DELAPAN BELAS

4.6K 507 50
                                    

"Aku tidak mengerti akan sikapmu,
terkadang baik dan sisi yang lainnya
terlihat berbeda,

Bantu aku mengerti isi hatimu,
karena ku tak mau terjebak,
pada cinta sepihak,
karena itu hanya menggores luka, yang tak kan sembuh dalam sekejap."

(Zhafira to Al)

***


Zhafira Pov

Kak Al menepati janjinya, membawa Mama pulang. Mang Aziz ikut untuk membawa mobil Mama, sementara Kak Al mengantar Mama sampai pekarangan rumah.

Anehnya Kak Al tidak turun dari mobil. Aku lagi-lagi berdiri di depan garasi menyambutnya, tapi tidak ada lagi senyuman kulihat di wajah lelaki itu. Bahkan saat aku melambai, ia seperti enggan membalas dan memutuskan untuk pergi.

Fokusku kini pada Mama yang terlihat letih dan masih mengantuk. Badan Mama juga terasa hangat. Aku takut Mama ikut jatuh sakit. Bibik membantu aku memapah Mama dan membawa Mama ke kamar.

Sengaja tadi aku minta Kak Al menggendong Papa ke kamarku. Sementara Mama kubiarkan berbaring di kamarnya sendiri. Aku tidak mau Mama terkejut begitu tahu Papa sedang diinfus di kamar. Biarlah nanti aku pelan-pelan memberitahu.

"Mama mau mandi dan Sholat Shubuh dulu, Fira. Kepala Mama masih pusing."

"Iya Ma, Fira sudah setel showernya hangat untuk mandi. Tapi jangan lama-lama ya Ma. Fira takut Mama menggigil kedinginan setelah mandi."

Aku memaksa membantu Mama ke kamar mandi, tapi Mama menolak. Tak lama pintu tertutup dan sudah terdengar suara air mengalir. Perlahan aku beranjak ke arah jendela. Masih memandangi Kak Al yang berdiri menutup pintu gerbang, meski sudah ada dua orang satpam di pos. Kak Al hobi melakukan semuanya sendiri, tanpa bantuan orang lain.

Kak Al mengangguk sopan ke arah Pak Harman dan Pak Tikno, dua orang satpam di rumah kami. Saat Kak Al masuk ke dalam mobil, hatiku terasa sedih. Aku kehilangan. Perlahan butir bening menitik di kedua pipiku. Bukannya aku ingin mencuri dengar, tapi sesaat tadi sebelum aku masuk ke kamar. Aku mendengar semuanya. Pembicaraan antara Papa dan Kak Al.

Bagiku ini tidak adil. Tidak bisakah Papa membuka pintu hati untuk melihatku belajar memilih, lelaki mana yang aku sukai. Aku sadar, aku masih buta untuk urusan cinta. Tapi aku bisa belajar, jika saja aku diberi kesempatan. Aku meraih ponsel dari balik saku gamis yang kukenakan.

Bergetar aku menekan nomer telepon lelaki itu.

Kak Al.... Lama kutunggu, hanya nada dering yang tak kunjung diangkat. Apakah Kak Al marah padaku. Apakah ia kesal karena perkataan Papa. Aku hanya ingin minta maaf. Bisakah ia memaafkan Papa yang tanpa sengaja telah melukai hatinya.

Aku sudah meninggalkan lima panggilan tak terjawab di ponsel Kak Al. Ia tidak juga mengangkat. Akhirnya aku menyerah dan menekan tombol berwarna merah. Mengapa aku jadi seperti ini. Aku menutup wajah menahan malu. Aku hanya tidak ingin Kak Al marah padaku. Ia sudah bersikap baik dan aku hanya ingin membalasnya dengan hal serupa. Apakah itu salah.

"Fira? Kamu kenapa, Sayang?"

Mama sudah keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekatiku. Cepat aku menghapus air mata yang masih menggenang, namun terlambat. Mama sudah lebih dahulu mengetahuinya.

Selepas sholat Shubuh, Mama menarikku ke pangkuannya. Di atas sajadah beludru yang tebal, aku berbaring nyaman saat Mama mengusap lembut puncak kepalaku yang kini tak tertutup hijab.

"Bisa ceritakan ada apa Sayang, sampai kamu menangis?"

Aku menggeleng lemah. Kondisi Mama saat ini juga sedang lelah. Aku bukan lagi Zafira yang dulu bisa bermanja dan menangis sepuasnya. Mengadu pada Mama dan Papa bila ku sedang merasa kecewa dan sedih.

Ms Careless and Mr Perfect (Tamat Di KBM dan Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang