayangi dan menghormati Kakek.
"Cintai Mamamu dengan segenap kekurangannya. Jiwanya mungkin sakit, tapi dia selalu menjagamu dalam kandungan dan tidak berniat sedikit pun untuk menggugurkanmu."
Nasihat Kakek masih bergema di telinga lelaki itu. Ia balas memeluk Mama dan mencium kedua telapak tangannya. Mama duduk di depannya, masih menatap wajahnya lekat.
"Papa... Ini Papa kamu, Nak. Ajak kesini ya, ketemu Mama."
Ia terkejut ketika untuk pertama kalinya Mama mengambil selembar foto yang bertahun-tahun disimpan di bawah bantal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)
Roman d'amour*Salman Alhamasah* Kakak senior tingkat empat yang paling diminati oleh MABA dan MALA (mahasiswa lama). Galak tapi ganteng. Pintar tapi perfeksionis. Menginginkan setiap orang sesuai standar dirinya. Sayang, ada satu adik kelas yang tidak masuk sela...